Maharani Kemal (Pakar Kuliner dan Budaya Betawi)
Kuliner Betawi
Sebuah pertanyaan yang menarik, "Apakah budaya kaum Indonesia imigran bisa diaktualisasikan oleh masyarakat Indonesia yang tinggal di pesisir?" Imigran di Cina diambil sebagai khazanah budaya bangsa. Salah satunya adalah masyarakat Indonesia mengadopsi kuliner.
Siapa yang tidak kenal Mie? Ya, mie sebenarnya berasal dari Tionghoa. Kuliner populer sekitar tahun 1970-an adalah bakmi bakso hingga mie ayam, kini sudah memasyarakat di Indonesia, bahkan masih ada orang Cina yang bergelut dalam bidang ini.
Betawi memakai budaya kuliner Tionghoa ketika perayaan Cap Go Meh, yaitu bandeng Cap Go Meh. Orang Betawi membesarkan bandeng kemudian dipanen saat perayaan Cap Go Meh. Kemudian saat itu juga bandeng-bandeng itu dijual. Besarnya bandeng memiliki filosofi bagi status laki-laki yang mengartikan kondisi kemapanan laki-laki. Suatu momen yang diaktualisasikan oleh masyarakat Betawi.
Awal mula mie dari Cina. Masyarakat Indonesia kreatif dalam mengganti makanan yang tidak halal menjadi makanan halal. Awalnya, mie tidak halal untuk dikonsumsi masyarakat Indonesia disebabkan bahan-bahan mie berasal dari bahan yang tidak halal. Oleh karena itu, bahan pembuatan mie pun diganti ke bahan-bahan yang halal.
Kuliner Betawi terdapat kuliner bubur asie yang kuahnya berupa kuah semur.Makanan lainnya, antara lain bakpia, bakpao, kue keranjang, dan lain-lain. Yang fenomenal yaitu kwetiau juga dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Pada awalnya, kwetiau terbuat dari minyak hewan yang tidak bisa umat muslim makan. Hal ini menjadi kesempatan di Pontianak, kwetiau itu dengan mengganti minyak hewan dengan minyak nabati sehingga sudah tidak ada masalah lagi untuk dikonsumsi oleh umat muslim. Tak ketinggalan, ada pula lontong Cap Go Meh, cap cay, dan juga fuyunghai yang populer.
Kekerabatan paling intim masyarakat Tionghoa terjadi di Pontianak dan Medan. Masyarakat Betawi pada perayaan Cap Go Meh di Kebayoran Lama, Jakarta menjual bandeng, sedangkan pesta besar diadakan di Tanah Abang, Jakarta.
Turita Indah Setyani (Dosen Program Studi Sastra Jawa UI)
Cokek dan Gambang Kromong
Masyarakat Cina Benteng bergerak membuka wilayah ke Tangerang yang bermukim di wilayah Cisadane. Tercipta kehidupan alami antar masyarakat, tetapi sayang sekali tidak diperhatikan. Toleransi beragama tinggi dibuktikan adanya tempat peribadatan yang berdekatan seperti kelenteng, mushola, Taman Pendidikan Al-Quran (TPA), dan gereja. Hal ini tidak ada masalah dan kerukunan tetap terjaga. Peranakan Tionghoa tersebut mengakui sebagai orang Betawi.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!