Mohon tunggu...
Fitri anamukti
Fitri anamukti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Program Studi Perbankan Syariah, Fakultas Ekonomi, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dualisme Agama di Indonesia sebagai Sarana Integrasi namun Bisa Menimbulkan Disintegrasi

17 November 2023   00:32 Diperbarui: 17 November 2023   00:43 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Halo kompasianer, Pada artikel kali ini saya akan membahas mengenai integrasi dan disintegrasi, sebelum jauh ke studi kasusnya, akan saya jelaskan secara singkat mengenai integrasi dan disintegrasi. Integrasi sendiri adalah upaya untuk melakukan persatuan dan menyatukan, sedangkan disintegrasi adalah kebalikan dari integrasi, yaitu perpecahan atau tidak bersatu padu yang mengakibtakan kehilangan keutuhan dalam persatuan. 

mengenai integrasi dan disintegrasi tersebut, disini saya akan membawakan topik yang cukup familiar yaitu mengenai dualisme  agama di indonesia, dimana agama menjadi sarana pemersatu bangsa dan umat, malah menimbulkan perpecahan dengan konflik konflik yang sudah terjadi. seperti tulisan dari kaisar rauf parsha mengenai Dualisme Agama di Indonesia: Pemersatu dan Pemecah 

Agama sebenarnya ada sebagai sarana integrasi dan penyatuan umat, agama  mengajarkan nilai-nilai luhur dan kebaikan kepada sesama sebagai tujuan bersama.  Indonesia sendiri merupakan  negara yang  sejarahnya didasarkan pada banyak agama  dan kebudayaan sendiri sangat  erat kaitannya dengan kebudayaan keagamaan.

Berdasarkan hasil sensus, agama di Indonesia ibarat sebuah identitas yang berhubungan dengan masyarakat  Penduduk Indonesia tahun 2010 dimana Indonesia mempunyai keberagaman agama   dari jumlah penduduk, walaupun mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, namun setidaknya ada lima  Agama lain yang saat ini  diakui sebagai agama nasional adalah: Kristen Katolik, Kristen  Protestan, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Populasi umat Islam sebagian besar berada di pulau Jawa dan  Sumatra (Indonesia bagian barat), sedangkan agama lain tersebar dimana-mana  wilayah Indonesia. Persentase tersebut sebesar 87,18 persen dari jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 237.641.326 jiwa.  Muslim, 6,96% Kristen Protestan, 2,9%  Kristen Katolik, 1,69% Setuju   Hindu, 0,72% Budha, 0,05%  Konghucu, 0,13% agama lain dan  0,38% tidak  jelas.

Seseorang yang menganut suatu agama hendaknya mampu mempertahankan keyakinannya  dari ajaran agamanya. Oleh karena itu, perkuatlah keyakinan beberapa orang yang disebut  dengan keyakinan yang melindungi. Keyakinan protektif ini bertindak sebagai pelindung dengan menyadari hal ini  segala ajaran yang terkandung dalam agama, yang diterima kebenarannya, mengakui orang-orang yang seagama sebagai saudara dan tidak menyukai hal-hal yang ada;  sanggahan atau kritik terhadap ajaran tersebut. Kepercayaan yang protektif bertindak sebagai perekat solidaritas  antara orang-orang yang satu agama karena mereka mempunyai ajaran yang sama dan memperjuangkan hal yang sama, dan  Keyakinan defensif  sebenarnya tidak melanggar ajaran non-agama  meskipun mereka berpendapat bahwa ajaran ini harus dihindari. Namun terkadang keyakinan protektif dibuat  terutama untuk memobilisasi atau mendukung massa untuk mencapai kepentingan politik   secara masif dalam waktu yang singkat karena adanya kesatuan keyakinan para pengikutnya pada satu tujuan. Tak hanya itu, agama juga menyatu dengan budaya dan nilai-nilai masyarakat setempat   Terkadang hal tersebut dapat memicu konflik agama di suatu wilayah karena adanya perbedaan  antara nilai agama dan nilai tradisional setempat.

Agama Sebagai Pemersatu Umat

Islam  dikenal  mayoritas di Indonesia, meski bukan agama besar  mencapai Indonesia lebih dulu karena bergabung dengan kerajaan-kerajaan Indonesia  Hindu/Budha, sedangkan Islam sendiri baru masuk ke Indonesia pada abad ke-13   ketika Hindia Belanda datang ke Indonesia. Islam datang dari berbagai jalur dan menyebar bersamanya  cepat karena memiliki ciri-ciri yang menyatu dan beradaptasi dengan budaya lokal. Sampai  Pada masa kesultanan, agama sendiri  menjadi sarana menjaga integrasi   kegiatan ritual. Selain itu, agama Islam tidak datang dan menyebar di masyarakat   buanglah budaya aslimu, tapi malah budaya dan lahirlah budaya  baru,  contohnya termasuk warisan sastra Islam seperti tulisan paku Arab, seni  pertunjukan wayang, model masjid berundak, dan berkembangnya ajaran tasawuf   menekankan toleransi dan adaptasi.

Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, landasannya adalah Islam   gerakan anti-kolonialisme, agama pada saat itu menjadi sumber pemersatu  menyatukan individu dan membentuk masyarakat berdasarkan solidaritas mekanis yang mampu  kekuatan yang membebaskan. Peran agama profetik pada hakikatnya adalah peran pertama agama dan masyarakat  Bangsa Arab sendiri juga  mengenal Tuhan Yang Maha Esa (Maha Kuasa) yang disebut Allah.  Bahkan sebagian masyarakat Arab masih menganut agama Hanif (pengikut agama Ibrahim).  Orang Yahudi juga percaya pada Tuhan Yang Mahakuasa, sama seperti agama Kristen.  Oleh karena itu, wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah memberi petunjuk  Budaya baru, budaya yang menentang diskriminasi, rasisme, namun mencakup kesetaraan  (musawat) dan kebebasan dari perbudakan (hurriyat).

Indonesia merupakan  negara yang mempunyai banyak latar belakang sejarah  agama seperti Hindu, Budha, dan Islam. Dalam perjalanannya, agama seringkali penuh  berperan dalam era kolonialisme sejak perlawanan terhadap kolonialisme  Pemerintah Indonesia, bahkan mungkin sampai saat ini. Itu terintegrasi sejak awal  Pada masa Kerajaan Majapahit, nusantara bersatu dalam keberagamannya di bawah semboyan "Bhinneka".  Tunggal Ika" yang artinya berbeda-beda namun masih kita kenal sekarang selain itu  Setiap agama juga mengajarkan nilai toleransi yaitu timbal balik  menghargai dan menghormati orang lain yang memiliki keyakinan serupa  untuk bertentangan dengan diri sendiri. 

Agama Sebagai Pemecah Belah

Di sisi lain, masih banyak konflik di Indonesia yang bersumber dari latar belakang  urusan agama Insiden-insiden lama yang berkaitan dengan Ahmadiyah telah mencapai tingkat kekerasan baru, kekerasan,  Tiga orang Ahmadi meninggal secara tragis di Cikeusik dan seminggu berikutnya  Beberapa ruang publik, termasuk gereja, kemudian menjadi sasaran kerusuhan yang diwarnai kekerasan di Temanggung.  proses pencemaran nama baik telah selesai. Ada juga kekerasan lain yang meluas  membakar gedung sekolah asrama Muslim dan memaksa ratusan warga Syiah  selama sebulan, dilaksanakan di Sampang, Madura. Pada masa SETARA Institute tahun 2011   Terdaftar 244 kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan, 299 di antaranya  mode operasinya, yang terbagi menjadi 17 area pemantauan dan area lain di luar area tersebut  pemantauan Lima provinsi memiliki jumlah pelanggaran tertinggi yaitu Jawa Barat (57)  insiden, Sulawesi Selatan (45), Jawa Timur (31), Sumatera Utara (24) dan Banten (12)  kasus.

Ada tiga faktor utama penyebab kekerasan dalam agama   Abdul Aziz Ustman Altwaridji, yang pertama konfliknya benar-benar terlihat  perkelahian kelompok  selalu dengan kekerasan untuk kebutuhan dasar seperti  keamanan dan lain-lain. Yang kedua adalah hilangnya kebutuhan manusia   diungkapkan secara kolektif. Dan yang ketiga adalah kegagalan pemerintah dalam melakukan hal tersebut  memuaskan keinginan dasar individu dan kelompok yang identik meskipun terdapat kelompok sampingan  ketentuannya jelas mengenai hak-hak dasar setiap penduduk, misalnya.  memperkuat undang-undang yang menjamin kebebasan beragama. Dinamika antara tradisi Islam dan Kristen dipahami secara luas   hubungan antara penguasa dengan agama dan  agama atau sistem kepercayaan  lain  dapat berolahraga dengan leluasa di area tersebut menyebabkan a  pembenaran atas  kekerasan sosial berbasis agama. Ada pembenaran antara Dar  al-Islam dan Dar al-harb dalam Islam dan civitas dei dan civitas terranae dalam agama Kristen  mencerminkan pertanyaan tentang karakter yang dapat menjalankan kekuasaan  untuk mencapai tujuan politik agama. Perbedaannya dibangun untuk membuka pintu  kekerasan atau tuntutan untuk  memenuhi alasan tertentu untuk melancarkan "perang suci".  

Dualisme agama di Indonesia ibarat pedang bermata dua  Agama dapat menjadi sarana untuk mengintegrasikan masyarakat ke dalam sikap saling toleransi dan mengamalkan  kebaikan menurut ajarannya sendiri sebagai semboyan Bhinneka Tunggal Ika Indonesia, mil  yang sekaligus merupakan ajaran agama yang dapat dikatakan tidak terjamah dan merupakan a  suatu  kebenaran yang penting bagi para pengikutnya, karena itu adalah ajaran Tuhannya, masing-masing cenderung berbenturan dengan nilai-nilai yang sudah ada dalam masyarakat sejak lama.  atau nilai-nilai agama lainnya. Namun, agama hanyalah sebagian kecil dari faktor konflik  yang ditegaskan untuk mendatangkan dukungan massa yang besar dalam waktu singkat. Sebaliknya  Di sisi lain, terdapat faktor-faktor yang saling bertentangan atau kepentingan yang lebih besar seperti konflik  penyebab konflik antar umat beragama secara politik, sosial, ekonomi atau budaya  terjadi Ini adalah kewajiban kita  sebagai warga negara Indonesia yang tinggal di Indonesia  atas semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" dalam menjaga keutuhan dan kerukunan   Dengan keberadaannya, tidak mudah untuk memancing kejadian-kejadian yang bisa memicu konflik  komunitas agama dan fokus pada klarifikasi atau penyelesaian ketika benar-benar terjadi konflik antar umat beragama  agama sudah terjadi.

(sumber, kaisar rauf parsha Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia. Dualisme Agama di Indonesia: Pemersatu dan Pemecah )

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun