“Saya diajak sama pengawal kerajaan, ada kereta kuda. Malam tadi tidak bisa tidur, jadi nonton televisi saja. Tak terasa sudah pukul 01.00 lebih, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu ruang tamu kita,” ungkap Pak Cahyo sambil menerawang ke langit-langit rumah.
Bu Endang, Yudi, dan Amir saling pandang. Tak sepatah kata pun keluar. Seperti dongeng kerajaan saja.
Tok… Tok… Tok… Assalamualaikum…
“Begitu suara yang terdengar. Entah kenapa, saya buka saja pintunya. Selang sepersekian menit, saya sampai ke istana yang megah, luas, dan indah sekali. Temboknya dari marmer asli, bercahaya menyilaukan mata. Orang-orangnya berpakaian ala Barat klasik,” lanjutnya.
“Terus ngapain Bapak di sana? Apa tidak merasa aneh,” tanya Yudi penasaran.
“Tidak aneh juga sih. Rasanya nyaman saja. Bapak nonton pesta, ada pertunjukan teater juga tari-tarian. Makanan dan minumannya terhampar luas di atas meja makan yang panjang sekali. Semuanya sibuk, jadi tidak sempat ngobrol-ngobrol sama seseorang. Akhirnya, kantuk. Jadi ketiduran,” tutup Pak Cahyo.
“Kok Bapak bisa diajak begitu. Bahaya, Pak! Kalau begitu, jangan lagi lewat pohon kapuk raksasa!” sahut Bu Endang sambil menghela napas.
“Kemarin sore, Bapak telat ke masjid mau salat maghrib. Sempat lari pas lewat pohon kapuk raksasa, tidak tahunya malah diikuti juga,” kata Pak Cahyo.
***
Januari 2014.
Hujan deras begitu awet sampai larut tiba. Angin dingin masuk melewati celah-celah jendela ruang tamu. Tanganku masih lincah menari di atas keyboard laptop. Jurnal ilmiah sebagai tugas akhir kelulusan mesti rampung malam ini.
Kebetulan gonggongan si Doggy tidak terdengar. Ah, pasti kedinginan anjing kecil itu. Tinggal aku yang masih melek. Sendirian. Kedua orangtua dan adik laki-lakiku sudah terlelap menikmati mimpi masing-masing.
Tok… Tok… Tok…
Suara ketukan pintu ruang tamu membuat tanganku berhenti mengetik. Sepi. Mungkin hanya suara angin saja. Kumatikan lagu yang asyik sedari tadi dinikmati lewat headphone.
Tok… Tok… Tok…
Kembali suara terdengar. Kecil sekali. Sayup-sayup.
“Hei, siapa di situ? Lagi sibuk ngetik tahu!” kataku sendiri memecah kesunyian. Segera kuambil air putih. Kerongkonganku terasa kering.
Fii…triii…
Eh, ada yang memanggil namaku. Siapa gerangan? Baru pukul 02.00 dini hari. Layar laptop masih menyala. Pelan-pelan aku berjalan mendekati pintu ruang tamu. Sambil memicingkan mata di celah gorden yang tidak tertutup rapat.
Assalamualaikum…
Jantungku berdetak sepuluh kali lipat, tak karuan. Napas tercekat di tenggorokan. Tubuh tak bisa bergerak. Mulut kaku. Kaki teramat berat. Cangkir yang kupegang terlepas. Air minumku tumpah membasahi sofa. Kepala pusing. Mata pun berkunang-kunang. Pandanganku gelap.
Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community dengan judul: [FKK] Inilah Perhelatan dan Hasil Karya Peserta Event Fiksi Kota Kelahiran.
Silahkan bergabung di FB Fiksiana Community.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H