Kutatap wajah si sulung yang penuh pengharapan. Aku tahu mobil-mobilan yang dimau Ayas itu memang bagus kualitasnya. Juga harganya. Sebenarnya sempat terlintas di otak untuk bilang, "Jangan, Nak. Itu mahal."
Tetapi aku segera ingat ucapan Ipho Santosa, saat mengikuti seminar percepatan rezeki, "Ndak apa sekarang kita tak punya uang banyak. Tak masalah sekarang kondisi kita masih miskin. Tapi yang terpenting kita harus punya mental kaya. Dan salah satu ciri orang bermental kaya adalah anti bilang mahal. Lebih baik ganti ucapan itu dengan, 'Ya Allah, mampukan aku beli barang itu.' Malah jadi doa, kan?"
Kusentuh pipi Ayas, "InsyaAllah, nanti Abi belikan, ya. Sekarang lihat dulu harganya berapa."
Setelah itu kuajak Ayas, adiknya, juga emaknya, ke toko mainan. Benar saja di sana jualan mobil Hot Wheels. Segera si sulung menunjuk mainan yang dimau.
"Itu, Bi. Mobil itu. Sekalian beli jalannya." Dia menunjuk mobil beserta trek yang disusun muter-muter.
"Berapa harga mobil sama treknya, Pak?" istri bertanya pada penjual.
"Treknya saja 150 ribu, Bu. Untuk mobilnya macam-macam harganya."
"Oke, Ayas mau yang itu?" kataku pada Ayas.
Tak perlu ditanya dua kali, si sulung segera mengangguk mantap.
Saat itulah istri mencolek lenganku, dia kedip-kedipin mata dan berbisik, "Tunggu dulu, Abang. Abang belum gajian. Ini tagihan BPJS naik. Listrik naik. Beli yang murah-murah saja."
"Tapi Ayas mau yang itu jeh, Neng. Kasi ..."