Tiana POV
Kentang goreng di hadapanku sudah layu. Tak panas lagi. Sebagian jumlahnya pun sudah berkurang. Cappucino di mejaku sudah tandas menyisakan es batu yang mulai mencair. Kulihat orang yang berada tepat di seberang mejaku. Perempuan berjilbab hijau telah kedatangan tamunya. Seorang perempuan belia yang cantik. Sepertinya seorang mahasiswa. Tapi berbeda denganku. Kursi yang berada di depanku masih kosong. Aku masih menunggu tamuku. Belum ada kabar.
Aku ambil ponselku dari saku dan mulai meneleponnya. Tapi tidak terhubung. Ponselnya mati. Berulang kali aku mencoba telepon tapi tetap sama. Kukirim pesan berharap dia segera membukanya.
Kulirik jam tanganku. Pukul tiga sore. Setengah jam berlalu dari waktu yang kami sepakati. Dia terlambat datang.
Ponselku berdering setengah jam kemudian. Sebuah pesan masuk dari Mas Arya,
Maaf, lupa mengabari. Baterai ponselku habis.
Ada kerjaan yang tidak bisa aku tinggalkan.
Kamu pulang duluan ya.. Maaf.
Kekhawatiranku berubah menjadi kecewa. Aku beranjak dari tempat duduk. Pergi ke kasir lalu keluar dari cafe. Pulang. Kulihat awan hitam berarak memenuhi langit. Dan perlahan gerimis turun mengiringi laju motorku di jalanan Soewoko.
****