Mohon tunggu...
FITRI HIDAYAH
FITRI HIDAYAH Mohon Tunggu... Lainnya - Bekerja di: Kemensos RI (2012-2024) DITAJENAD TNI AD (2024-Sekarang)

IAM THE ORDINARY ONE WHO REALLY WANT TO BE SPECIAL, BERUSAHA MENGUBAH SEMUA LELAH MENJADI LILLLAH AGAR MENJADI BERKAH

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

PKH, Program Andalan Pemerintah Memutus Rantai Kemiskinan di Indonesia yang Sedang Naik Daun

27 Februari 2019   15:21 Diperbarui: 27 Februari 2019   15:48 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PKH kembali naik daun bak artis fenomenal. Betapa tidak, banyak warga masyarakat yang mengungkit-ungkit kembali kevalidan data PKH setelah mengetahui besarnya bantuan non flat yang nominal bantuannya dihitung per komponen sebagai tindak lanjut dari Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Nomor 02/SK/LJS/01/2019 tentang Indeks dan Komponen Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan Tahun 2019 tanggal 7 Januari 2019, dimana besar bantuan yang diterima masing-masing komponen adalah Rp. 550.000,-/tahun sebagai bantuan tetap PKH reguler yang hanya diberikan di bulan Januari 2019 (Tahap 1 2019); Rp. 600.000,-/tahap per KPM yang mempunyai komponen Ibu Hamil atau Balita atau Apras atau lansia atau disabilitas; Rp. 225.000,-/tahap per KPM yang mempunyai komponen anak SD; Rp. 375.000,-/tahap per KPM yang mempunyai komponen anak SMP; dan Rp. 500.000,-/tahap per KPM yang mempunyai komponen anak SMA. Semua tetap berjalan sesuai dengan siklus PKH, yaitu bansos non flat PKH diberikan 4 tahap dalam 1 tahun.

Ada segelintir pendamping PKH di Indonesia yang mengibaratkan hal ini seperti membangunkan singa yang sedang tertidur, tetapi sebagian besar pendamping PKH (terutama di Kabupaten kendal), menganggap ini sebagai sebuah tantangan yang harus diselesaikan sedamai dan seadil-adilnya. Batasan adil dan damai tentu saja berbeda antara satu orang dan orang lainnya. 

Pun demikian dengan kriteria miskin yang sering dipergunjingkan di masyarakat. Banyak yang salah kaprah mengartikan kata "miskin" dengan hanya mengukur materi yang dilihat sekilas, sehingga dengan entengnya mengatakan bahwa "PKH SALAH SASARAN", tanpa berani memberikan prosentase salah sasaran yang dia maksud. 

Jika hanya 10% saja yang salah sasaran dan 90%nya adalah tepat sasaran, masih bisakah oknum tidak bertanggungjawab tersebut meneriakkan data PKH salah sasaran? 10% sepertinya angka yang cukup kecil, tapi mari kita hitung 10% dari seluruh KPM di Kabupaten Kendal (misalnya) dimana ada 40.487 KPM yang tersebar di 20 Kecamatan dan 286 Desa adalah sebanyak 4.050 KPM (silahkan hitung pakai kalkulator jika tidak percaya) yang merupakan data error. 

Data error sendiri di PKH dibedakan menjadi 2, yaitu inclusion error (yang dianggap kaya dapat PKH) dan exclusion error (yang dianggap miskin tidak dapat PKH). Jika 4.050 KPM error tersebut (10% dari total penerima PKH) dibagi rata ke 20 kecamatan, maka ada 204 KPM error per Kecamatan, dan jika dibagi rata per Desa ada 16 KPM error per Desa, terlihat banyak atau terlihat sedikit? Silahkan masing-masing menilai.

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
Tentang kriteria kemiskinan yang dipakai sebagai acuan data awal PKH adalah dengan menggunakan kriteria kemiskinan BPS, sebelum menjabarkannya, alangkah baiknya kita mengetahui berbagai sumber tentang kriteria kemiskinan. Kriteria Kemiskinan menurut World Bank (Bank Dunia) dan Badan Pusat Statistik.

Kriteria Kemiskinan menurut Bank Dunia:

  • Sangat Miskin, adalah orang yang hidup dengan pendapatan yang kurang dari AS$1 per hari per orang
  • Miskin, adalah orang yang pendapatannya kurang dari AS$2 per hari per orang

Dari kriteria tersebut, jika dalam 1 keluarga ada Ayah, Ibu, dan 1 anak sedangkan yang bekerja adalah hanya Ayahnya saja, jika pendapat ayahnya kurang dari Rp. 1.260.000,- (dengan asumsi AS$1 adalah minimal 14ribu rupiuah, dan pengeluaran minimal 14ribu x 3 orang/hari x 30 hari = 1juta 260ribu rupiah), maka keuarga tersebut tergolong SANGAT MISKIN. Pun, dengan keluarga yang sama, tetapi penghasilannya adalah sebesar 2,5juta, menurut Bank Dunia juga masih tergolong MISKIN.

Berdasarkan standar tersebut, 21% dari penduduk dunia berada dalam keadaan "sangat miskin", dan lebih dari setengah penduduk dunia masih bisa dikatakan "miskin". Karena dirasa tidak sesuai dengan situasi dan kondisi di Indonesia, maka BPS mem-break down  lagi Kriteria kemiskinan menjadi 5 indikator kemiskinan, yaitu:

  1. Tidak miskin, pengeluarannya per orang per bulan lebih dari Rp. 350.610,- (jika ada Ayah, Ibu, dan 1 anak, pendapatan minimal adalah 1,6 juta , asumsi pengeluaran tidak terduga/hutang 1x pengeluaran minimal/orang)
  2. Hampir tidak miskin, pengeluarannya per bulan per orang antara Rp. 280.488 -- Rp. 350.610,- (pendapatan minimal adalah 1,3-1,5 juta)
  3. Hampir miskin/Rentan Miskin, pengeluarannya per bulan per orang antara Rp. 233.740 - Rp. 280.488,- (pendapatan minimal 1,1 -1,4 juta)
  4. Miskin, pengeluarannya per bulan per orang antara Rp. 233.740 ke bawah (pendapatan minimal adalah 1juta)
  5. Sangat miskin (kronis) tidak ada kriteria berapa pengeluaran per orang per hari (kalau ada dikeluarkan, kalau tidak ada uang, tidak makan). Diperkirakan jumlahnya mencapai sekitar 15 juta jiwa (BPS, 2015)

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
Dari kelima indikator itu, BPS mem break down lagi menjadi 14 kriteria kemiskinan yang dianggap mewakili multidimensi kemiskinan yang dilihat dari kesehatan, makanan dan gizi, pendidikan, kondisi pekerjaan, situasi kesempatan kerja, konsumsi, tabungan, pengangkutan, perumahan, sandang, rekreasi, dan hiburan, jaminan sosial, serta kebebasan:
  1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang
  2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan
  3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.
  4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga lain.
  5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
  6. Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindung/ sungai/ air hujan.
  7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/ minyak tanah
  8. Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam dalam satu kali seminggu.
  9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun
  10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari
  11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/ poliklinik
  12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan
  13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/ tidak tamat SD/ tamat SD.
  14. Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit/ non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

Dari keempatbelas variabel tersebut, tidak harus 14-14nya dipenuhi untuk bisa dikatakan sebagai Keluarga MISKIN, cukup 9  dari 14 variabel itu saja terpenuhi, maka keluarga tersebut sudah dapat digolongkan sebagai keluarga MISKIN. Kriteria inilah yang dipakai sebagai acuan miskin untuk dapat menjadi Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH.

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
Semoga sampai disini sudah sedikit paham tentang arti miskin yang sesungguhnya dan tidak ada lagi yang menanyakan dengan nada sumbang tentang kriteria miskin yang dipakai PKH. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana cara mencari solusi agar KPM yang terindikasi mampu tersebut bersedia mengundurkan diri dari PKH. Saya pribadi membedakannya menjadi 2, yaitu cara "HALUS" dan cara "KASAR" tanpa kekerasan untuk membuat KPM Mampu Mundur Ikhlas dari PKH. 

Cara halus adalah cara yang dipakai beberapa pendamping hebat yang ahli memotivasi KPM, sehingga berhasil "menyentuh hati" KPMnya dengan cara yang halus dan dengan bahasa persuasif saat Pertemuan Kelompok Bulanan (PKB), sehingga KPM tersebut meminta Surat pernyataan mengundurkan diri dari kepesertaan PKH untuk kemudian ditempelinya dengan materai 6000 dan ditandatangani. 

Mungkinkah? Iya dan sudah ada buktinya, Di Kabupaten Kendal sendiri sudah ada sekitar 246 KPM yang mundur ikhlas (istilah PKHnya adalah Graduasi Mandiri) karena sudah merasa sejahtera hanya dalam waktu 2 bulan.

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
Lalu, bagaimana membuat KPM PKH Mampu tersebut mundur sendiri dengan cara "KASAR"? Karena cara halus sudah dilakukan berkali-kali, tetapi tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan? Kasar disini bukan berarti dengan urat apalagi otot. 

Kasar di sini adalah menyentuh hati mereka bukan dengan "mengelus-elus" atau memotivasi, tetapi dengan melakukan cubitan kecil agar KPM mampu tersebut tahu ada yang salah dengan kepesertaannya.

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
Contohlah Kecamatan Sukorejo dan Brangsong di Kabupaten Kendal yang sudah melakukan "cubitan" kecil di hati KPMnya. Sejak awal Januari 2019. Seluruh Pendamping PPKH Kecamatan Sukorejo sepakat untuk melakukan AKSI yang sudah Viral di banyak Group Medsos tersebut. 

Mereka menempelkan Stiker "cubitan" itu dengan kata-kata KELUARGA MENUJU SEJAHTERA. Jujur itu Indah, juga membawa berkah, Ayo Bangkit!!! Kemiskinan bukan takdir. Menurut informasi dari Dwi Setyowati, S. Pd., pendamping PKH Kecamatan Sukorejo, sudah hampir 98% rumah KPM dari 2.716 KPM PKH di Kecamatan Sukorejo ditempeli dengan stiker itu.

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
"Tidak ada KPM yang marah-marah ketika rumahnya ditempeli stiker itu, cuma ada beberapa KPM yang bertanya, nek semisal rumah saya tidak ditempel bagaimana? Gampang saja Bu, kalau semisal malu rumahnya dipasangi stiker karena sudah bagus, silahkan Ibu mundur dari PKH, dan alhamdulillah, di dampingan saya, sudah ada beberapa KPM yang mundur secara "ikhlas" setelah stiker itu dipasang", kata perempuan berjilbab itu dengan detail (30/01).

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
Dwi juga menjelaskan bahwa, ketika KPM PKH Mundur, KPM tersebut wajib menandatangani Surat Pernyataan Mengundurkan Diri bermaterai yang ditandatangani pendamping dan disaksikan pihak pemerintah desa dan Stiker PKH yang telah ditempel, langsung dilepas oleh pendamping yang bersangkutan.

"Dengan begitu, kami bisa mencubit KPM mampu itu agar bisa "ikhlas" mundur dari PKH, karena kami sadar, ikhlas itu butuh perjuangan, inilah perjuangan KPM untuk belajar ikhlas memperbaiki takdir bukan dengan berpura-pura miskin demi mendapatkan bantuan dari pemerintah", tutup Dwi.

Lain Sukorejo, lain pula Brangsong. Anis Nuraini, S. Tr., Keb., dengan berbekal uang dekon Provinsi yang ia dapatkan setiap triwulan sekali untuk pemberdayaan KPM, ia sisihkan sebagian untuk pembuatan stiker viral tersebut. 

Tulisannya (menurut pribadi penulis) lebih "mencubit" dan greget. Penerima Bantuan PKH Kecamatan Brangsong, dilengkapi dengan nama Pengurus dan kalimat: Jujur itu indah, juga membawa berkah, Ayo bangkit! Kemiskinan bukan TAKDIR... Laporkan segera apabila Keluarga ini Terindikasi Mampu. Anis mengaku, baru separuh KPM dari 313 KPM dampingannya saja yang rumahnya ditempeli stiker, dan selama ini para KPM tersebut tidak keberatan dengan aksi yang dilakukan Anis.

