Di sisi lain, masih banyak konflik di Indonesia yang bersumber dari latar belakang  urusan agama Insiden-insiden lama yang berkaitan dengan Ahmadiyah telah mencapai tingkat kekerasan baru, kekerasan,  Tiga orang Ahmadi meninggal secara tragis di Cikeusik dan seminggu berikutnya  Beberapa ruang publik, termasuk gereja, kemudian menjadi sasaran kerusuhan yang diwarnai kekerasan di Temanggung.  proses pencemaran nama baik telah selesai. Ada juga kekerasan lain yang meluas  membakar gedung sekolah asrama Muslim dan memaksa ratusan warga Syiah  selama sebulan, dilaksanakan di Sampang, Madura. Pada masa SETARA Institute tahun 2011  Terdaftar 244 kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan, 299 di antaranya  mode operasinya, yang terbagi menjadi 17 area pemantauan dan area lain di luar area tersebut  pemantauan Lima provinsi memiliki jumlah pelanggaran tertinggi yaitu Jawa Barat (57)  insiden, Sulawesi Selatan (45), Jawa Timur (31), Sumatera Utara (24) dan Banten (12)  kasus.
Ada tiga faktor utama penyebab kekerasan dalam agama  Abdul Aziz Ustman Altwaridji, yang pertama konfliknya benar-benar terlihat  perkelahian kelompok  selalu dengan kekerasan untuk kebutuhan dasar seperti  keamanan dan lain-lain. Yang kedua adalah hilangnya kebutuhan manusia  diungkapkan secara kolektif. Dan yang ketiga adalah kegagalan pemerintah dalam melakukan hal tersebut  memuaskan keinginan dasar individu dan kelompok yang identik meskipun terdapat kelompok sampingan  ketentuannya jelas mengenai hak-hak dasar setiap penduduk, misalnya.  memperkuat undang-undang yang menjamin kebebasan beragama. Dinamika antara tradisi Islam dan Kristen dipahami secara luas  hubungan antara penguasa dengan agama dan  agama atau sistem kepercayaan  lain  dapat berolahraga dengan leluasa di area tersebut menyebabkan a  pembenaran atas  kekerasan sosial berbasis agama. Ada pembenaran antara Dar  al-Islam dan Dar al-harb dalam Islam dan civitas dei dan civitas terranae dalam agama Kristen  mencerminkan pertanyaan tentang karakter yang dapat menjalankan kekuasaan  untuk mencapai tujuan politik agama. Perbedaannya dibangun untuk membuka pintu  kekerasan atau tuntutan untuk  memenuhi alasan tertentu untuk melancarkan "perang suci". Â
Dualisme agama di Indonesia ibarat pedang bermata dua  Agama dapat menjadi sarana untuk mengintegrasikan masyarakat ke dalam sikap saling toleransi dan mengamalkan  kebaikan menurut ajarannya sendiri sebagai semboyan Bhinneka Tunggal Ika Indonesia, mil  yang sekaligus merupakan ajaran agama yang dapat dikatakan tidak terjamah dan merupakan a  suatu  kebenaran yang penting bagi para pengikutnya, karena itu adalah ajaran Tuhannya, masing-masing cenderung berbenturan dengan nilai-nilai yang sudah ada dalam masyarakat sejak lama.  atau nilai-nilai agama lainnya. Namun, agama hanyalah sebagian kecil dari faktor konflik  yang ditegaskan untuk mendatangkan dukungan massa yang besar dalam waktu singkat. Sebaliknya  Di sisi lain, terdapat faktor-faktor yang saling bertentangan atau kepentingan yang lebih besar seperti konflik  penyebab konflik antar umat beragama secara politik, sosial, ekonomi atau budaya  terjadi Ini adalah kewajiban kita  sebagai warga negara Indonesia yang tinggal di Indonesia  atas semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" dalam menjaga keutuhan dan kerukunan  Dengan keberadaannya, tidak mudah untuk memancing kejadian-kejadian yang bisa memicu konflik  komunitas agama dan fokus pada klarifikasi atau penyelesaian ketika benar-benar terjadi konflik antar umat beragama  agama sudah terjadi.
(sumber, kaisar rauf parsha Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia. Dualisme Agama di Indonesia: Pemersatu dan Pemecah )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H