Mohon tunggu...
Fitrah Hayati
Fitrah Hayati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Seorang mahasiswi STIKOM Bandung dan penulis amatir di beberapa platform online.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Terbelenggu Kejamnya Trauma

1 Maret 2024   16:59 Diperbarui: 1 Maret 2024   17:05 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ku pandangi lukisan yang terpampang indah di dinding salah satu museum ternama Bandung, seorang wanita tua yang tersenyum sembari menggandeng seorang anak kecil yang terlihat polos.

Suasana jadoel, pikirku. Semakin ku amati seakan aku terbawa kedalam tatapan sang anak. Lirikannya kepada sang ibu mengingatkanku kepada pemandangan desa yang familiar dibenakku, ketika menjelang maghrib akan banyak warga desa yang berstatus sebagai seorang petani kembali dari ladang bersama anak mereka yang terkadang menyusul ke sawah atau ladang tani mereka yang lain. 

Ketika panen menghasilkan hasil yang memuaskan maka senyum dan raut kebahagiaan akan tercetak jelas di wajah mereka. Namun apabila hasil panen tidak sesuai harapan mereka, raut wajah lesu yang menghantar iba akan terlihat jelas mengiringi langkah kaki mereka menuju tempat berlindung yang mereka sebut rumah.

Aku menghela nafas, tenggelam dalam pikiran di siang bolong memang menggelikan.

 

Sejak kecil aku selalu suka mencari tahu segala alasan dari sebuah benda atau kehidupan, mengapa benda itu berbentuk bulat? Kenapa matahari bersinar hanya di pagi hari? Apakah awan selalu menangis ketika berwarna gelap? Apakah diujung pelangi benar-benar ada seorang bidadari yang sedang mandi?.

Semua pertanyaan itu berputar di dalam kepalaku bagaikan laron yang menari berputar di sekeliling lampu dikala hujan.

Saat aku Tk aku suka bergaya seperti laki-laki, aku sangat membenci rambut panjang dan tidak menyukai mainan perempuan. Aku sangat suka saat ayah atau ibu membelikanku mobil remote yang dapat kukendalikan dari jarak jauh. Entah kenapa rasanya segala esensi yang ada pada mainan yang dilabeli sebagai mainan anak laki-laki itu begitu menarik, robot yang dapat bersuara, bola yang memiliki aturan ketika di tendang, dan lain sebagainya.

Ketika aku memasuki usia Sekolah Dasar, aku mulai menunjukkan ketertarikan kepada barang-barang perempuan, aku suka baju yang membuatku nampak seperti putri, aku suka kebaya yang terlihat indah disetiap jahitannya, aku suka rok yang dapat mengembang menjadi seperti bunga ketika berputar dan menari, dan aku suka ketika seorang wanita dewasa memoles wajahnya menggunakan benda berwarna-wanri yang menarik. Itu cantik.. sangat cantik.

Perkembangan fisik dan mentalku tidak seperti anak pada umumnya, aku memiiki percepatan baik dalam hormon maupun fisik. Dan setelah itu hari-hari gelapku dimulai.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun