Mohon tunggu...
FITRI HIDAYAH
FITRI HIDAYAH Mohon Tunggu... Lainnya - Bekerja di: Kemensos RI (2012-2024) DITAJENAD TNI AD (2024-Sekarang)

IAM THE ORDINARY ONE WHO REALLY WANT TO BE SPECIAL, BERUSAHA MENGUBAH SEMUA LELAH MENJADI LILLLAH AGAR MENJADI BERKAH

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pentingnya Pendidikan Seks pada Anak Usia Dini

4 Maret 2019   11:58 Diperbarui: 4 Maret 2019   16:12 1050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar:Rumah Belajar Anak 123

Oleh: Fitri Hidayah, M. Pd.

Pemerhati Anak dan Database Administrator of PPKH Kabupaten Kendal

Ayah-Bunda yang budiman,

Jangan pernah merasa tabu untuk memberikan pengertian PENDIDIKAN SEKS pada anak. Jangan pernah mengatakan, "anak saya masih terlalu kecil untuk mengerti tentang seks", atau mengatakan, "seks tidak perlu diajarkan, nanti lama-lama juga tahu sendiri". Jika masih ada rasa seperti itu di hati Ayah-Bunda, ijinkan saya untuk berbagi cerita tentang pelecehan seksual yang korban maupun pelakukanya adalah anak di bawah umur.

Pertengahan tahun 2018 lalu, saya mendatangi salah satu korban pelecehan seksual di Kecamatan Kaliwungu Selatan, Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah untuk melakukan in-healing treatment, kebetulah Ibunya adalah salah satu Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH di Kabupaten Kendal. 

Dan kisahnya, hampir ditutupi oleh pihak keluarga pelaku yang notabene adalah keluarga terpandang di kampungnya dengan alasan si korban tidak bisa menceritakan kejadiannya dengan runtut. Tahu usia si korban berapa? Dia masih 4,5 tahun, baru TKA. Masih sangat polos. Cantik, sholihah karena biasa berjilbab dan yang pasti masa depannya masih sangat panjang.

Awalnya dia tidak sadar kalau dia menjadi korban pelecehan seksual, pun dengan Ibunya yang memang tidak membiasakan diri meminta anaknya bercerita dan menjadi "pendengar" yang baik untuk cerita petualangan sang anak seharian saat ditinggal kerja sang Ibu. 

Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk sekedar "mendengarkan" dan membenarkan jika sang anak mulai mencampurkan imajinasi dengan keadaan yang sebenarnya. 

Jika kita sudah terbiasa mendengarkan anak kita bercerita, kita, sebagai orang tua akan sangat paham ketika anak kita berbohong. Kenapa saat itu, saya langsung dapat menyimpulkan kalau si Ibu jarang mendengarkan anaknya? Karena ketika anaknya diminta bercerita, alurnya maju mundur dan tidak bisa dipahami dengan hanya sekali mendengarkan. 

Harus beberapa kali ditanya memang untuk mendapatkan kisah utuh dari awal hingga akhir secara detail. Hingga akhirnya, terbongkarlah cerita runtut sang anak. Si anak, sebut saja dia Mawar, sedang bermain dengan teman sebayanya, tiba-tiba ada anak laki-laki seusia SMP memanggil untuk bermain di rumahnya. 

Entah setan apa yang merasuki si anak SMP itu yang tiba-tiba MENCIUM si Mawar. Mawar diam saja karena tidak merasa terganggu, dia anggap MENCIUM adalah hal yang wajar. Katanya, hal itu yang biasa dia lihat di televisi saat menonton sinetron bersama Ibunya.

Hari itu tidak terjadi apapun, kecuali hanya ciuman di pipi dari si pelaku ke Mawar. Belum menjurus ke hal-hal yang lebih intim. Hari berikutnya, sepulang sekolah, seperti biasa, Mawar bermain dengan teman sebayanya di lingkungan sekitar rumah, tiba-tiba Mawar kembali diminta bermain dengan si laki-laki SMP yang rumahnya memang sedang sepi tidak ada orang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun