Mohon tunggu...
Fitria Yusrifa
Fitria Yusrifa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fulltime Traveloving-Blogger - Magister Student

Lahir di Bangkalan, sebuah kabupaten kecil di pesisir selat Madura, 14 Maret 1994 silam. Mencintai passion-nya di dunia trave(love)-blogging yang digeluti sejak awal semester kuliah di jenjang sarjana. Fitria adalah seorang Mahasiswa Berprestasi Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada tahun 2015 yang telah lulus dari pengerjaaan tugas akhir jenjang pendidikan Strata-1 di Fakultas Filsafat UGM tentang Guyub Rukun Masyarakat Merapi dalam menghadapi erupsi. Sangat tertarik dengan dunia pendidikan (anak-anak), riset, kearifan lokal dan budaya, sastra, serta menggambar dan bermain musik. Saat ini tengah menempuh pendidikan di S2 Ketahanan Nasional, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada sekaligus berstatus sebagai Awardee Beasiswa LPDP Kemenkeu-RI.

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Mewujudkan Kedaulatan Siber di Tengah Lemahnya Keamanan Data Privadi di Indonesia, Mungkinkah?

26 Agustus 2021   18:17 Diperbarui: 26 Agustus 2021   18:23 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sebagai dampak dari globalisasi, dunia kini tengah menghadapi pudarnya batas-batas dalam ruang lingkup wilayah fisik atau deteritorialisasi. Hal ini mengakibatkan aktivitas sosial, politik, dan ekonomi dalam satu tempat dapat memengaruhi kondisi individu dan komunitas di negara lain. Konsekuensi dari fenomena ini yang turut dirasakan oleh berbagai pihak, terutama Indonesia sebagai negara berkembang adalah lalu lalang informasi di dunia virtual yang tidak bisa dibendung. 

Hal ini turut diperkuat dengan perkembangan dan kemajuan teknologi informasi yang berlangsung secara global dewasa ini. Perkembangan dan kemajuan teknologi informasi setiap tahunnya kian canggih dan maodern, serta ditunjang oleh sistem dan produk teknologi baru yang menuntut kita bergerak lebih cepat.

Lebih dari 5,190 milyar orang menggunakan internet pada tahun 2020 dengan perkiraan jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 196,71 juta. Hampir 64% dari total populasi penduduk di Indonesia terhubung dalam jaringan internet dan 59% di antaranya adalah pengguna aktif media sosial. Variasi dan jumlah pelanggaran atas data pribadi dimungkinkan meningkat di masa yang akan datang, seiring dengan jumlah pengguna internet di Indonesia . 

Di Indonesia, pelanggaran terhadap penggunaan data pribadi masih kerap terjadi . Sektor teknologi menduduki peringkat keempat dengan persentase sebesar 12% yang memiliki jumlah laporan pelanggaran sebanyak 84.394.833 laporan selama tahun 2017. Sebanyak 46% mayoritas pelanggaran disebabkan oleh attacker/hacker; 22% lebih diklasifikasikan sebagai “tidak sengaja dibuat oleh publik”; 21% diidentifikasi sebagai pencurian atau kehilangan piranti komputer; dan 10% disebabkan karena keterlibatan orang dalam . 

Jumlah ini dinilai cukup potensial untuk membangun kesadaran literasi media, namun sekaligus melahirkan ancaman baru dalam penegakan hukum di era disruptif. Selain itu, menurut data dari Akamai International 2013, Indonesia menempati peringkat kedua sebagai negara launchpad serangan siber. Hal ini menunjukkan betapa lemahnya pengelolaan terhadap ruang siber. Kelemahan ini berpotensi menimbulkan kerugian terhadap berbagai aktivitas yang berkaitan dengan dunia virtual.

Pada roadmap TIK 2016-2045, yang diakui sebagai kedaulatan negara saat ini adalah kedaulatan siber. Kedaulatan ini mengatur bagaimana negara harus memiliki kekuasaan dan kemampuan untuk mengatur dan mengawasi lalu lintas internet domestik maupun global di pintu gerbang keluar/masuk wilayah siber negara tersebut. Kedaulatan siber meliputi juga bagaimana keamanan dan kenyamanan siber warga negara; kewajaran penguasaan lokal; perlindungan atas critical infrastruktur Pemerintah; pengendalian atas penetrasi ideologi, politik, sosial, dan budaya; serta perlindungan warga dan anak-anak, baik untuk keamanan data maupun privasi. Namun, sejauh apa kedaulatan siber telah dicapai oleh Indonesia?

Pembicaraan terkait kedaulatan siber tidak bisa dilepaskan dari bagaimana negara memandang pentingnya penegakan hak individu atau perlindungan privasi bagi setiap warganya. Human security merupakan jenis keamanan yang memindahkan referent object dari negara menjadi individu. Pemenuhan atas keamanan tersebut akan dapat tercapai apabila kesejahteraan dan martabat manusia telah terpenuhi secara memadai. 

Konsep ini berangkat dari fakta sejarah pada akhir Perang Dunia II di mana mulai muncul kesadaran akan perlunya keamanan yang tidak semata berfokus kepada negara. Kasus Holocaust dan Pengadilan Nuremberg setidaknya membuka mata dunia betapa pentingnya pertimbangan terhadap perlindungan masyarakat dan bagaimana hal ini berpengaruh terhadap kedaulatan negara. Kesadaran ini semakin diperkuat setelah munculnya Piagam PBB bersamaan dengan Deklarasi Universal mengenai Hak Asasi Manusia dan Konvensi Geneva yang menyetujui dan mengakui adanya hak dari masyarakat, salah satunya adalah hak pribadi.

Konsep keamanan yang semula berakar pada “derivative of power” mulai direvisi dengan berkiblat pada pengertian masyarakat sebagai referent object. Hal ini dimaksudkan untuk menghapuskan gambaran bahwa negara adalah subjek yang selalu dalam kondisi memperebutkan power atau kekuasaan. Penetapan individu sebagai referensi menilai bahwa keselamatan individu merupakan kunci untuk mencapai keamanan global. Hal ini turut menekankan bahwa ketika keamanan individu terancam, maka keamanan global akan ikut terancam. Konsep keamanan dinilai terlalu sempit secara fundamental, sehingga perlu adanya pendekatan baru dalam tiga level, yaitu individu, negara, dan sistem internasional.

Prabowo, dkk (2020) memaparkan bahwa pada level individu, berfokus pada hubungan antara personal security yang memengaruhi entitas di level negara. Ancaman yang berpotensi untuk muncul berkaitan erat dengan lingkungan. Lingkungan ini tidak dapat menghindarkan subjek dari konsekuensi sosial, ekonomi, serta politik. 

Sehingga, bentuk ancaman pada level individu dapat disederhanakan menjadi ancaman fisik, ancaman ekonomi, ancaman terhadap posisi atau status dan ancaman terhadap hukum yang berlaku. Negara juga dapat menjadi ancaman bagi penduduk. Ada empat kategori ancaman yang menempatkan negara sebagai sumber ancaman, yaitu ancaman dari pembentukan dan penegakan hukum domestik; perebutan kekuasaan; tindakan politik dari negara terhadap individu atau kelompok; dan kebijakan keamanan eksternal.

Konsep privasi menjadi semakin penting untuk dibicarakan dewasa ini. Hal ini tidak lepas dari fenomena munculnya teknologi yang mampu merekam dan menyimpan bentuk baru dari informasi pribadi. Proses perekaman tersebut tidak dilakukan hanya dalam skala kecil, namun juga skala besar. Hak privasi setiap individu di Indonesia sebenarnya telah dicantumkan dalam beberapa regulasi atau peraturan di Indonesia. 

Rancangan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan hak-hak pengguna internet di Indonesia dari kejahatan digital telah disusun sejak tahun 2003 oleh Kementrian Komunikasi dan Informasi. Rancangan tersebut kemudian terwujud dengan disahkannya UU No,11 Tahun 2008 atau yang dikenal dengan istilah UU ITE. Namun, pada praktiknya, undang-undang yang awalnya bertujuan untuk melindungi hak-hak masyarakat Indonesia dalam memperoleh keamanan di ruang siber, justru menjerat berbagai aksi mengutarakan pendapat di dunia maya.

Aturan dasar dari pengajuan rancangan undang-undang dan berbagai aturan yang disahkan kemudian, berpijak pada Pasal 28G ayat 1 Undang-undang Dasar 1945. Dalam Pasal 28G ayat 1 membahas terkait kebebasan individu dalam menyimpan informasi dan perlindungan data serta informasi yang melekat pada diri tiap individu. 

Ayat ini juga secara eksplisit menjelaskan bagaimana negara bertanggungjawab penuh atas penjaminan hak individu untuk memperoleh keamanan data privasi yang dimiliki. Selanjutnya, data privasi dan hak privasi individu diatur dalam Pasal 26 UU No.19 Tahun 2016 yang berisi Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik. Pasal ini mengatur bagaimana informasi elektronik yang mengandung data pribadi hanya boleh digunakan atas izin dari pengguna atau individu terkait.

Regulasi lain yang turut mengatur data privasi dan hak privasi individu adalah Peraturan Pemerintah (PP) No.71 Tahun 2019 yang mengatur tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Privasi dalam Sistem Elektronik. 

Namun, regulasi yang ada sejauh ini belum spesifik mengatur terkait perlindungan privasi dan data privasi. Hak privasi mengandung dua pengertian, yaitu pertama, hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan terbebas dari segala macam gangguan; kedua, hak untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain tanpa tindakan memata-matai; dan ketiga, hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang.

Kendati privasi menjadi bagian dari hak asasi manusia, namun privasi tidak bersifat absolut dan memiliki batas-batas tertentu, seperti tidak menutup kemungkinan untuk mempublikasikan informasi pribadi seseorang untuk kepentingan publik; tidak ada kerugian yang diderita; orang yang bersangkutan telah menyatakan persetujuan bahwa informasi pribadinya akan disebarkan kepada umum; dan persetujuan atas privasi tersebut dilindungi oleh hukum karena sulit untuk menilai kerugian yang diderita. 

Perlu digarisbawahi bahwa regulasi yang ada selama ini bertujuan tidak hanya untuk memberikan perlindungan hukum kepada para korban, namun secara otomatis memberikan kepastian terhadap pengelolaan data dan informasi, terutama pada pengelolaan data pribadi. Tanpa adanya pengelolaan data dengan baik dan tepat, maka berujung pada penyalahgunaan data dan serangan kejahatan dunia siber atau cybercrime . Selain itu, perlindungan privasi dan data pribadi sangat memengaruhi perkembangan ekonomi digital suatu negara. Sehingga, perlu dilaksanakan secara integratif dan terarah. Keamanan siber dapat terjamin jika ada keterlibatan dan sinergitas dari seluruh pihak.

Lalu bagaimana kesiapan negara dalam mewujudkan kedaulatan siber di saat kasus pelanggaran data privasi marak terjadi dewasa ini? Kita perlu melihat hal ini secara komprehensif, artinya tidak hanya melihat bagaimana negara mempersiapkan regulasi terkait kedaulatan siber dan penjaminan atas hak-hak warga negara untuk data privasi yang dimiliki, namun juga mempersiapkan kualitas SDM yang unggul untuk bisa menyambut kedaulatan siber.

Berdasarkan penelitian dari Chasanah & Candiwan (2020), tingkat kesadaran keamanan siber mahasiswa Indonesia berada pada kriteria baik, dengan jangkauan persentase sebesar 80%. Namun, ada beberapa cakupan fokus yang harus ditangani demi adanya peningkatan potensi. Pada dimensi pengetahuan, malware dapat diatasi dan diperbaiki untuk bisa meningkatkan kesadaran keamanan siber. Pada dimensi sikap, ditemukan beberapa pelanggaran, seperti pengunduhan, pembagian maupun penggunaan konten bajakan. 

Sedangkan pada dimensi tingkah laku, ditemukan adanya aspek keamanan kata kunci, phishing, malware, dan unduhan konten bajakan.  Tidak sedikit kasus pelanggaran privasi yang terjadi di Indonesia sebagai bentuk kesalahan dalam penyampaian informasi. Pelanggaran privasi merupakan bentuk penyalahgunaan akses data pribadi orang lain yang melanggar hukum serta mengganggu hak privasi individu dengan cara penyebaran data pribadi tanpa izin dari yang bersangkutan. 

Kasus pelanggaran privasi tidak sekali dua kali ditemukan di Indonesia dalam kurun waktu 1 dekade ini. Beberapa kasus tersebut bahkan tidak dapat diselesaikan hingga tuntas karena belum adanya aturan khusus yang mengatur terkait hal ini. Kasus yang paling krusial, seperti perdagangan data NIK yang sempat ramai di jagad maya beberapa bulan belakangan juga tidak begitu mendapatkan perhatian dari pemerintah sebagai pemangku kebijakan dan penjamin keamanan siber bagi warganya.

Zaid (2004) memaparkan bahwa meskipun telah ada regulasi perlindungan privasi data pribadi dalam hukum positif, namun hal tersebut dinilai belum cukup ideal, karena belum mengakomodir kebutuhan akan perlindungan data privasi secara menyeluruh. Karenanya diperlukan adanya peraturan dan undang-undang khusus yang benar-benar mampu mengakomodir perlindungan privasi data pribadi masyakarat. Kesiapan Indonesia dalam mewujudkan kedaulatan siber tentu harus dilihat dari keseriusan memberantas kejahatan dunia maya sekaligus menjamin keamanan data privasi dari setiap warga negaranya.

Lalu apakah mungkin kedaulatan siber tersebut dapat dicapai? Jawabannya adalah mungkin, dengan syarat jika dan hanya jika pemerintah serius dalam membangun sistem yang integratif dari berbagai lini dan didukung oleh kesadaran fundamental di masyarakat terhadap eksistensi ruang siber. Terkait kapan hal itu akan terwujud, tentu menjadi pekerjaan rumah yang tidak mampu diselesaikan dalam waktu singkat dan tampaknya akan terlalu sulit diwujudkan karena kini pisau bermata dua bernama “informasi” tengah menyerang negeri dengan elu-elu konspirasi COVID-19 serta vaksinasi yang mengadu domba rakyat dan pemerintahnya.

Referensi:

Akraman, R., Candiwan, & Priyadi, Y. (2018). Pengukuran Kesadaran Keamanan Informasi dan Privasi Pada Pengguna Smartphone Android di Indonesia. Jurnal Sistem Informasi Bisnis, 8(2), 1. https://doi.org/10.21456/vol8iss2pp1-8.


Buzan, Barry. (2009). People, States, & Fear (Second Edition): an Agenda for International Security Studies in the Post-Cold War Era. Essex: The ECPR Press.

Chasanah, B. R., & Candiwan. (2020). Analysis of College Students’ Cybersecurity Awareness in Indonesia. Sisforma, 7(2), 49–57. https://doi.org/10.24167/sisforma.v7i2.2706

Fredlina, K. Q., Werthi, K. T., Widiari, N. P., & Subagia, K. L. (2021). Sosialisasi dan Pelatihan Perlindungan Data Privasi Bagi Siswa di SMKN 3 Denpasar. JIIP-Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, 4(2), 99–102.

Hampson, Fen Olser., Daudelin, Jean., Hay, John B., Reid, Holly., Marting, Todd. (2002). Madness in the Multitude: Human Security and World Disorder 1st Edition. Don Mills: Oxford University Press Canada.

Islamy, I. T., Agatha, S. T., Ameron, R., Fuad, B. H., Evan, & Rakhmawati, N. A. (2018). Pentingnya Memahami Penerapan Privadi di Era Teknologi Informasi. Jurnal Teknologi Informasi Dan Ilmu Komputer, 11(2), 21–28.

Nugroho, F. P., Abdullah, R. W., Wulandari, S., & Hanafi. (2019). Keamanan Big Data di Era Digital di Indonesia. Jurnal Informa, 5(1), 28–34. http://informa.poltekindonusa.ac.id/index.php/informa/article/view/65

Prabowo, W. H., Wibawa, S., & Azmi, F. (2020). Perlindungan Data Personal Siber di Indonesia. Padjadjaran Journal of International Relations, 1(3), 218–239. https://doi.org/10.24198/padjir.v1i3.26194

Pujianto, A., Mulyati, A., & Novaria, R. (2018). Pemanfaatan Big Data dan Perlindungan Privasi Konsumen di Era Ekonomi Digital. Majalah Ilmiah Bijak, 15(2), 127–137. https://doi.org/10.31334/bijak.v15i2.201

Rosadi, S. D., & Pratama, G. G. (2018). Perlindungan Privasi dan Data Pribadi dalam Era Ekonomi Digital di Indonesia. Veritas et Justitia, 4(1), 88–110. https://doi.org/10.25123/vej.2916

Rumlus, M. H., & Hartadi, H. (2020). Kebijakan Penanggulangan Pencurian Data Pribadi dalam Media Elektronik. Jurnal HAM, 11(2), 285–299. https://doi.org/10.30641/ham.2020.11.285-299

Tadjbakhsh, Shahrbanou. (2005). Human Security: Concepts and Implications. Paris: CERI.

Yuniarti, S. (2019). Perlindungan Hukum Data Pribadi di Indonesia. Business Economic, Communication, and Social Sciences (BECOSS) Journal, 1(1), 147–154. https://doi.org/10.21512/becossjournal.v1i1.6030

Yuniarti, S., & Herawati, E. (2020). Analisis Hukum Kedaulatan Digital Indonesia. Pandecta, 15(2), 154–166.

Zaid. (2014). Ketika Keamanan Privasi Data Pribadi Semakin Rentan, Bagaimana Negara Seharusnya Berperan? Volksgeist, 4(1), 25–37. https://doi.org/10.24090/volksgeist.v4i1.4695.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun