-Teori John Stuart Mill dan David Ricardo
Teori yang diajukan oleh John Stuart Mill (J.S. Mill) menyatakan bahwa suatu negara akan memproduksi dan mengekspor barang dengan keunggulan komparatif terbesar, sementara akan mengimpor barang yang memiliki kelemahan komparatif (yaitu barang yang bisa diproduksi lebih murah di negara lain daripada di negaranya sendiri). Teori ini menegaskan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksinya.
Contohnya, dalam kasus produksi Amerika dan Inggris:
Produksi per minggu:
Amerika Inggris
Gandum 6 bakul 2 bakul
Pakaian 10 yard 6 yard
Berdasarkan teori ini, perdagangan antara Amerika dan Inggris akan muncul meskipun Amerika memiliki keunggulan absolut dalam produksi gandum dan pakaian. Hal ini karena yang lebih penting bukanlah keunggulan absolut, melainkan keunggulan komparatif.
Perhitungan comparative advantage menunjukkan bahwa Amerika memiliki keunggulan komparatif dalam produksi gandum (3:1) dan Inggris dalam produksi pakaian (3/5:1). Sehingga perdagangan akan terjadi, di mana Amerika akan fokus pada produksi gandum dan menukarkan sebagian gandumnya dengan pakaian dari Inggris. Nilai pertukaran (term of trade) ditentukan oleh nilai relatif dari kedua barang di dalam negeri masing-masing.
Kelebihan dari teori keunggulan komparatif ini adalah kemampuannya untuk menjelaskan nilai tukar dan keuntungan yang diperoleh dari perdagangan, hal ini tidak dapat dijelaskan oleh teori keunggulan absolut. David Ricardo, seorang tokoh klasik, juga menambahkan bahwa nilai pertukaran terjadi ketika barang memiliki nilai guna. Barang dapat ditukar jika memiliki nilai guna yang dibutuhkan oleh orang, dan seseorang akan memproduksi barang tersebut karena memiliki nilai guna yang diinginkan oleh orang..Â
David Ricardo mengemukakan perbedaan antara barang yang bisa diproduksi atau diperbanyak sesuai keinginan orang dengan barang yang memiliki sifat terbatas atau merupakan barang monopoli. Barang terbatas memiliki nilai yang sangat subyektif dan relatif sesuai dengan seberapa banyak orang bersedia membayar. Sementara untuk barang yang produksinya dapat diperbanyak, nilai pertukarannya didasarkan pada pengorbanan yang diperlukan.
Ricardo menyatakan kesulitan dalam teori nilai kerja, mengingat adanya variasi kualitas kerja (terdidik, tidak terdidik, keahlian, dll.). Aliran klasik tidak hanya memperhatikan jam kerja, tetapi juga kualitas dan jenis kerja yang diperlukan untuk memproduksi barang. Ini mendorong teori biaya reproduksi yang diusulkan oleh Carey.
Ricardo menyoroti bahwa selain kerja, ada banyak jasa produktif lain yang ikut membantu dalam pembuatan barang yang harus dipertimbangkan. Dia juga mengemukakan bahwa perbandingan antara kerja dan modal yang digunakan dalam produksi tetap relatif stabil, dan ada perbedaan antara "harga alami" (natural price) dan "harga pasaran" (market price).
Menurut aliran klasik seperti Adam Smith, "harga alami" terjadi ketika setiap anggota masyarakat memiliki kebebasan untuk memilih produk yang menguntungkan dan menukarkannya sesuai kehendaknya. Namun, "harga pasaran" dapat berbeda dari "harga alami" berdasarkan pada penawaran dan permintaan serta campur tangan pemerintah dalam menetapkan harga.
Teori perdagangan internasional yang dikemukakan oleh David Ricardo didasarkan pada asumsi bahwa perdagangan terjadi antara dua negara tanpa hambatan tarif dan keduanya menggunakan uang emas. Kendati suatu negara memiliki keunggulan absolut dalam produksi, perdagangan masih dapat memberikan keuntungan bagi kedua negara yang terlibat.
Ricardo memanfaatkan hukum nilai bersama dengan teori kuantitas uang untuk menyusun teori perdagangan internasional. Ini menunjukkan bahwa perdagangan antar negara, meskipun ada keunggulan absolut, masih dapat memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak yang terlibat.
Dampak teori perdagangan ini sangat signifikan dalam proses globalisasi. Sebelumnya, negara-negara yang memiliki keunggulan absolut cenderung enggan melakukan perdagangan. Namun, dengan konsep hukum biaya komparatif dari teori Ricardo, negara seperti Inggris mulai membuka diri untuk melakukan perdagangan dengan negara lain. Pemikiran dari kaum klasik mendorong terbentuknya perjanjian perdagangan bebas antara beberapa negara.
Teori keunggulan komparatif telah berkembang menjadi konsep keunggulan komparatif dinamis yang menyatakan bahwa keunggulan komparatif dapat diciptakan. Oleh karena itu, faktor keberhasilan suatu negara melibatkan penguasaan teknologi dan upaya kerja keras. Negara yang memiliki keunggulan teknologi akan lebih diuntungkan dalam perdagangan bebas ini, sementara negara yang hanya bergantung pada kekayaan alamnya akan kalah dalam persaingan internasional..
-Cost Comparative Advantage (Labor efficiency)
Menurut teori comparative advantage berdasarkan efisiensi biaya tenaga kerja (labor efficiency), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional dengan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat menghasilkan secara relatif lebih efisien, sementara mengimpor barang di mana negara tersebut kurang/tidak efisien dalam produksinya. Dari contoh hipotesis yang disajikan, dapat dinyatakan bahwa teori comparative advantage dari David Ricardo dapat dianggap sebagai cost comparative advantage.
Dalam contoh data Cost Comparative Advantage Efficiency, terlihat bahwa Indonesia lebih efisien dalam produksi 1 kilogram gula (dalam jumlah hari kerja) dibandingkan dengan Cina, tetapi lebih efisien dalam produksi 1 meter kain (jumlah hari kerja) dibandingkan dengan Indonesia. Hal ini mendorong Indonesia untuk melakukan spesialisasi produksi dan ekspor gula, sedangkan Cina akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan ekspor kain.
Di sisi lain, Production Comparative Advantage (Labor productivity) menyatakan bahwa suatu negara akan mendapatkan manfaat dari perdagangan internasional dengan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut bisa menghasilkan secara relatif lebih produktif, serta mengimpor barang di mana negara tersebut kurang/tidak produktif dalam produksinya. Meskipun Indonesia memiliki keunggulan absolut dibandingkan dengan Cina untuk kedua produk, perdagangan internasional tetap dapat terjadi dan menguntungkan keduanya melalui spesialisasi di masing-masing negara yang memiliki labor productivity yang berbeda.
Kelemahan dari teori klasik Comparative Advantage adalah ketidakmampuannya menjelaskan mengapa terdapat perbedaan dalam fungsi produksi antara dua negara. Namun, kelebihannya adalah dalam menjelaskan bahwa perdagangan internasional antara dua negara masih mungkin terjadi meskipun hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut, asalkan setiap negara memiliki perbedaan dalam Cost Comparative Advantage atau Production Comparative Advantage. Teori ini berusaha untuk melihat keuntungan atau kerugian dalam perbandingan relatif antara negara-negara.
Dasar dari teori ini adalah asumsi Labor Theory of Value, yang menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan barang tersebut. Dalam hal ini, nilai barang yang ditukar seimbang dengan jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk memproduksinya.
-Teori Heckscher-Ohlin (H-O)
Teori Heckscher-Ohlin (H-O) secara baik menjelaskan beberapa pola perdagangan, di mana negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang relatif melimpah secara intensif. Menurut Heckscher-Ohlin, perdagangan antarnegara terjadi karena adanya keunggulan komparatif, yang terdiri dari keunggulan dalam teknologi dan faktor produksi.
Dasar dari keunggulan komparatif ini adalah dua hal:
a) Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi di dalam suatu negara.
b) Faktor intensity, yang melibatkan teknologi yang digunakan dalam proses produksi, apakah itu lebih mengandalkan tenaga kerja (labor intensity) atau modal (capital intensity).
Teori modern Heckscher-Ohlin (H-O) menggunakan dua kurva utama, yakni kurva isocost yang menggambarkan total biaya produksi yang sama dan kurva isoquant yang menggambarkan total kuantitas produk yang sama. Menurut teori ekonomi mikro, titik optimal akan terjadi saat kurva isocost bersinggungan dengan kurva isoquant. Artinya, dengan biaya tertentu, akan diperoleh hasil produksi yang maksimal, atau dengan biaya minimal akan diperoleh sejumlah produk tertentu.
Salah satu kelemahan dari teori Heckscher-Ohlin (H-O) adalah jika jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki oleh masing-masing negara relatif sama, maka harga barang yang sejenis akan cenderung sama pula. Akibatnya, perdagangan internasional mungkin tidak akan terjadi karena tidak ada keunggulan komparatif yang cukup besar untuk mendorong spesialisasi produksi dan perdagangan antar negara..
Teori perdagangan internasional modern berkembang ketika ekonom Swedia, Eli Heckscher pada tahun 1919, dan Bertil Ohlin pada tahun 1933, mengusulkan penjelasan terkait perdagangan internasional yang belum tercakup dalam teori keunggulan komparatif. Sebelum memasuki diskusi tentang teori H-O, penting untuk menggambarkan sedikit kelemahan dari teori klasik yang mendorong munculnya teori H-O. Teori keunggulan komparatif secara umum menjelaskan bahwa perdagangan internasional terjadi karena adanya perbedaan dalam produktivitas tenaga kerja antar negara (faktor produksi yang secara eksplisit disebutkan).
Namun, teori ini tidak memberikan penjelasan yang memadai mengenai akar penyebab dari perbedaan produktivitas tersebut. Teori H-O berusaha untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan produktivitas. Menurut teori H-O, perbedaan produktivitas terjadi karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi (endowment factors) yang dimiliki oleh masing-masing negara, yang kemudian memengaruhi harga barang yang dihasilkan. Oleh karena itu, teori modern H-O ini sering disebut sebagai Teori Faktor Proporsional.
-Hipotesis Teori H-O
Hipotesis yang timbul dari Teori Heckscher-Ohlin (H-O) meliputi:
Produksi barang yang diekspor oleh setiap negara akan meningkat, sedangkan produksi barang yang diimpor oleh setiap negara akan menurun.
Harga atau biaya produksi suatu barang akan terpengaruh oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki oleh masing-masing negara.
Harga tenaga kerja cenderung serupa di kedua negara, begitu pula dengan harga barang A di kedua negara dan demikian pula dengan harga barang B di kedua negara.
Perdagangan akan terjadi antara negara yang kaya akan kapital dengan negara yang kaya akan tenaga kerja (labor).
Setiap negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk produksinya. Akibatnya, negara yang kaya akan kapital akan cenderung mengekspor barang yang membutuhkan banyak kapital, sementara negara yang kaya akan tenaga kerja akan cenderung mengekspor barang yang membutuhkan banyak tenaga kerja. Keduanya akan mengimpor barang yang membutuhkan faktor produksi yang relatif langka dan mahal di negara masing-masing.
Kelemahan Asumsi Teori H-O
Untuk memahami kelemahan teori H-O dalam menjelaskan perdagangan internasional, beberapa asumsi yang kurang valid dapat dipertimbangkan:
Asumsi bahwa kedua negara menggunakan teknologi yang sama dalam proses produksi tidak valid. Secara riil, negara-negara sering kali menggunakan teknologi yang berbeda dalam memproduksi barang.
Asumsi persaingan sempurna di semua pasar produk dan faktor produksi menjadi permasalahan. Hal ini dikarenakan sebagian besar perdagangan melibatkan produk-produk industri negara yang memiliki diferensiasi produk dan skala ekonomi yang tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh model faktor endowment H-O.
Asumsi tidak adanya mobilitas faktor internasional juga kurang valid. Kehadiran mobilitas faktor internasional mampu menggantikan perdagangan internasional, menghasilkan kesamaan relatif harga produk dan faktor antarnegara. Ini dapat dianggap sebagai modifikasi pada model H-O, meskipun tidak merusak validitas keseluruhan teori.
Asumsi bahwa suatu negara akan melakukan spesialisasi penuh dalam produksi suatu komoditas ketika terlibat dalam perdagangan juga tidak selalu berlaku. Banyak negara masih memproduksi sebagian komoditas yang sebenarnya bisa diimpor.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H