Mohon tunggu...
Fitrah Al  Sidiq
Fitrah Al Sidiq Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Mahasiswa

Memberi dan menerima yang baik-baik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ramai-ramai Beresolusi

15 Januari 2019   23:44 Diperbarui: 16 Januari 2019   00:06 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap akhir tahun, orang beramai-ramai membicarakan tentang resolusi. Akhir tahun menjadi waktu yang tepat bagi setiap orang dalam menyusun program pribadi satu tahun kedepannya, meskipun sebenarnya resolusi tidak saja di akhir tahun. 

Bisa saja daftar resolusi dibuat di akhir bulan. Tentu resolusi untuk satu bulan di depannya. Namun dari pada itu yang terpenting adalah punya resolusi atau target-target kedepannya yang harus dicapai karena tidak punya resolusi sama dengan tidak punya tujuan tertentu atau dengan kata lain menjalani hidup seadanya.

Resolusi tersebut kerap dikaitkan dengan target pencapaian seperti finansial, jika pendapatan rata-rata 4-5 juta per bulan maka di tahun depan target itu menjadi 6-7 juta perbulan. Sebagian kita ada yang memfokuskan target soal prestasi, misalnya dengan menargetkan juara 1 kelas atau pada ajang perlombaan. Ada juga resolusi tentang pacar, jodoh, dan soal hati lainnya.

Sebelum jauh-jauh membicarakan soal resolusi, penulis mencoba mengartikan kata resolusi dengan merujuknya pada Kamus Besar Bahasa Indonesia. Dalam KBBI, resolusi adalah putusan atau kebulatan pendapat berupa permintaan atau tuntutan yang ditetapkan oleh rapat (musyawarah, sidang); pernyataan tertulis, biasa berisi tentag tuntutan suatu hal. 

Ketika kita menghubungkan dengan konteks tahun baru, penulis mencoba mengambil kesimpulan bahwa resolusi adalah keputusan yang tertancap dalam hati berupa harapan dan dalam waktu tertentu harapan tersebut dapat terealisasi atau terwujud.

Mengutip Wikipedia, resolusi tahun baru merupakan tradisi sekuler yang pada umumnya terdapat di dunia Barat, tetapi juga bisa ditemukan di dunia belahan lainnya, seperti Indonesia. 

Asal muasal resolusi sebagaimana yang terdapat pada Wikipedia, penduduk Babilonia kuno berjanji kepada para dewa yang mereka sembah setiap awal tahun bahwa mereka akan mengembalikan semua benda-benda yang telah mereka pinjam dan membayar utang mereka. 

Bangsa Romawi memulai awal tahun dengan berjanji kepada dewa Janus, yang namanya diabadikan menjadi nama bulan Januari. Pada Abad Pertengahan para kesatria mengucapkan "sumpah merak" pada akhir musim Natal setiap tahunnya untuk menegaskan kembali komitmen mereka sebagai kesatria.

Di Indonesia tradisi resolusi di pergantian tahun juga tak kalah ramainya. Ramai-ramainya tampak jelas ketika kita melihat ke jejaring sosial media, media massa ataupun blog-blog pribadi. Jika kita googling, ada kisaran puluhan tulisan yang berkaitan dengan resolusi tahun baru.

Diantaranya ada yang membuat dengan judul-judul fantastis, menarik, atau memikat, misalnya tribunnews.com yang menulis '10 Resolusi Baru 2019 yang Harus Kamu Terapkan, Tahun Baru Fix Jadi Pribadi yang Lebih Baik'.

Isi atau buah resolusinya pun bermacam-macam, ada yang unik dan ada juga yang di luar biasanya, misalnya mojok.co yang menulis '8 Resolusi Tahun Baru Anti-Maenstream dan Anti Gagal Ala Mojok', salah satunya ialah viral karena zaman sekarang ini viral menjadi salah satu tujuan hidup bagi sebagian orang.

Di samping membuat daftar resolusi sebenarnya ada hal yang paling penting lagi di atas resolusi tersebut yakni mempertanggungjawabkan akan terwujudnya resolusi itu. Kebanyakan orang mungkin gagal atau bahkan lupa terhadap capaian-capaian yang telah diinginkannya yang ditelah disusun mungkin pada sebuah kertas. Resolusi hanya tinggal resolusi tanpa memperjuangkannya. Jika demikian maka pantaslah disebut bahwa resolusi hanya sebuah tradisi atau seremonial tiap pergantian tahun.

Mengantisipasi hal tersebut perlu ada upaya-upaya agar resolusi dapat teralisasi dengan baik dan capaian hasil akhirnya memuaskan. Upaya tersebut sebenarnya juga merupakan bahagian dari resolusi itu sendiri karena meskipun resolusi tahun 2019 hampir sama dengan tahun sebelumnya namun langkah yang diperlukan dan situasinya pasti berbeda. Untuk itu, resolusi yang telah dibuat secara jelas juga diperlukan langkah yang kongkrit yang sesuai dengan tantangan kondisinya.

Selain itu, perlu juga hendaknya mengevaluasi setiap langkah kongkrit yang telah ditentukan agar kedepannya langkah tersebut lebih mengena yang pada akhirnya resolusi yang diinginkan terwujud dengan baik. Semakin sering mengevaluasi langkah makan semakin terang dan tepat langkah menuju kesuksesan resolusi.

Dalam sebuah ebook yang ditulis oleh Dr. Andhika Sedyawan yang berjudul Rahasia Menjadi 8% Orang yang Berhasil Mewujudkan Resolusi Tahun Barunya, yang penulis dapatkan beberapa waktu lalu, menyebutkan ada 5 penyebab gagal mewujudkan resolusi tahun baru, diantaranya, resolusi tidak S.M.A.R.T. S adalah spesifik. 

Kebanyakan orang membuat resolusi yang umum atau global seperti "Saya Ingin Kaya" tanpa menyebutkan jumlah kekayaan yang dimaksud. M adalah measurable atau tidak bisa diukur. Hampir sama dengan sebelumnya. A adalah achievable atau terjangkau. Setiap resolusi harus dengan kemungkinan terwujud.

Sedangkan R berarti realistis atau tidak menghayal misalnya tidak pernah berorganisasi kepingin menjadi sekjen partai. Dan T adalah timebound atau batas waktu. Kebanyakan resolusi disusun tanpa menetukan tenggat waktu terealisasi. Selain SMART, menjalin hubungan dengan manusia (habluminannas) dan hubungan kepada Allah (habluminallah) juga menjadi faktor penentu suksesnya sebuah resolusi. 

Habluminnas adalah pertemanan atau jaringan sosial dan habluminallah adalah doa dan ritual lainnya sebagai bukti bahwa manusia berserah diri kepada Allah karena manusia hanya mampu merencanakan dan Allahlah yang akan mentakdirkan.

Mempercayakan kepada Allah sama halnya dengan membuat resolusi itu semakin mudah terwujud. Jika resolusi tersebut belum juga terwujud mungkin ada beberapa penyebab lainnya sehingga yang terpenting adalah coba dan mencoba lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun