Mohon tunggu...
Fitri Apriyani
Fitri Apriyani Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger dan content writer

Blogger di Matchadreamy.com, yang suka membaca dan menulis | IG : @fiapriyani

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Peluncuran dan Bedah Novel "Kelir" dan "Prasa", Ketika Jurnalis Melahirkan Karya

13 November 2023   17:15 Diperbarui: 13 November 2023   17:23 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi
Dok. pribadi

Mbak Nuyang, begitu sang moderator disapa, menyapa dan menginformasikan profil kedua narasumber di sisi kanan dan kirinya kepada hadirin agar lebih mengenal. Dengan pembawaan yang bersahabat, lugas, dan ceria Mbak Nuyang sukses memberikan atmosfir hangat dan santai.  

Saya juga cukup antusias karena ini pertama kalinya saya mengikuti event sebuah bedah buku. Apalagi yang didapuk untuk membedah buku adalah sosok yang bukan kaleng-kaleng. Mantan dosen UI, nih!

Ketika dipersilakan memberikan pendapatnya soal novel Kelir, Sunu Wasono mengapresiasi hadirnya Kelir sebagai novel yang sarat dengan nilai-nilai kebudayaan, terutama budaya Jawa. Kelir menggambarkan persinggungan antara kepercayaan, politik, dan klenik dalam sejarah dan budaya Jawa.

Menurut Sunu, paralelisme dengan novel "Ronggeng Dukuh Paruk" karya Ahmad Tohari tampak jelas, terutama dalam penekanan pada makam sebagai pusat keyakinan. "Kelir" membawa kita ke makam Ki Lanang Alas di gunung Candil, tempat pengawal prabu Brawijaya V yang menolak Islam dan memilih moksa atas permintaan Jenderal dari Jakarta, Kromo.

Saat diminta memberikan kritik, Sunu menyatakan bahwa karya tersebut masih kurang tajam dalam menggali makna Sabdo, Ki Anang Alas. Ia berpendapat bahwa penulis sebaiknya lebih merinci karakter Ki Anang Alas, mengingat sifat fiksi novel memungkinkan kebebasan interpretasi yang luas.

Kritiknya juga melibatkan aspek tata bahasa, dengan menyoroti penggunaan ejaan kata yang dianggap kurang sesuai dengan norma Bahasa Indonesia baku. Meskipun hal ini bisa diatasi oleh editor, Sunu tetap menekankan pentingnya kehati-hatian dalam penggunaan bahasa.

Dari segi target pembaca, Sunu berpendapat bahwa karya ini mungkin tidak sesuai dengan selera anak milenial yang lebih cenderung menyukai drama Korea atau produksi asing. Dengan kritik-kritik ini, Sunu Wasono memberikan pandangan yang menarik terhadap kelemahan dan kelebihan yang dimiliki oleh "Kelir."

Prasa, Kisah Pencarian Jati Diri Seorang Anak

Dok. pribadi
Dok. pribadi

Sama seperti sesi bedah novel Kelir, bedah novel "Prasa: Operasi Tanpa Nama" dimulai dengan pembacaan nukilan oleh Devie Matahari dengan mengambil bab 1 tentang Shama yang terdapat pada novel "Prasa". Dengan gaya bak pemain tearter, Devie berhasil memperagakan setiap isi dari novel yang dilafalkan.

Kali ini Isson Khairul, seorang jurnalis senior dan pemerhati sastra, memulai analisis novel dengan menyoroti dua tema utama, yaitu kejahatan kemanusiaan dan perjuangan seorang anak mencari asal usulnya. Ia menyoroti karakter Jenderal Probo dalam cerita, yang dianggap berbuat kejahatan kemanusiaan tetapi juga menunjukkan sisi manusiawi dengan menyelamatkan seorang bayi merah yang kemudian diangkat sebagai anaknya yang ketiga yang diberi nama Prasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun