Mohon tunggu...
Fitri YullianiTaryana
Fitri YullianiTaryana Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru Matematika yang hobi menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Seputih Hati Kinanti

13 Februari 2023   11:47 Diperbarui: 13 Februari 2023   11:54 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Seputih Hati Kinanti (Pexels.com/Ylanite Koppens)

"Kinan, kenapa ? " tanya Bu Nur sambil menghampiri Kinan yang pucat pasi
"Ma...af..bu" ucap Kinan dengan suara bergetar.


"Hati-hati Nan... sudah sekarang bersihkan saja, jangan sampai ada pecahan kaca yang tertinggal" Bu Nur tidak memperpanjang masalah dan kembali membantu anak2 mengerjakan tugas praktikum kali ini. Kinan pun segera tersadar dan mengambil sapu dan sodokan sampah yang ada di pojok ruangan, sekilas tertangkap oleh matanya jika Clara menyunggingkan senyum kemenangan seolah puas dengan kejadian yang menimpa dirinya. Kinan hanya menghela nafas saja, sudah bisa ditebak, kaki siapa yang tadi menangkisnya, namun untuk membela diri pun Kinan tak memiliki cukup bukti, jadi lebih baik Kinan diam saja toh Bu Nur juga tidak marah pikirnya.

Sejak kejadian itu, Kinan memutuskan untuk agak menjaga jarak dengan Rama. Bukan berarti dia membenci Rama, tidak sama sekali, Kinan hanya sudah lelah menghadapi ocehan dan juga perlakuan menyebalkan Clara. Jika istirahat tiba, Kinan akan bermain dengan sahabat barunya di kebun belakang sekolah, dia adalah Coki, kucing berbulu coklat dan berekor pendek. Setiap hari Kinan menyisihkan sisa uang jajan untuk memberi dryfood yang harganya paling murah, dan jika kebetulan sisa uang jajannya agak berlebih maka akan ada bonus makanan basah, kesukaan Coki.

"Nan... Kinan" terdengar suara Rama memanggil Kinan, yang dipanggil langsung bangkit dari duduknya dan bergegas pergi
"Nan..." seru Rama sambil menahan pergelangan tangan Kinan
"Kenapa lu cuekin gue Nan ?  Salah gue apa?" tanya Rama agak sedikit emosi
"Ga salah apa-apa Ma, tolong lepasin tangan aku, aku mau ke kelas" jawab kinan sambil menatap pergelangan tangannya yang berada dalam genggaman Rama.


"Jelasin...! " Rama melepaskan genggamannya namun masih dengan sorot mata yang begitu tajam
"Ga ada apa-apa Rama, aku cuman ga mau ada dalam masalah terus, aku cape" ucap Kinan sendu
"Masalah ? " tanya Rama bingung
"Apa semua ini berkaitan dengan cewek gatel itu ? "Rama kembali bertanya untuk meyakinkan, karena selama ini Kinan suka bercerita jika Clara kerapkali menyindir dirinya jika di kelas. Kinan hanya diam, tidak berani untuk mengiyakan
"Jawab Nan" suara Rama meninggi.


"Dia ? " tanya Rama memastikan, sedangkan Kinan bertahan dalam diam
"Okey, diemnya elu berarti iya" ucap Rama marah kemudia berlalu pergi
"Ma... Rama" panggil Kinan dengan wajah cemas, dia tidak mau jika sampai terjadi masalah baru karena setelah Kinan memutuskan untuk  menghindari Rama, Clara tidak pernah lagi mengusiknya.

Semenjak kejadian itu, Kinan dan Rama seperti dua orang asing yang tidak pernah saling mengenal. Bahkan ketika berpapasan pun mereka bertahan dalam diam. Sebetulnya, Kinan kehilangan sosok sahabat yang membuat hari-harinya lebih banyak tersenyum. Rama yang humoris dan humble berganti dengan Rama si super cuek.

*

"Papaaaa..." teriak seorang bocah perempuan yang bernama Maura, dengan setengah berlari memburu pelukan sang ayah di paviliun kecil di belakang pabrik tahu
"Sayangnya papa sudah sampai, mama mana nak ? " sambil celingukan mencari seseorang dibelakang putrinya
"Mama da bica cetep-cetep jayanna papah, peyut mama tan dunut" ucap Maura.
"Cepet cepet nak..." ralat sang ayah
"Cetep...cetep..." ucap Maura yang masih saja salah menyebutkan.
"Cep..."

"Aa, anak Aa tuh... hosh hosh... lari-lari aja... hosh hosh... Ini turun dari mobil, sendal belom dipake... Hosh...hosh...tadi di mobil sendalnya dicopot... Hosh...hosh...eh dia ga sabar nunggu aku, langsung lari kesini... hosh...hosh... Anak Aa"
Belum juga selesai guru dadakan mengajari anak muridnya cara berbicara yang benar, sang ratu sudah datang dengan ngos-ngosan, memakai baju hamil model baby doll dan menenteng rantang makanan. Sandal teplek miliknya nampak anteng menggantung di tangan kirinya.
Antara geli dan kasihan, Ervan mendekati sang istri, meraih rantang makanannya dan menuntun pujaan hatinya untuk duduk di sofa ruang tamu paviliun.

"Sabar Nan, alhamdulillah kita diberikan anak yang ceria dan sehat" nasihat Ervan lembut, matanya melihat ke arah Maura yang sudah asyik mencorat-coret sebuah kertas HVS dengan pulpen milik ayahnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun