Mohon tunggu...
Fitri
Fitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya adalah penyuka alam, bagi saya menjelajahi dan melihat kekayaan yang dimiliki Indonesia merupakan opsi terbaik yang bisa dilakukan saat senggang.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Melihat Kembali Jejak Sejarah Kerajaan Majapahit di Mojokerto Melalui Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka 2

27 Oktober 2022   16:33 Diperbarui: 27 Oktober 2022   16:37 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertukaran Mahasiswa Merdeka merupakan salah satu program yang diusung oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim. Program ini memberikan kesempatan kepada mahasiswa yang ingin melakukan pertukaran studi ke perguruan tinggi baik negeri maupun swasta di luar pulau tempat tinggal mahasiswa yang ingin mendaftar. Selain berkesempatan berkuliah diluar pulau, program ini juga menawarkan sistem konversi sks sehingga tidak menyulitkan mahasiswa. Tahun ini, PMM kembali membuka pendaftaran untuk pertukaran batch 2 dan saya merupakan salah satu orang yang beruntung bisa merasakan kesempatan berkuliah di luar Pulau tempat tinggal saya.

Saya merupakan mahasiswa yang berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Kalimantan Selatan dan memilih Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur (UPNVJT) sebagai universitas tujuan untuk belajar selama kurang lebih satu semester. Disini saya juga mengambil jurusan yang paralel dengan jurusan saya sebelumnya, yaitu Fakultas Hukum.

Dalam program PMM ini, pemerintah memberikan satu mata kuliah khusus yaitu Modul Nusantara sebanyak 4sks untuk memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengenal lebih jauh tentang kebudayaan dan keberagaman yang ada  di masing-masing wilayah sesuai dengan pulau perguruan tinggi yang dituju. Salah satu agenda kegiatan Modul Nusantara yang diadakan oleh Fakultas Hukum UPN Veteran Jatim adalah kunjungan ke Mojokerto.

Perjalanan dari Kota Surabaya menuju Mojokerto menempuh waktu sekitar kurang lebih tiga jam dengan menggunakan transportasi Bus. Ada kurang lebih 22 orang mahasiswa yang ikut dan didampingi oleh tiga orang dosen dari UPN Veteran Jatim, salah satunya adalah Dwi Wahyuningtyas, S.Pd.,M.A yang merupakan Dosen Mata Kuliah Modul Nusantara kami.

dokpri
dokpri

Tujuan kami adalah desa wisata Kampung Majapahit, Desa Bejijong, Kec. Trowulan, Mojokerto. Ketika tiba di lokasi, kami disambut hangat oleh pihak pengelola. Kita dapat melihat bangunan yang masih kental dengan nuansa zaman dulu karena memang tempat ini merupakan lokasi bekas Ibu Kota Kerajaan Majapahit. Kami disuguhi pertunjukan seni dengan tarian selamat datang yang dibawakan oleh dua orang gadis kecil. Lalu ada sesi pengalungan bunga yang diberikan kepada dosen kami sebagai bentuk penghormatan.

Kunjungan pertama kami dimulai dengan sesi Focus Discussion Group (FDG) bersama Bapak Supriyadi selaku pemilik Sanggar Bhagaskara dan pengelola tempat ini. Dalam diskusi tersebut membahas tentang bagaimana sejarah singkat perkembangan desa wisata tersebut sehingga bisa seperti sekarang. Selain itu kami juga diperlihatkan berbagai macam hasil kerajinan berbahan dasar perunggu yang merupakan salah satu keterampilan yang diwariskan oleh Kerajaan Majapahit. Hasil kerajinan ini bukan hanya sekedar realisasi peninggalan budaya Majapahit, namun juga sebagai sumber pendapatan bagi masyarakat yang tinggal di desa tersebut. Jadi bukan hanya nilai sejarah saja yang tersimpan dibalik  kerajinan-kerajinan cantik ini, namun juga memiliki nilai ekonomis.

dokpri
dokpri

Selanjutnya kami mengunjungi makam Raden Wijaya yang merupakan Raja Pertama Kerajaan Majapahit. Menurut sejarahnya, Majapahit merupakan kerajaan bercorak Hindu-Buddha terbesar yang ada di Indonesia. Kerajaan ini berdiri pada abad ke-13 dan mengalami keruntuhan pada abad ke-16. Makam Raden Wijaya yang bergelar Sri Maharaja Kertarajasa Jayawardhana tidak berdiri sendiri, namun disampingnya juga dimakamkan keempat istri beliau yaitu Tribhuwaneswari,Narendraduhita, Jayendradewi, dan Gayatri.

dokpri
dokpri

Kunjungan kami pun dilanjutkan ke Patung Buddha Tidur (Rupang Buddha Tidur) yang merupakan patung buddha terbesar di Indonesia. Patung ini memiliki panjang 22 meter, lebar 6 meter dan tinggi 4,5 meter. Namun, sebelum menuju ke tempat ini kami sempat diajak mengunjungi lokasi pembuatan kerajinan perunggu yang kami lihat pada saat berada di rumah Bapak Supriyadi. Berbagai macam hasil kerajinan berbahan perunggu dapat ditemui disini, seperti gantungan tempel, gagang pintu, dan hiasan-hiasan rumah dengan berbagai bentuk dan ukuran.

