Langit dan Bayangan
Rania Adistya, wanita berusia 28 tahun, adalah sosok yang memikat. Dengan wajah yang cantik, senyum yang menawan, dan pembawaan ceria, ia menjadi salah satu pramugari favorit di maskapainya. Bukan hanya itu, kemampuannya menguasai lima bahasa membuatnya sering menjadi sorotan. Saat melayani penumpang dari berbagai negara, ia dengan mudah berpindah dari bahasa Inggris ke Korea, lalu ke Jepang, dan bahkan sesekali berbincang santai dalam bahasa Belanda atau Arab. Semua orang mengagumi Rania, tetapi tak ada yang benar-benar mengenalnya.
Di balik seragam rapi dan sikap profesionalnya, Rania menyembunyikan sisi gelap yang tidak pernah ia tunjukkan. Begitu malam tiba dan dunia mulai terlelap, ia berubah menjadi seorang hacker dengan kemampuan yang luar biasa. Namanya di dunia maya adalah ShadowFlare, seorang legenda yang ditakuti oleh para koruptor di seluruh negeri.
Malam itu, di sebuah kamar hotel di Tokyo, Rania duduk di depan laptopnya. Penerbangan ke Jepang hari itu berjalan lancar, dan setelah menyapa para penumpang dengan senyuman tulus, ia akhirnya memiliki waktu untuk dirinya sendiri. Tapi ini bukan waktu untuk istirahat. Dengan cepat, ia menyalakan laptopnya, menghubungkan perangkat ke jaringan terenkripsi, dan mulai bekerja.
"Ayo, Tuan Bahri," gumam Rania sambil mengetik dengan kecepatan luar biasa. "Mari kita lihat ke mana uang rakyat ini kau sembunyikan."
Bahri, seorang pejabat tinggi yang terkenal licik, telah mencuri miliaran dari anggaran negara. Dalam hitungan menit, Rania berhasil membobol akun bank luar negerinya. Dengan hati-hati, ia memindahkan dana tersebut ke berbagai rekening yang telah ia siapkan. Sebagian besar uang itu akan masuk ke organisasi kemanusiaan dan yayasan pendidikan, semuanya tanpa jejak yang bisa dilacak kembali kepadanya.
Setelah selesai, Rania menyandarkan tubuhnya di kursi. Senyumnya tipis, tetapi penuh kemenangan. "Satu lagi, untuk rakyat," katanya pelan. Tapi di sudut pikirannya, ia tahu risiko yang dihadapinya semakin besar.
Pertemuan di Kabin
Keesokan harinya, Rania kembali mengenakan seragamnya dan bersiap untuk penerbangan menuju Dubai. Ia memasang wajah ramah dan memastikan semua penumpang merasa nyaman. Namun, di antara penumpang kelas bisnis, ia melihat seorang pria yang membuat perasaannya terusik.
Pria itu bernama Adrian. Dengan jas mahal dan penampilan elegan, ia memancarkan aura yang berbeda. Rania merasa seolah-olah pria itu memperhatikannya lebih dari sekadar pramugari biasa. Ketika Rania mendekati kursinya untuk menawarkan minuman, Adrian tersenyum tipis.