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
Lain di Kendal, lain pula di Kabupaten lain. Ada beberapa Kabupaten yang memang mendanai aksi pemasangan stiker itu demi kevalidan data. Di Kabupaten Wonosobo misalnya, dengan Kop Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Wonosobo ditambahi logo kementerian Sosial RI dengan tulisan KELUARGA MISKIN PENERIMA BANTUAN SOSIAL PKH, BPNT, KIP, KIS/PBI. GAS SUBSIDI, LISTRIK SUBSIDI sudah tertempel manis di rumah para KPM penerima bansos. 

Bahkan di Kabupaten Kebumen, stiker dengan tulisan, "Saya Benar-Benar Keluarga Miskin yang Layak Menerima Beras Miskin/Beras Sejahtera" dengan diakhiri doa, "Ya Allah Sejahterakan Saudara Kami yang miskin ini, tapi apabila mereka berpura-pura miskin, maka Azab-Mu amatlah Pedih", sudah ada sejak BPNT masih dinamai Rastra/Raskin. 

Bahkan, dari sumber pkhlebak.blogspot.com menyebutkan bahwa berkat stiker ini 19 Warga Banyumudal Kecamatan Buayan tidak mau lagi menerima Rastra di bulan Oktober 2017. Hal yang sama juga dilakukan oleh beberapa Kabupaten di Jawa Tengah. Bahkan DI Jawa Timur, pelabelan tidak hanya dengan memasang stiker, melainkan dengan cara mem-pilok tembok rumah KPM Penerima Bansos.

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
Ada yang pro, ada juga yang kontra dengan pemasangan stiker itu. Menurut beberapa sumber yang dirangkum dari berbagai Group SDM PKH di Indonesia, dapat disimpulkan bahwa pelabelan Warga Miskin dengan stiker PKH mempunyai beberapa efek negatif, diantaranya:
  • Stiker tersebut secara tidak langsung mendiskriminasi psikologis penerima bantuan;
  • (masih secara psikologis) pemasangan stiker tersebut "memaksa" penerima bantuan tersebut untuk keluar dari kepesertaan PKH karena malu;
  • Setelah psikologis penerima bantuan merasa terdiskriminasi, maka penerima bantuan akan merasa:
    • Malu, lalu keluar dari program, walaupun kondisinya masih sangat layak dibantu; atau
    • Penerima bantuan tersebut akan terus berpangku tangan pada bantuan karena sudah terlanjur diberi label miskin/sangat miskin.
  • Penerima manfaat akan enggan dan tidak termotivasi untuk secara sadar dan mandiri menumbuhkembangkan potensinya untuk berusaha melalui usaha-usaha ekonomi produktif, karena sudah diberi label sangat miskin/miskin.

Diluar pro dan kontra stiker viral itu, penulis pribadi menyatakan penempelan stiker sah-sah saja asal pemilihan diksinya dipikirkan bersama yang baik, halus, tetapi tetap mengena dan WAJIB ditempel sendiri oleh Pendampingnya serta jelas aturan mainnya, bagaimana jika stiker itu sobek (atau sengaja disobek), atau rusak dll. 

Di samping manfaatnya untuk menyadarkan KPM mampu, harus juga dipikirkan bagaimana cara mengembalikan kepercayaan dan harga diri KPM asli miskin yang rumahnya ditempeli stiker. Dan jika memungkinkan, biaya pembuatan stiker bisa ditanggung oleh pihak Pemerintah Daerah.

Bagaimanapun caranya, memvalidkan data bukanlah perkara mudah, semudah membalikkan tangan, tetapi percayalah, ketika kita meluruskan niat dan melakukan semuanya dengan ikhlas ibadah semata untuk mengharap ridlaNya, akan ada skenari indah dari sang Pencipta Alam di waktu yang indah pula...

Semangat mengabdi kawan.

Oleh: FITRI HIDAYAH, M. Pd. (Administrasi Pangkalan Data PKH Kabupaten Kendal)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun