Mohon tunggu...
Fitka Sari
Fitka Sari Mohon Tunggu... Lainnya - Perangkai Kata

Marriage isn't even on my list!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Manusia Semakin Semena-mena

26 Juni 2023   12:10 Diperbarui: 26 Juni 2023   12:26 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku termenung di depan jendela kamar, menyaksikan padi yang bergoyang ditiup angin. 

Tiba-tiba, hatiku  dipenuhi keirian yang membuncah.

"Mungkin menjadi padi atau pohon lebih enak daripada manusia, "aku meracau.

"Mereka hanya tinggal bertumbuh, dipanen, dan selesai. Tidak perlu sakit hati di dunia, pun kelak masih menunggu peradilan yang belum tentu berganjar surga, "aku mendengus.

Aku sungguh kesal. Dalam 2 hari ini aku berkonflik dengan senior  di tempat Kerja. Bukan konflik parah, tapi cukup membuatku sakit hati. 

Sudah dua hari aku cuti. Di malam yang tak begitu syahdu, disaat waktu sudah menunjukkan jam 10 malam senior WA,"Mbak, tolong kirim berkas X, saya cari di grup tidak ketemu."

Aku yakin, dia tidak benar-benar mencari. Dia hanya mencari jalan tikus untuk mendapat yang dia inginkan. Aku berani bertaruh, kalau dia sedikit effort saja, dia bisa menemukannya.

Tak lebih dari 3 menit, dia mendapatkan yang dia inginkan. Dia tak akan tahu, saat dia WA, aku posisi sudah setengah tidur di bawah selimutku yang hangat. Aku terpaksa menyingkap selimut dan bergegas membuka Appleku. Kucari berkas yang sudah kukirim di grup kantor. Dia senior dan aku berusaha menghormatinya.

"Ini ya bu. Tolong nanti diberikan cara prosedur penyelesaiinnya karena saya baru pertama. "

"Ya mbak, nanti ya."

Kutunggu sampai 2 jam berikutnya. Tak ada WA masuk. Ini sudah dini hari dan tak mungkin aku menunggu lebih lama. kuputuskan untuk tidur.

Jelang sore hari atau berselang 18 jam dari dia menyebut "nanti", tak juga kuterima WA darinya.

Dia tidak sedang cuti. Dia harusnya sudah mengirimkannya sejak pagi. Dengan marah aku searching google. Apa hal yang tak bisa ditemukan di google sekarang ini? Kenapa harus menyebut "nanti"? Kalau diingkari kenapa tidak minta maaf dan setidaknya memberi kabar?

Harapan bahwa dia akan bereffort sepertiku terhadap hal yang kuminta ternyata justru hal yang menyakitiku. Lebih menyakitkan bahwa sebenarnya aku bisa mencari sendiri. Kukira sedikit beramah tamah dibutuhkan untuk pegawai baru.

"Maaf tidak perlu dikirim bu, saya sudah tanya senior yang lain, "aku mengirim pesan padanya saat aku sudah mendapat jawaban Google.

"Alhamdulillah, maaf ya mbak." 

Asu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun