Cahaya matahari yang hanya muncul di sela-sela dedaunan, membuat perjalanan akan terasa adem, di samping akan terus ditemani udara kaya oksigen yang sejuk dan dingin. Tidak seperti udara di Jakarta.
Baca Juga :Â Pengalaman Pertama Naik Motor Jakarta-Puncak, Bikin Kapok?
Menemukan sungai, danau, dan rawa
Setelah kira-kira berjalan selama satu jam, wisatawan akan menemukan sebuah aliran sungai kecil di kiri jalan.
Letaknya tepat di sebrang sebuah pos pendakian. Tidak jauh dari sana juga terdapat semacam telaga kecil dengan air berwarna hijau keruh.
Beberapa meter dari sana, akan ada sungai kecil dengan debit air yang lebih deras. Suara alirannya yang berisik itu justru terdengar merdu dan menenangkan bagi telinga yang terbiasa mendengar deru kendaraan bermotor.
Saat tubuh mulai kelelahan setelah menempuh perjalanan di atas medan jalan berbatu dan menanjak, wisatawan akan menemukan jalanan rata berupa jembatan kayu yang berada di atas rawa bernama Rawa Gayonggong.
Tiba di Curug Cibereum, Kelelahan yang Terbayar Lunas!
Setelah perjalanan trekking kurang lebih selama satu setengah jam---tergantung tingkat kecepatan tiap orang---wisatawan akan melihat sebuah persimpangan jalan, yang terdapat plang penanda arah menuju Curug Cibereum.
Dari sana sudah terdengar suara air yang jatuh dari ketinggian dengan begitu derasnya, menandakan tujuan sudah di depan mata.
Wisatawan dijamin akan terpukau menyaksikan seberapa besar air terjun itu sampai suara aliran airnya begitu menggema dari jarak beberapa meter.
Seluruh keluh kesah selama perjalanan, rasa letih dan capek akan terbayar dengan menikmati setiap jengkal panorama alam di sekitar Curug Cibereum.