Sesampainya di Patung Buddha Tidur, jelas sekali terasa nuansa dan kekentalan budaya Buddha. Patung Buddha Tidur ini berdiri sejak tahun 1993. Dalam pembuatannya, patung ini melibatkan pematung dari berbagai daerah tak terkecuali dari Bejijong itu sendiri. Setelah selesai pembuatan, patung ini tidak langsung diberi warna melainkan sempat memakai warna asli semen. Hingga pada tahun 1999, barulah kemudian patung ini diberi warna kuning keemasan. Selain patung buddha tidur, disini juga terdapat miniatur dari tujuh bangunan keajaiban dunia yaitu Candi Borobudur. Sehingga pengunjung yang datang kesini tidak hanya melulu disuguhi patung Buddha tidur saja.

Meskipun tempat ini merupakan tempat ibadah umat Buddha, pihak pengelola tidak membatasi siapapun yang ingin berkunjung melihat patung tersebut selama pengunjung bisa menjaga perilaku dan tidak mengganggu. Tempat ini bukan hanya sekedar tempat ibadah saja, namun bisa dijadikan sarana edukasi untuk mengenalkan berbagai keragaman agama dan budaya yang ada di Indonesia.

dokpri
dokpri

Setelah mengunjungi Patung Budhha Tidur, perjalanan dilanjutkan menuju Candi Brahu. Selama perjalanan kami dipandu oleh rekan Bapak Supriadi selaku pengelola. Perjalanan terasa sangat memanjakan mata karena disisi kiri dan kanan terdapat ladang perkebunan serta persawahan milik warga. Candi Brahu merupakan salah satu bangunan peninggalan Kerajaan Majapahit. Bangunan yang memiliki ukuran 18 x 2 meter dan tingginya sekitar 25 meter ini dibangun menghadap ke arah Barat.

dokpri
dokpri

Tujuan terakhir kami adalah Museum Trowulan yang berlokasi di Jl. Pendopo Agung, Ngelinguk, Trowulan, Mojokerto. Museum ini menyimpan berbagai peninggalan dan artefak yang ditemukan di sekitar kawasan Trowulan. Dalam museum ini juga terdapat pajangan yang berisi informasi tentang Kisah Panji. Kisah Panji merupakan kumpulan kisah yang ada pada masa Kerajaan Kadiri dan populer pada masa Kerajaan Majapahit. Berbagai candi juga terdapat disekitar kawasan museum ini seperti candi tikus, candi kedaton dan candi wringin lawang.

Museum yang didirikan pada 24 April 1924 ini awalnya berupa yayasan yang bertujuan untuk meneliti peninggalan-peninggalan Majapahit. Ide ini diprakarsai oleh R.A.A. Kromodjojo Adinegoro mantan Bupati Mojokerto yang bekerja sama dengan Ir. Henry Maclaine Pont seorang Arsitek Belanda. Dalam Bahasa Belanda, tempat ini dulunya disebut Oudheidkundige Vereeneging Majapahit (OVM). Pada tahun 1942 museum ini sempat ditutup untuk umum karena Maclain Pont ditawan oleh Jepang. Setelah kejadian tersebut, museum beberapa kali berpindah tangan hingga yang terakhir dikelola oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur yang mengelola seluruh peninggalan kuno di wilayah Jawa Timur.

 Pada tahun 1987, museum dipindahkan ke tempat yang lebih luas berjarak 2 km dari tempat semula namun masih berada dalam situs Majapahit. Setelah dipindahkan, museum ini dikenal dengan nama Balai Penyelamatan Trowulan. Hingga pada 1 Januari 2007 diubah menjadi Pusat Informasi Majapahit. Selain bangunan candi,benda-benda purbakala lain yang dapat ditemui di museum ini adalah arca. Berbagai bentuk arca masih dapat kita lihat secara langsung disini. Selain itu juga terdapat mata uang kuno,koleksi keramik, guci yang terbuat dari tanah liat, dan berbagai macam Patung Hariti.

Selepas berkeliling di kawasan Museum Trowulan, maka berakhirlah agenda perjalanan Modul Nusantara kami. Dari berbagai tempat yang sudah dikunjungi, kita dapat melihat betapa Indonesia merupakan negara yang luar biasa. Bhinneka Tunggal  Ika bukan hanya sekedar semboyan saja, tapi itulah bangsa kita yang sebenarnya. Bangsa yang kuat karena keberagaman yang dimilikinya. Sudah selayaknya kita sebagai warga negara Indonesia juga ikut menjaga dan melestarikan warisan budaya yang ada agar tetap bisa dinikmati anak cucu kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun