Kemudian, kisah Prasa sendiri sebagai anak yang mencari identitasnya. Ini menjadi pusat narasi saat ia menyadari perbedaan dengan kakaknya dan akhirnya mengetahui bahwa ia bukan anak kandung Jenderal Probo. Prasa, meski tidak membenci ayah dan ibunya, sangat ingin mengetahui siapa orang tua kandungnya. Namun, Jenderal Probo ingkar pada janjinya untuk mengungkapkan kebenaran setelah Prasa dewasa, yang membuatnya marah.
Isson Khairul berpendapat bahwa novel "Prasa" memiliki kecenderungan memberikan terlalu banyak fakta, sehingga pembaca merasa seperti diberondong dengan informasi. Ia menduga kemungkinan penulis novel ingin mengungkapkan fakta-fakta yang terjadi sebagai langkah untuk mengumpulkan ingatan kolektif yang perlu diselesaikan bersama dalam konteks kasus pelanggaran HAM.
Sesi Tanya Jawab
Selesai kedua novel dibedah, acara berlanjut ke sesi tanya jawab dari hadirin yang hadir kepada para narasumber. Salah satu yang menarik adalah pertaan tentang relevansi tema novel "Kelir" dengan jaman digitalisasi saat ini. Sunu Wasono lalu menjawab bahwa novel bertema budaya akan selalu menarik, meski jaman sudah bertambah modern. Sebagaimana tema horror yang selalu ramai peminat.
Interaksi tanya jawab berlangsung dengan dinamis dan menarik, di mana para peserta berusaha untuk mendalami secara menyeluruh tentang novel dan mengaitkannya dengan perkembangan zaman yang mengalami perubahan. Respon dari pembicara dan penulis cukup memuaskan. Terdapat perbedaan pendapat dalam memberikan jawaban yang menjadi tambahan keragaman diskusi.
Sang Novelis Menjawab
Meski berada di panggung bersama moderator dan narasumber, Om Yon tidak mengeluarkan sanggahan atau pernyataan atas pujian maupun kritik yang diterima. Ia seperti memberikan ruang diskusi selebar-lebarnya bagi para narasumber.
"Karya sastra dibaca sepuluh orang akan melahirkan 10 bahkan 11 tafsir. Karya fiksi adalah gambaran universal sebisa mungkin melampaui ruang dan waktu," - Yon Bayu Wahyono.
Kutipan tersebut menjadi salah satu jawaban Om Yon atas bedah dan diskusi yang telah berlangsung. Dari monolognya tersebut, ia juga tidak menanggapi keingintahuan hadirin tentang apakah Om Yon sebenarnya adalah seorang penganut kejawen atau bukan. Rasanya ia lebih suka membiarkan itu menjadi sebuah misteri yang terjawab.
Yang jelas, Om Yon merasa senang sebab mimpi agar karyanya dapat mengisi ruangan di pusat sastra meski pada bagian paling ujung, telah menjadi kenyataan. Yon mengungkapkan rasa terima kasih atas dukungan PDS dan semua pihak. Bagian paling menyentuh dan so sweet menurut saya yaitu saat kedua putrinya turut hadir untuk mendukung karya sang ayahanda tercinta. Mereka tampak bangga atas karya yang dilahirkan pada hari itu.
Simbolisasi Peluncuran Kedua Novel
Di akhir acara, sebagai simbolisasi peluncuran novel "Kelir" dan Prasa", kedua novel ini diserahkan kepada perwakilan Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin. Selanjutnya kedua novel ini akan dapat dibaca oleh pengunjung perpustakaan.Â