Mohon tunggu...
Fitri Haryanti Harsono
Fitri Haryanti Harsono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis di Kementerian Kesehatan RI

Akrab disapa Fitri Oshin | Jurnalis Kesehatan Liputan6.com 2016-2024. Spesialisasi menulis kebijakan kesehatan. Bidang peminatan yang diampu meliputi Infectious disease, Health system, One Health, dan Global Health Security.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Produk Budaya Peranakan Tionghoa sebagai Aset Budaya Bangsa

26 April 2012   08:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:05 1892
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tari cokek dikenal dengan 'wayang cokek', yaitu bernyanyi dengan diiringi gambang kromong. Tarian ini dimiliki oleh para orang kaya pada zaman dulu saat kolonial. Hiburan diperhelatkan di rumah-rumah pengantin yang menggelar pesta perkawinan. Ada hal-hal erotis dalam tarian cokek. Cukong (tuan tanah) diangkat oleh orang-orang Belanda. Yang bermain gambang kromong diberi baju-baju yang baik. Anak-anak wayang tampil dengan baik. Hal itu berarti menandakan status sosial cukong itu baik.

Gambang kromong dan tari cokek tidak bisa dipisahkan. Munculnya tari cokek berasal dari lagu-lagu gambang kromong. Tarian mengiringi musik. Gambang kromong lahir duluan, barulah lahir tari cokek. Realitanya sekarang, gambang kromong dianggap mahal sehingga tergeser musik-musik lain. Gambang kromong dan tari cokek sudah mulai luntur sebab tidak ada yang memelihara. Tidak ada regenerasi yang mengakibatkan kedua hal itu sebagai aset budaya, hampir punah.

Tari Betawi hampir sama dengan tari cokek. Semua dasar tari Betawi dari tari cokek. Kini sudah ada tari cokek modern yang berbeda dari tari cokek tradisional.Gambang kromong bisa berdiri sendiri. Namun, kalau gambang kromong punah, maka dengan sendirinya tari cokek ikut punah.

Gambang kromong dulu aslinya berasal dari lagu-lagu Tionghoa. Tari cokek pakaian-pakaiannya dari Tionghoa. Tari cokek ini cukup sederhana dan tidak glamor sebagai tari pergaulan. Adanya akulturasi budaya ini bukan saja mengandung nilai etis, tetapi nilai religius juga adat-adat tertentu. ------------------------

Yang melakukan Cio Tau dimulai dari anak berusia 18-21 tahun dan telah dewasa. Cio Tau bagi masyarakat Tionghoa itu penting, yang belum melaksanakan Cio Tau ya sebaiknya laksanakan sebab jika telah melaksanakannya akan bertemu lagi dengan Cio Tau dan saat meninggal nanti akan dipakaikan baju Cio Tau. Sajian hidangan 12 mangkuk itu tidak wajib hanya menu saja. Menu sifatnya tidak standar dan berbeda-beda.

Hubungan Betawi dengan Tionghoa terdapat persamaannya. Cio Tau pada masyarakat Tionghoa ada buka cadar, begitu pula dalam pernikahan Betawi. Musik Betawi berasal dari Cina. Tanjidor merupakan transisi dari kebudayaan Eropa. Ondel-ondel hasil akulturasi Betawi. Awalnya digunakan oleh sebagian masyarakat sebagai pengusir setan, tetapi sekarang menjadi hiasan dan hiburan.

Seminar I Produk Budaya Peranakan Tionghoa sebagai Aset Budaya Bangsa dalam acara Sinofest XI 2012 Sastra Cina UI 19 April 2012 Auditorium Gedung 9 FIB UI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun