"Kinan... tunggu" teriak Rama dari depan rumahnya, yang dipanggil tentu saja menolehkan kepalanya ke belakang dan tersenyum manis tatkala mengetahui jika tetangga barunya yang memanggil dirinya.
"Barengan, biar kagak gabut di angkotnya" ucap Rama dengan nafas terengah-engah, bagaimana tidak terengah-engah jika langkah kakinya saja seperti sedang mengikuti perlombaan jalan cepat.
"Ga usah cepet-cepet Ram, ke titajong mah riweuh, der ceurik deuih" goda Kinan.
"Hah... songong ni anak, untung gue ga ngerti apa yang lu omongin" Rama geram karena merasa sudah digoda sahabatnya, sedangkan Kinan malah terkekeh geli. Persahabatan yang terjalin selama dua bulan ini ditambah dengan bersekolah di sekolah yang sama membuat mereka lebih cepat akrab.
Novia Kinanti, perempuan cantik ini lebih dikenal dengan nama panggilan Kinan. Kinan lahir ditengah-tengah keluarga sederhana yang sangat harmonis, hidupnya penuh dengan limpahan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Ayahnya yang bernama Pak Indra merupakan karyawan toko bangunan milik Pak Heryawan. Sedangkan ibunya Kinan, Ibu Utami memiliki warung seblak dan goreng-gorengan di depan rumahnya.
Rama Syahputra, siswa pindahan dari ibukota ini cukup menyita perhatian kaum hawa di sekolah. Wajah yang diatas rata-rata dan tinggi badan yang proporsional membuat Rama masuk kedalam kriteria pacar idaman. Penampilannya keren, outfitnya apalagi, jam tangan, sepatu, tas... Ulalaaaaa... Â Kirin bingits
"Sadar diri harusnya yah, ngarep banget punya cowok ganteng" sindir Clara, ketua gank candis, cantik dan modis
"Harusnya ngaca ya Ra" Monik ikut menimpali sambil menggulung-gulung ujung rambutnya dengan jari telunjuk
"Menang elu kemana-mana Ra" Eva ikut memperpanas situasi dengan membanding-bandingkan Kinan dengan Clara. Gosok terus neng sampe ngebul pikir Kinan.
" Ya iyalah... Lebih cocok sama gue" ucap Clara dengan suara lebih diperkeras. Kinan tidak bergeming, sedikitpun dia tidak menanggapi ocehan tiga temannya itu walaupun sebetulnya hatinya panas dan mulutnya pun gatal untuk melawan, namun sekuat tenaga dia berusaha untuk mengabaikannya.
Sudah menjadi santapan Kinan hampir setiap hari, sindiran-sindiran yang keluar dari mulut mereka sangat pedas melebihi seblak level setan. Awalnya Kinan bingung, kenapa akhir-akhir ini ketiga temannya itu seperti tidak menyukainya, padahal mereka sebelumnya tidak pernah terlibat masalah atau percekcokan.
Lambat laun, Kinan menyadari bahwa Clara menyukai Rama dan cemburu padanya. Clara yang mati-matian menunjukan perhatian pada Rama namun Rama hanya menanggapinya dengan datar. Padahal Kinan tidak menaruh hati sedikitpun pada Rama, baginya Rama hanya sebatas sahabat, tidak lebih. Sampai saat ini Kinan masih menjadi pengagum rahasia Aa Ervan, pelanggan setia warung ibunya, dan Rama tahu itu.
Bel tanda masuk berbunyi, tak lama kemudian terdengar suara Bu Nur mengucap salam di pintu masuk kelas. Rupanya dia hanya menginstruksikan bahwa seluruh siswa diminta bersiap menuju laboratorium untuk melaksanakan praktikum seperti yang sudah disampaikan minggu lalu. Jika tadi Bu Nur terlambat 5 menit saja, sudah tentu kuping Kinan akan semakin panas mendengar ocehan perempuan yang mengklaim bahwa Rama adalah miliknya.
Prang...
Laboratorium mendadak hening seketika, semua kaget mendengar suara barang yang pecah dan mengalihkan pandangannya ke sumber suara.
Beberapa gelas ukur jatuh, pecahan kacanya jatuh berhamburan di lantai. Kinan sebagai objek perhatian teman sekelasnya hanya melongo dengan kedua tangan bertumpu di meja, kejadian itu begitu cepat terjadi, dia tidak sanggup mengingat dengan sempurna. Yang dia ingat hanyalah jika dirinya sedang membawa sebuah baki yang berisi beberapa buah gelas ukur dari lemari penyimpanan alat menuju meja kerjanya. Dia merasa sudah sangat hati-hati namun tiba-tiba seperti ada sebuah kaki yang menangkisnya hingga dia jatuh terhunyung ke depan. Hanya itu, dan selebihnya dia tidak ingat apa-apa lagi.
"Kinan, kenapa ? " tanya Bu Nur sambil menghampiri Kinan yang pucat pasi
"Ma...af..bu" ucap Kinan dengan suara bergetar.
"Hati-hati Nan... sudah sekarang bersihkan saja, jangan sampai ada pecahan kaca yang tertinggal" Bu Nur tidak memperpanjang masalah dan kembali membantu anak2 mengerjakan tugas praktikum kali ini. Kinan pun segera tersadar dan mengambil sapu dan sodokan sampah yang ada di pojok ruangan, sekilas tertangkap oleh matanya jika Clara menyunggingkan senyum kemenangan seolah puas dengan kejadian yang menimpa dirinya. Kinan hanya menghela nafas saja, sudah bisa ditebak, kaki siapa yang tadi menangkisnya, namun untuk membela diri pun Kinan tak memiliki cukup bukti, jadi lebih baik Kinan diam saja toh Bu Nur juga tidak marah pikirnya.
Sejak kejadian itu, Kinan memutuskan untuk agak menjaga jarak dengan Rama. Bukan berarti dia membenci Rama, tidak sama sekali, Kinan hanya sudah lelah menghadapi ocehan dan juga perlakuan menyebalkan Clara. Jika istirahat tiba, Kinan akan bermain dengan sahabat barunya di kebun belakang sekolah, dia adalah Coki, kucing berbulu coklat dan berekor pendek. Setiap hari Kinan menyisihkan sisa uang jajan untuk memberi dryfood yang harganya paling murah, dan jika kebetulan sisa uang jajannya agak berlebih maka akan ada bonus makanan basah, kesukaan Coki.
"Nan... Kinan" terdengar suara Rama memanggil Kinan, yang dipanggil langsung bangkit dari duduknya dan bergegas pergi
"Nan..." seru Rama sambil menahan pergelangan tangan Kinan
"Kenapa lu cuekin gue Nan ? Â Salah gue apa?" tanya Rama agak sedikit emosi
"Ga salah apa-apa Ma, tolong lepasin tangan aku, aku mau ke kelas" jawab kinan sambil menatap pergelangan tangannya yang berada dalam genggaman Rama.
"Jelasin...! " Rama melepaskan genggamannya namun masih dengan sorot mata yang begitu tajam
"Ga ada apa-apa Rama, aku cuman ga mau ada dalam masalah terus, aku cape" ucap Kinan sendu
"Masalah ? " tanya Rama bingung
"Apa semua ini berkaitan dengan cewek gatel itu ? "Rama kembali bertanya untuk meyakinkan, karena selama ini Kinan suka bercerita jika Clara kerapkali menyindir dirinya jika di kelas. Kinan hanya diam, tidak berani untuk mengiyakan
"Jawab Nan" suara Rama meninggi.
"Dia ? " tanya Rama memastikan, sedangkan Kinan bertahan dalam diam
"Okey, diemnya elu berarti iya" ucap Rama marah kemudia berlalu pergi
"Ma... Rama" panggil Kinan dengan wajah cemas, dia tidak mau jika sampai terjadi masalah baru karena setelah Kinan memutuskan untuk  menghindari Rama, Clara tidak pernah lagi mengusiknya.
Semenjak kejadian itu, Kinan dan Rama seperti dua orang asing yang tidak pernah saling mengenal. Bahkan ketika berpapasan pun mereka bertahan dalam diam. Sebetulnya, Kinan kehilangan sosok sahabat yang membuat hari-harinya lebih banyak tersenyum. Rama yang humoris dan humble berganti dengan Rama si super cuek.
*
"Papaaaa..." teriak seorang bocah perempuan yang bernama Maura, dengan setengah berlari memburu pelukan sang ayah di paviliun kecil di belakang pabrik tahu
"Sayangnya papa sudah sampai, mama mana nak ? " sambil celingukan mencari seseorang dibelakang putrinya
"Mama da bica cetep-cetep jayanna papah, peyut mama tan dunut" ucap Maura.
"Cepet cepet nak..." ralat sang ayah
"Cetep...cetep..." ucap Maura yang masih saja salah menyebutkan.
"Cep..."
"Aa, anak Aa tuh... hosh hosh... lari-lari aja... hosh hosh... Ini turun dari mobil, sendal belom dipake... Hosh...hosh...tadi di mobil sendalnya dicopot... Hosh...hosh...eh dia ga sabar nunggu aku, langsung lari kesini... hosh...hosh... Anak Aa"
Belum juga selesai guru dadakan mengajari anak muridnya cara berbicara yang benar, sang ratu sudah datang dengan ngos-ngosan, memakai baju hamil model baby doll dan menenteng rantang makanan. Sandal teplek miliknya nampak anteng menggantung di tangan kirinya.
Antara geli dan kasihan, Ervan mendekati sang istri, meraih rantang makanannya dan menuntun pujaan hatinya untuk duduk di sofa ruang tamu paviliun.
"Sabar Nan, alhamdulillah kita diberikan anak yang ceria dan sehat" nasihat Ervan lembut, matanya melihat ke arah Maura yang sudah asyik mencorat-coret sebuah kertas HVS dengan pulpen milik ayahnya
"Maura, sini nak, makan dulu" panggil Kinan setelah selesai menyajikan makan siang untuk mereka bertiga
"Mama, yam goyeng" pinta Maura sambil menunjuk rantang yang berisi beberapa potong ayam krispi
"Kasih sayur Ma, biar sehat anaknya" instruksi Ervan disela-sela suapannya
"Tuh papa bilang apa, wortelnya dimakan ya, biar matanya bagus" bujuk Kinan, yang dibujuk mengangguk terpaksa sambil cemberut
"Anak hebat" puji Ervan sambil mengacungkan jempol tangan kanannya
"A, ko mules ya... HPL nya kan minggu depan" ucap Kinan sambil meringis, sontak Ervan menghentikan suapannya
"Udah berapa menit sekali Nan ? " tanya Ervan, sebagai suami yang sudah berpengalaman dengan kelahiran Maura, tentu dia sudah sedikit agak paham mengenai tanda-tanda perempuan yang akan melahirkan
"Dari semalem udah kerasa, tapi ah eta mah palsu meureun" jawab Kinan enteng
"Kalo udah 5 menit sekali, kita ke rumah sakit aja" putus Ervan sambil melanjutkan makan siangnya kembali
"Aa... Aa..."
"Ketuban aku..."
"Aa... Banjir A"
"Argh.. sakiiittt" *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H