Oleh: Fitri Hidayah, M. Pd.
Pemerhati Anak dan Database Administrator of PPKH Kabupaten Kendal
Ayah-Bunda yang budiman,
Jangan pernah merasa tabu untuk memberikan pengertian PENDIDIKAN SEKS pada anak. Jangan pernah mengatakan, "anak saya masih terlalu kecil untuk mengerti tentang seks", atau mengatakan, "seks tidak perlu diajarkan, nanti lama-lama juga tahu sendiri". Jika masih ada rasa seperti itu di hati Ayah-Bunda, ijinkan saya untuk berbagi cerita tentang pelecehan seksual yang korban maupun pelakukanya adalah anak di bawah umur.
Pertengahan tahun 2018 lalu, saya mendatangi salah satu korban pelecehan seksual di Kecamatan Kaliwungu Selatan, Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah untuk melakukan in-healing treatment, kebetulah Ibunya adalah salah satu Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH di Kabupaten Kendal.Â
Dan kisahnya, hampir ditutupi oleh pihak keluarga pelaku yang notabene adalah keluarga terpandang di kampungnya dengan alasan si korban tidak bisa menceritakan kejadiannya dengan runtut. Tahu usia si korban berapa? Dia masih 4,5 tahun, baru TKA. Masih sangat polos. Cantik, sholihah karena biasa berjilbab dan yang pasti masa depannya masih sangat panjang.
Awalnya dia tidak sadar kalau dia menjadi korban pelecehan seksual, pun dengan Ibunya yang memang tidak membiasakan diri meminta anaknya bercerita dan menjadi "pendengar" yang baik untuk cerita petualangan sang anak seharian saat ditinggal kerja sang Ibu.Â
Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk sekedar "mendengarkan" dan membenarkan jika sang anak mulai mencampurkan imajinasi dengan keadaan yang sebenarnya.Â
Jika kita sudah terbiasa mendengarkan anak kita bercerita, kita, sebagai orang tua akan sangat paham ketika anak kita berbohong. Kenapa saat itu, saya langsung dapat menyimpulkan kalau si Ibu jarang mendengarkan anaknya? Karena ketika anaknya diminta bercerita, alurnya maju mundur dan tidak bisa dipahami dengan hanya sekali mendengarkan.Â
Harus beberapa kali ditanya memang untuk mendapatkan kisah utuh dari awal hingga akhir secara detail. Hingga akhirnya, terbongkarlah cerita runtut sang anak. Si anak, sebut saja dia Mawar, sedang bermain dengan teman sebayanya, tiba-tiba ada anak laki-laki seusia SMP memanggil untuk bermain di rumahnya.Â
Entah setan apa yang merasuki si anak SMP itu yang tiba-tiba MENCIUM si Mawar. Mawar diam saja karena tidak merasa terganggu, dia anggap MENCIUM adalah hal yang wajar. Katanya, hal itu yang biasa dia lihat di televisi saat menonton sinetron bersama Ibunya.
Hari itu tidak terjadi apapun, kecuali hanya ciuman di pipi dari si pelaku ke Mawar. Belum menjurus ke hal-hal yang lebih intim. Hari berikutnya, sepulang sekolah, seperti biasa, Mawar bermain dengan teman sebayanya di lingkungan sekitar rumah, tiba-tiba Mawar kembali diminta bermain dengan si laki-laki SMP yang rumahnya memang sedang sepi tidak ada orang.Â
Di sana Mawar kembali DICIUM oleh si pelaku. Merasa aksinya tidak mendapatkan perlawanan, muncul setan yang semakin membisikinya untuk berbuat tidak senonoh pada si Mawar. Tiba-tiba, si pelaku itu memberi Mawar uang Rp.5.000,- dan terjadilah hal yang tidak patut untuk diceritakan.
Sakit Bund, saat saya mendengar hal itu. Kesal rasanya dengan si anak laki-laki itu. Tapi, lebih kesal lagi karena menyadari bahwa seharusnya ini BISA DICEGAH. Ada jeda waktunya, 1 hari.Â
Seandainya di hari pertama Mawar DICIUM si pelaku itu, lalu dia menceritakan pada Ibunya, Ibunya bisa mengambil tindakan preventif untuk mencegah hal-hal yang lebih buruk terjadi pada Mawar.Â
Seandainya Mawar terbiasa bercerita dengan si Ibu, dan si Ibu memberikan "panggung" untuk si Mawar bercerita dan tentu saja harus menjadi pendengar yang baik untuk setiap cerita Mawar, tanpa sedikitpun memotong ceritanya, kecuali untuk membenarkan dan mengembalikan alur ceritanya, dia pasti tidak akan melewatkan cerita dia dicium oleh si pelaku itu.
Mari bersama, cegah PELECEHAN SEKSUAL sejak dini. Jangan biarkan anak-anak kita menjadi korban atau bahkan pelaku dari pelecehan itu sendiri. Tekankan sejak kecil, bahwa laki-laki dan perempuan itu berbeda. Mereka bukan muhrim yang boleh berpegangan sesuka hati. Islam tidak pernah salah dalam memberikan penjelasan. Jangan biasakan anak laki-laki dan perempuan yang BUKAN MUHRIM berpegangan tangan meski mereka masih kecil.
Saya bukan orang tua yang sempurna, dan saya yakin sekolah yang Bapak-Ibu percaya sudah melakukan pengawasan terbaiknya, diluar masih adanya beberapa masalah kecil yang mungkin terjadi karena memang situasi yang tidak memungkinkan, tapi saat anak sudah pulang sekolah, marilah bersama untuk mulai mendoktrin anak tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, mana yang boleh dan tidak boleh dipegang.Â
Semuanya harus jelas. Jangan biarkan anak berada di area abu-abu. Maksudnya, misalnya anak kita mencium orang lain yang bukan muhrimnya, larang dia dengan tegas, tetapi beri pengertian secara halus jika apa yang dia lakukan adalah salah dan tidak benar menurut agama. Jangan pernah membiarkan itu dengan mengatakan, "kan dia masih kecil". Justru sewaktu kecillah kesempatan emas kita untuk membiasakan hal-hal baik, Bund.
Mari bersama untuk berlomba-lomba menjaga investasi dunia akhirat kita, agar anak-anak kita menjadi bermanfaat dan tidak menyakiti orang lain. Sebagai penutup artikel ini, saya kirimkan video tentang cara mudah memperkenalkan Pendidikan Seks pada anak.
Mohon maaf sekali bila ada tulisan yang kurang berkenan. Salam taklim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H