Pemberitaan seputar virus hMPV (human metapneumovirus) pada awal Januari 2025  menuai sorotan publik Tanah Air. Penyakit infeksi pernapasan dari virus hMPV, yang masuk ke dalam famili Pneumoviridae, genus Metapneumovirus ini umum terjadi saat musim dingin.
Kemunculan virus hMPV -- yang telah ditemukan sejak 2001 dan bersirkulasi lama -- ramai dikaitkan dengan pandemi dan COVID-19. Bahkan cuitan warganet ada yang menyebut 'siap-siap pandemi jilid 2' atau 'HMPV ini plandemi alias pandemi yang direncanakan.'
Ada pula yang merasa seakan deja vu seperti halnya awal pandemi COVID-19. Cuitan lainnya, 'berita HMPV cuma nakut-nakutin doang! Jangan lagi kita masuk rekayasa plandemi.' Â
Ketika membaca cuitan-cuitan di atas, sebuah pertanyaan besar mengganjal di pikiran, 'Kenapa sampai dikaitkan dengan pandemi dan COVID-19?' Pertanyaan yang masuk chat WhatsApp pun berbunyi, 'hMPV dan COVID-19, jadinya enggak sekeluarga?'Â
Ini bukan kali pertama, selepas COVID-19, pemberitaan mengenai kemunculan beberapa penyakit beserta virus penyebabnya seringkali dikomentari warganet yang langsung menyebut 'ini pandemi' atau 'rencana pandemi berikutnya bakal datang.'
Padahal, penggunaan istilah pandemi semestinya harus hati-hati. Begitu jua tatkala kita berkomentar di media sosial maupun dalam hal penulisan pemberitaan.Â
Muncul penyakit, tidak sembarangan menyebut sebagai 'pandemi'
Salah satu yang perlu diperhatikan adalah tidak asal sebut penyakit yang muncul dengan kata-kata 'pandemi.' Kewaspadaan dan antisipasi terhadap penyakit memang harus dibangun, tapi bukan berarti semua penyakit yang mendadak muncul alias nongol langsung disebut pandemi.
Teringat, beberapa penyakit belakangan ini yang muncul, seperti Avian Influenza A (H5N1) menyebabkan flu burung dan diprediksi akan menjadi ancaman kesehatan global pada 2025. Cuitan yang beredar dengan narasi 'pandemi flu burung H5N1 sedang disiapkan' atau 'ancang-ancang pandemi baru: flu burung manusia H5N1.'
Ada juga wabah Mpox di Afrika yang dinyatakan sebagai Keadaan Darurat Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (Public Health Emergency of International Concern/PHEIC) oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk kedua kalinya pada tahun 2024.
Cuitan warganet soal Mpox ada yang menyebut 'hati-hati pandemi virus Mpox' atau 'new pandemic Mpox.' Cuitan yang menyebut sebagai pandemi sebenarnya tidak tepat karena WHO sendiri tidak menyatakan status pandemi pada Mpox.Â
Situasi hMPV yang menghebohkan sekarang, ditegaskan WHO bahwa sampai saat ini tidak dinyatakan deklarasi darurat kesehatan. Penegasan ini disampaikan WHO melalui unggahan video di akun X UN Geneva pada 7 Januari 2025.
Perlu diketahui, status kedaruratan kesehatan global dan pandemi, baik penetapan maupun pencabutan dinyatakan oleh WHO. Pandemi bersifat global, artinya wabah penyakit dalam cakupan menyebar luas di berbagai negara di dunia, bukan hanya untuk satu negara saja.
Sesuai amandemen International Health Regulations (IHR) yang diadopsi oleh Majelis Kesehatan Dunia ke-77, keadaan darurat pandemi berarti keadaan darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional yang disebabkan oleh penyakit menular.Â
Kriteria darurat pandemi di antaranya, memiliki atau berisiko tinggi memiliki, penyebaran geografis yang luas ke dan di dalam beberapa Negara serta menyebabkan atau berisiko tinggi menyebabkan gangguan sosial dan/atau ekonomi yang substansial, termasuk gangguan lalu lintas dan perdagangan internasional.
Kewaspadaan perlu, tapi asal sebut 'pandemi' menimbulkan kekhawatiran berlebih
Setiap penyakit, terlebih lagi penyakit menular yang lagi mewabah, kewaspadaan dan antisipasi perlu dibangun. Masyarakat diingatkan kembali dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), seperti cuci tangan pakai sabun dan pakai masker bila sakit mirip flu atau ketika berhadapan dengan seseorang yang sakit flu.
Di sisi lain, kewaspadaan kerap kali justru dianggap menimbulkan kekhawatiran dan ketakutan di kalangan publik. Padahal, ditujukan supaya masyarakat semakin aware untuk saling memerhatikan kesehatan.
Bayangkan, apa yang terjadi bila wabah penyakit yang muncul langsung dikomentari dan dikaitkan sebagai 'oh, pandemi baru' atau 'siap-siap kita pandemi lagi?' Hal ini tidak tepat karena tak semua wabah penyakit atau kenaikan kasus penyakit tertentu dinyatakan sebagai darurat kesehatan global maupun pandemi.
Kehati-hatian inilah yang penting. Contohnya pada kasus penyakit hMPV sekarang, komentar menghubungkannya dengan pandemi dan COVID-19 dapat menimbulkan kekhawatiran berlebih.
Bahkan ada warganet yang mencuit 'tiba-tiba ada yang borong handsanitizer, masker dan obat-obatan.' Entah benar atau tidak.Â
Timbulkan misinformasi dan asal diagnosis sendiri
Pemberitaan virus hMPV dikaitkan dengan pandemi dan COVID-19 turut memunculkan beberapa narasi misinformasi. Narasi sebagai virus baru dan virus mematikan cukup ramai.Â
Hal ini tidaklah benar, sebab virus hMPV sudah lama beredar, bukan virus baru dan tidak mematikan. Meski begitu, kita tetap harus waspada dan mencegah agar tidak terinfeksi dengan penerapan PHBS.Â
Ada pula komentar warganet yang mencuit 'demam, batuk, flu, jangan-jangan COVID-19, kalau enggak ya hMPV.' Komentar asal diagnosis ini dapat membuat seseorang semakin cemas, sebaiknya jika ingin memastikan penyakit yang dialami dapat memeriksakan diri ke dokter. Â
Bahkan beredar klaim hoaks yang menarasikan, hMPV adalah virus sintetis yang dibuat di laboratorium.Â
Kenali dulu patogen, cari tahu epidemiologi penyakitnya
Dalam menyampaikan informasi pemberitaan penyakit yang mewabah atau virus dan bakteri baru kepada publik, kita harus memahami terlebih dahulu keduanya. Kenali patogen dan cari tahu lebih banyak epidemiologi penyakitnya.
Epidemiologi penyakit meliputi sejauh apa penyebaran, penularan dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Kita bisa mencari informasi lebih detail melalui situs resmi WHO dan Centers for Disease Control and Prevention (CDC).
Dengan cara tersebut, kita tidak asal menghubungkannya mirip dengan COVID-19 dan menyebut sebagai pandemi.
Mungkin tebersit pertanyaan, "Lho, kan WHO sudah mengeluarkan daftar patogen atau penyakit yang berpotensi pandemi?" Itulah hubungannya dengan pesan kunci yang dimaksud dalam tulisan ini.
Bahwa kita mesti cari tahu lebih banyak informasi dulu mengenai suatu penyakit tertentu yang sedang mewabah, sebelum menyampaikan kepada publik. Misalnya, apakah patogen atau penyakitnya masuk kategori potensi pandemi atau bukan.
Lalu, bagaimana cara tepat menulis wabah penyakit atau penyakit yang kasusnya lagi naik?Â
Pertama, kita bisa fokus membahas asal usul patogen dan penyakit, penularan dan penyebarannya. Kedua, respons pemerintah terkait kebijakan, kewaspadaan dan kesiapsiagaan. Ketiga, penyampaian edukasi soal pencegahan dan pengobatan.Â
Satu hal yang patut dipahami adalah yang namanya pandemi itu tidak tahu kapan pasti terjadi. Tentunya, kita semua berharap semoga tidak ada pandemi lain lagi setelah COVID-19.
Kita juga tidak bisa memastikan secara jelas, patogen atau penyakit tertentu yang mungkin menjadi pandemi di masa depan. Yang perlu kita lakukan terhadap segala kemunculan wabah penyakit adalah tetap waspada, carilah informasi dari sumber-sumber valid (situs Kementerian Kesehatan, WHO, CDC) agar tidak termakan hoaks serta jangan lupa PHBS.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI