Mohon tunggu...
Fitrah Prana Mulya
Fitrah Prana Mulya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Desk

~key

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Peran Mahasiswa Farmasi Terkait Dicabutnya RUU Kefarmasian dari Proglenas Prioritas

25 April 2021   03:14 Diperbarui: 25 April 2021   05:02 2997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Belum lama ini farmasi dibuat kecewa lantaran Rancangan Undang-undang kefarmasian sebelumnya masuk kedalam susunan proglenas prioritas kemudian dicabut secara resmi. Rancangan Undang-Undang kefarmasian merupakan landasan dalam meregulasi pendidikan serta profesi utamanya untuk farmasis atau apoteker. 

Rancangan Undang -- undang kefarmasian ini adalah suatu rancangan yang sebelumnya telah diajukan oleh civitas kefarmasian dalam rangka meregulasi terkait dengan produk-produk kefarmasian, sumber daya manusa farmasi, lembaga-lembaga kefarmasian, ranah pendidikan farmasi, asosiasi kefarmasian, ataupun kelembagaan farmasi. Rancangan Undang -- undang ini pula mencakup larangan ataupun anjuran mengenai hal -- hal yang terdapat dalam kefarmasian. 

Rancangan-undang-undang kefarmasian memiliki urgensi yang sangat penting dimana dapat menjadi suatu pondasi yang sangat kuat dan sebagai payung hukum bagi tenaga kefarmasian sebab tanpa adanya payung hukum ini, akan banyak permasalahan yang dapat timbul akibat tidak adanya rancangan undang-undang yang meregulasi penatalaksanaan dalam ranah kefarmasian. 

Disamping itu terdapat pula dampak -- dampak yang dapat ditimbulkan akibat dari disahkannya Rancangan Undang -- undang ini, seperti dampak positif yang dapat memberikan kejelasan terkait kelangsungan kerja dari profesi apoteker, adanya naungan payung hukum, dan bahkan dapat meningkatkan eksistensi profesi apoteker. 

Dengan dicabutnya Rancangan Undang -- undang kefarmasian, pelaksanaan tugas apoteker menjadi tidak maksimal, tanpa di sahkannya rancangan Undang-undang kefarmasian ini sulit untuk membuat keteraturan dalam pelaksanaan pelayanan farmasi, selain itu, dengan dicabutnya Rancangan Undang -- Undang Kefarmasian dari prolegnas prioritas ,  ini bukan hanya akan berdampak pada farmasis atau apoteker saja akan tetapi dampaknya pula dapat meluas hingga ke masyarakat. 

Seperti yang disebutkan diatas bahwa Rancangan Undang -- undang kefarmasian memiliki urgensi yang sangat penting dalam mengatur segala hal di bidang kefarmasian, contoh sederhana misalnya dalam distribusi obat -- obatan, ketika obat-obatan didistribusikan maka akan timbul beberapa risiko yang dapat merugikan, seperti misalnya adanya penyalahgunaan obat -- obatan, atau adanya obat - obatan yang belum teruji secara klinis itu diperdagangkan secara bebas, obat illegal ataupun vaksin palsu, ketika hal tersebut terjadi maka farmasis yang memiliki tanggung jawab terhadap pendistribusian obat - obatan tersebut akan ikut merasakan dampaknya karena tidak adanya payung hukum yang jelas menaungi insan farmasi. 

Selain itu pula dalam hal pengawasan produk kefarmasian misalnya obat-obatan atau kosmetik, apoteker akan sangat sulit untuk merealisasikannya, hal ini dikarenakan mereka akan terhalangi oleh aspek legalitas dan juga tidak adanya payung hukum yang mendukung. 

Pada pelayanan kesehatan misalnya pada rumah sakit, seorang apoteker akan sangat kesulitan dalam menentukan dosis penggunaan obat yang diberikan kepada pasien karena adanya keterbatasan wewenang akibat di cabutnya rancangan undang -- undang kefarmasian ini, karena alasan itu semua apoteker memerlukan wewenang dan payung hukum yang jelas yang dapat mengcover ketenagakerjaan di bidang farmasi ini. 

Berkaca dari beberapa dampak yang dapat dilihat dari berbagai perspektif  tersebut diatas dimana bukan hanya insan farmasi yang merasakan dampaknya akan tetapi akan merembes pula hingga ke masyarakat. 

Makanya banyak pihak yang merasa sangat kecewa akan keputusan dari DPR mengenai pencabutan rancangan Undang-undang kefarmasian dari prolegnas prioritas ini, karena seharusnya pemerintah dan penegak hukum semestinya lebih menegakkan rancangan undang -- undang kefarmasian ini melihat besar dan luasnya dampak yang bisa ditimbulkan dan belum adanya  kejelasan payung hukum  dalam mengakomodir selueruh aktivitas kefarmasian, karena dengan adanya rancangan undang -- undang kefarmasian yang sebelumnnya telah diajukan oleh Ikatan apoteker Indonesia kepada DPR, dengan harapan dapat memberikan konsep regulasi profesi apoteker, organisasi profesi dan masyarakat serta stakeholder lainnya guna menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia terkhusus pula pada peningkatan mutu ketenagakerjaan dibidang farmasi,  pemerintah seharusnya lebih memerhatikan dengan jeli mengenai aspek tersebut dan juga menjadikan RUU kefarmasian  sebagai undang -- undang  yang memiliki kejelasan akan tetapi realita yang sekarang terjadi malah sebaliknya rancangan undang -- undang yang telah ada malah di tiadakan dari program legislasi nasional prioritas.

 Sebelumnya karena adanya ketidakjelasan payung hukum yang menaungi civitas farmasi yang dimana terdapat dua peraturan yang terbit ditahun yang sama yakni peraturan Undang -- undang nomor 36 tahun 2009 dan juga peraturan pemerintah nomor 51 tahun 2009. PP ini mengacu pada undang -- undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan. 

Peraturan pemerintah tersebut dibuat dengan tujuan pelaksanaan pasal 23 undang -- undang nomor 23 tahun 1992 yang mana seharusnya priode berlakunya Undang -- undang nomor 23 tahun 1992 telah diganti menjadi undang -- undang nomor 36 tahun 2009, jika lebih ditelaah peraturan pemerintah tersebut dibuat hanya untuk memperjelas satu pasal dari undang -- undang nomor 23 tahun 1992. Dari aspek ketidakjelasan ini pula dapat menjadi penuntun dalam pentingnya pengesahan rancangan undang -- undang kefarmasian yang jelas, yang dapat meregulasi pelaksanaan praktek kefarmasian.

Adanya kekuatan hukum dalam melaksanakan praktek kefarmasian juga perlu diperhatikan, pasalnya pada profesi kesehatan lainnya seperti misalnya kedokteran atau keperawatan telah memiliki undang -- undangnya masing -- masing, dengan adanya undang -- undang kefarmasian, apoteker atau tenaga kefarmasian dapat terhindar dari penyalahgunaan wewenang karena adanya batas -- batas yang mengatur praktek kefarmasian tersebut.

Menyikapi hal tersebut diatas, di media sosial telah ramai diperbincangkan masalah ini yang disampaikan dengan tagar #Farmasikecewa dan #pray4farmasi, hal tersebut tentu saja merupakan hal yang wajar jika dilihat dari pentingnya aspek -- aspek Rancangan Undang -- Undang kefarmasian,  sebagai mahasiswa farmasi tentu perlu adanya peran dan pergerakan untuk mengatasi masalah ini, karena hal ini menyangkup masa depan untuk mahasiswa farmasi utamanya ketika akan melangkah ke dunia kerja. 

Memperjuangkan nasib insan farmasi dimana bidang yang belum memiliki payung hukum yakni profesi apoteker, yang mana tak ada jaminan perlindungan ketika seorang dengan lulusan farmasi atau apoteker bekerja kelak. 

Peran mahasiswa untuk mendiskusikan masalah ini guna mendapatkan solusi yang terbaik salah satunya adalah dengan turun ke jalan dan menyampaikan aspirasi -- aspirasi kepada pejabat tinggi Negara demi memperjuangkan dan menuntut hak -- hak untuk civitas farmasi dan sebisa mungkin mendesak pemerintah untuk mengesahkan rancangan undang -- undang kefarmasian, selain itu juga, bekerja sama dan menyatukan suara dari berbagai kalangan pendidikan farmasi seperti sekolah menengah farmasi juga dapat turut menyatukan suaranya bersama mahasiswa, selain itu, dapat pula dilakukan aksi berupa tulisan -- tulisan sebagai bentuk kekuatan untuk mendesak pengesahan rancangan undang -- undang kefaramsian ini. 

Aksi yang dilakukan pun juga tidak sepenuhnya dilakukan dengan turun ke jalan, seruan pun juga bisa dilakukan dengan memanfaatkan media -- media sosial yang ada, dengan memanfaatkan media sosial tersebut mahasiswa dapat membanjiri liminasa untuk mendapatkan dukungan dari berbagai kalangan seperti lembaga -- lembaga kesehatan ataupun masyarakat. 

Selain yang disebutkan diatas, dapat pula dilakukan kajian -- kajian yang di dalamnya mendiskusikan mengenai permasalahan dari pengesahan rancangan undang -- undang tersebut dan juga agar dapat mendiskusikan solusi -- solusi yang tepat guna merealisasikan pengesahan RUU Kefarmasian. 

Perjuangan mahasiswa farmasi dapat pula dilanjutkan dengan mengambil langkah dalam lembaga seperti mengirimkan surat terbuka secara langsung kepada petinggi Negara dalam hal ini yang ditujukan langsung kepada presiden Republik Indonesia guna menyampaikan aspirasi terkait keresahan akan peraturan kefarmasian serta tidak adanya payung hukum yang menaungi profesi apoteker. Ini meruapakan langkah yang dapat dilakukan untuk para mahasiswa farmasi untuk terus mengawal rancangan undang -- undang kefarmasian agar segera di sahkan atau ditindaklanjuti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun