Mohon tunggu...
Fitri Haryanti Harsono
Fitri Haryanti Harsono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis di Kementerian Kesehatan RI

Akrab disapa Fitri Oshin | Jurnalis Kesehatan Liputan6.com 2016-2024. Spesialisasi menulis kebijakan kesehatan. Bidang peminatan yang diampu meliputi Infectious disease, Health system, One Health, dan Global Health Security.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Tiga Sifat Positif yang Terbentuk Berkat Commuter Line

5 Desember 2015   21:03 Diperbarui: 5 Desember 2015   21:09 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Bagi Anda yang tinggal di ibu kota Jakarta dan sekitarnya, moda transportasi ‘kuda besi’ ini makin bersinar. Pada jam-jam sibuk, terutama hari kerja, ribuan penumpang menyemuti stasiun, menanti tibanya commuter line.

Sebagian Anda mungkin tidak terbiasa naik commuter line karena harus berdesak-desakkan. Tidak dipersalahkan alasan Anda, nyatanya memang hal tersebut pemandangan lumrah.

Di balik itu, commuter line justru mampu membentuk sifat positif para penumpangnya. Keuntungan naik commuter line ini bisa dibilang memberikan manfaat secara psikologis.

Kunci utamanya tergantung Anda menyikapi, terlebih lagi Anda yang menjadi pelanggan sehari-hari.

Olah kesabaran

Suasana naik commuter line sudah terasa ‘panas’ sejak Anda menunggu di peron. Sadar atau tidak, Anda yang bernyali kuat berdiri di paling depan—bahkan melebihi garis kuning batas aman. Tentunya, Anda ingin masuk secepat mungkin.

Uji kesabaran di depan mata. Meskipun Anda dikejar waktu, Anda harus sabar menunggu penumpang turun. Kenyataannya memang sulit mengaplikasikannya di lapangan. Penumpang berlomba-lomba masuk dan saling dorong.

Kesabaran pun terlihat dari ucapan yang Anda lontarkan. Saat berdesak-desakkan seringkali keluhan,  “Woy, jangan dorong-dorong donk; Aduh, pelan-pelan,” terdengar saling bersahutan.

Bukan hanya itu saja, emosi penumpang laki-laki pun ikut goyah. Saking padatnya dan mungkin tidak tahan didorong-dorong. Saya pernah menyaksikan penumpang laki-laki melontarkan kata-kata kasar dan menyebut nama binatang.

Akibatnya, adu mulut terjadi antar-penumpang laki-laki yang berucap demikian dengan penumpang laki-laki lain yang berada tepat di belakangnya.

“Siapa yang Mas maksud dengan (maaf) anjing? Saya juga didorong dari belakang.” Suasana memanas, tidak ada yang mau kalah. Hingga di pemberhentian stasiun berikutnya, keduanya turun. Entah apa yang terjadi selanjutnya.

Kejadian semacam ini mungkin tidak hanya satu-dua kali saja. Olah kesabaran Anda dengan menerima kondisi yang terjadi. Rasa memaklumi dan saling mengerti menjadi benteng kuat sikap dan hati.

Kesabaran pun bisa dipupuk dengan memotivasi diri sendiri. Panas, terjepit, didorong-dorong dan lainnya bukan hanya Anda sendiri yang mengalami, ribuan penumpang lain bernasib serupa dengan Anda.

Peka mata hati

Jika bangku di commuter line berjumlah sama dengan jumlah penumpang, maka Anda pasti senang untuk duduk. Benar atau tidak, Anda pasti mencari bangku kosong tatkala masuk ke kereta.

Nyatanya, Anda berada di dunia realitas. Bangku diprioritaskan kepada penumpang yang lebih membutuhkan untuk duduk. Kepekaan rasa, mata hati Anda diuji.

Saat Anda melihat ibu hamil dan lansia, persilakanlah mereka duduk. Anda juga harus sigap berdiri, jangan berpura-pura tidur. Selama fisik Anda kuat, rasanya tidak masalah kalau berdiri sepanjang perjalanan.

Mungkin mempersilakan duduk termasuk sepele, tapi hal itu akan menjadikan Anda peka terhadap lingkungan sekitar. Peka mata hati bak cara Anda menghargai penumpang lain.

Selain itu, menjadikan hati Anda lembut dan terbuka. Anda tidak mungkin bersikukuh duduk diam, sementara di depan Anda berdiri lansia bukan. Anda pasti tidak mau diteriakkan penumpang lain.

Jiwa tenang

Tidak selamanya naik commuter line membuat stres. Ada penghiburan yang membuat Anda tertawa geli. Saya seringkali mendengar candaan spontanitas dari penumpang lain.

Misal, saat naik kereta tengah padat-padatnya, ada seorang ibu berucap, “Awas, ketinggalan pantatnya!”

Kalimat penegasan yang serius, tapi karena si ibu berbicara dengan logat batak, yang terjadi disambut tawa dari penumpang lain.

Lain pula, komentar yang terdengar dari seorang anak muda. Ketika kereta sudah tidak muat lagi dan penumpang terus-menerus bergeser ke dalam, anak muda itu berucap, “Waduh, Bu. Ini udah enggak muat lagi, udah ‘mentok’.”

Tak ayal, tawa keras membahana  dari penumpang di sekitarnya. Bagi penumpang yang terlambat tertawa bahkan bingung, mungkin akan berpikir apa maksud dari ‘mentok’.

Tawa candaan seperti ini sekiranya sukses melepaskan kepenatan dan kepanasan di dalam kereta. Penghiburan yang menjadikan hati dan jiwa Anda tenang. Hal tersebut ditujukan agar Anda menikmati setiap momen di dalam commuter line.

Jiwa yang tenang akan membuat Anda lebih mudah mengontrol emosi secara baik. Anda akan terbiasa saat berdesak-desakkan ria, kereta miring ke kanan-kiri-samping. Komentar spontanitas buruk pun bisa ditekan.

 

Depok, 5 Desember 2015

 

 

Ilustrasi: Commuter Line

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun