Namun jumlah pendapatan tersebut ternyata bukan hasil netto/bersih.ada cost/biaya-biaya lain yang harus dikeluarkan semisal biaya transportasi dari kebun menuju penampung(PANCANG)yang nilainya ratusan ribu rupiah.
Tidak sampai disitu saja,Perolehan Hasil sebesar Rp.4.125.000,oleh pekerja tersebut harus dibagi sama rata lagi jika orang yang bekerja lebih dari satu.
Yang lebih memprihatinkan lagi adalah uang sebesar Rp.4.125.000 itu harus cukup untuk membiayai kebutuhan hidup anak dan istri selama 3,bulan kedepan,menjelang masa panen berikutnya.
Maka jika di estimasi pendapatan petani yang bekerja di kebun kelapa milik AM tersebut,setelah dipotong biaya-biaya lainya hanya mendapat kurang lebih sebesar Rp.40.000,ribu rupiah perhari yang digunakan untuk membeli bahan kebutuhan pokok seperti beras,minyak,telur,gula,teh,listrik dan jajanan anaknya serta kebutuhan lainnya.
Sementara dikutip dari laman bps.co.id tahun 2019 penduduk dengan kategori miskin adalah mereka yang berpenghasilan rata-rata Rp.1,900.000/perbulan dengan anggota keluarga 4-5 orang.
Dari sektor mikro terutama dalam penyediaan barang dan jasa juga akan terus berdampak jika hal ini tidak ditanggulangi dengan segera,karena tidak sedikit pelaku usaha mikro mengeluhkan tentang omset mereka yang terus menerus menurun beberapa bulan terakhir.
Harapan para petani menjelang bulan ramadhan dan idul Fitri,harga komoditas kelapa bisa segera naik untuk mengimbangi kenaikan harga kebutuhan bahan-bahan pokok***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H