Mohon tunggu...
Fitria Maisir
Fitria Maisir Mohon Tunggu... Penulis - Menyuarakan melalui sebuah tulisan

Tetap Semangat Dalam Menjalankan sebuah kehidupan. Menyuarakan Suara Masyarakat melalui sebuah Tulisan...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Azan Terakhir Teuku Peukan Pahlawan Aceh

10 November 2023   13:42 Diperbarui: 10 November 2023   14:33 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar : Ilustrasi Peperangan

ACEH BARAT DAYA | Malam itu, Teuku Peukan merasakan ada sesuatu yang berbeda. Ada getaran di hatinya yang mengatakan bahwa ini adalah malam terakhirnya. Dia tidak bisa tidur. Dia hanya bisa berdoa kepada Allah agar memberikan kemenangan kepada umat Islam yang berjuang melawan penjajah Belanda.

Dia bangun dari tempat tidurnya dan mengambil pedangnya. Dia melihat pasukannya yang sudah siap untuk berangkat. Mereka adalah pejuang-pejuang yang setia dan berani. Mereka rela mengorbankan nyawanya demi membebaskan tanah airnya dari cengkeraman Belanda. Dia merasa bangga dan terharu melihat semangat mereka.

Dia memberikan arahan kepada pasukannya. Dia membagi mereka menjadi tiga sektor dan menunjuk Said Umar, Waki Ali, dan Zakaria Ahmad sebagai komandan sektor. Dia juga memerintahkan putranya, Teuku Tahala, untuk tetap berada di belakangnya. Dia tidak ingin kehilangan putranya yang masih muda dan berbakat.

Dia menaiki kudanya dan memimpin pasukannya menuju tangsi Belanda di Blangpidie. Dia berencana untuk menyerang tangsi itu pada saat menjelang subuh, ketika serdadu Belanda masih tertidur lelap. Dia berharap bisa mengejutkan dan menghancurkan musuhnya dengan cepat.

Tapi, rencananya gagal. Ketika dia dan pasukannya tiba di dekat tangsi Belanda, mereka mendengar suara tembakan dari arah tangsi. Ada yang menembak. Ada yang mengkhianati. Rencananya bocor.

Dia tidak punya waktu untuk berpikir. Dia hanya punya waktu untuk bertindak. Dia mengangkat pedangnya dan berteriak, "Allahu Akbar!" Dia menyerbu ke arah tangsi dengan pasukannya. Dia melihat musuhnya yang berlari-lari ketakutan. Dia memotong, menusuk, dan membunuh mereka dengan pedangnya. Dia tidak merasakan takut atau sakit. Dia hanya merasakan semangat jihad dan syahid.

Dia berhasil masuk ke dalam tangsi. Dia melihat bendera Belanda yang berkibar di atas gedung. Dia ingin merobek dan membakar bendera itu. Dia ingin menggantinya dengan bendera Islam. Dia ingin menunjukkan bahwa Aceh adalah milik Allah, bukan Belanda.

Dia berlari menuju gedung itu. Dia melihat seorang serdadu Belanda yang berdiri di depan pintu. Dia menyerangnya dengan pedangnya. Serdadu itu mencoba menembaknya, tapi terlambat. Pedang Teuku Peukan sudah menembus dadanya. Serdadu itu roboh dengan darah mengucur dari lukanya.

Teuku Peukan membuka pintu gedung itu. Dia melihat banyak serdadu Belanda yang bersembunyi di dalamnya. Mereka semua ketakutan dan tidak berdaya. Teuku Peukan tersenyum puas. Dia merasa sudah menang.

Dia mengumandangkan azan sebagai tanda rasa syukur. Dia ingin mengajak serdadu Belanda untuk masuk Islam. Dia ingin menyelamatkan mereka dari neraka. Dia ingin menunjukkan kebesaran Allah kepada mereka.

Namun, sebelum dia selesai mengucapkan azan, dia merasakan sesuatu yang menusuk punggungnya. Dia menoleh dan melihat seorang serdadu Belanda yang bersembunyi di balik meja. Serdadu itu menembaknya dengan senapan. Peluru itu mengenai jantungnya.

Teuku Peukan terkejut dan kesakitan. Dia merasakan darahnya mengalir dari lukanya. Dia merasakan nyawanya pergi dari tubuhnya. Dia merasakan matinya.

Dia tersenyum dan mengucapkan, "Laa ilaaha illallah." Dia jatuh ke lantai dengan pedangnya masih di tangannya. Dia syahid di jalan Allah.

Teuku Tahala, yang melihat kejadian itu, menjadi marah dan sedih. Dia menangis dan berteriak, "Ayah!" Dia menyerang serdadu Belanda yang menembak ayahnya. Dia tidak peduli dengan nyawanya. Dia hanya ingin membalas dendam.

Dia berhasil membunuh serdadu itu. Namun, dia juga terkena tembakan dari serdadu lain. Dia terluka parah dan tidak bisa bergerak. Dia merangkak menuju ayahnya. Dia memeluk jenazah ayahnya. Dia mengucapkan, "Ayah, aku ikut mu." Dia menghembuskan nafas terakhirnya. Dia syahid bersama ayahnya.

Serdadu Belanda yang masih hidup merasa lega. Mereka berhasil mengalahkan pejuang Aceh yang menyerang tangsi mereka. Mereka merasa bangga dan senang. Mereka mengira bahwa mereka sudah menang.

Namun, mereka salah. Mereka tidak menang. Mereka kalah. Mereka kalah dari pejuang Aceh yang beriman dan berjihad. Mereka kalah dari Teuku Peukan dan Teuku Tahala yang syahid. Mereka kalah dari Allah yang maha kuasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun