Mohon tunggu...
F. Nugrahani Setyaningsih
F. Nugrahani Setyaningsih Mohon Tunggu... Administrasi - JFT Pranata Humas

Anggota Iprahumas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Mendokrak Citra Bangsa Lewat Olahraga, Masihkah Efektif ?

8 Desember 2017   09:28 Diperbarui: 8 Desember 2017   09:49 2489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nah, unsur pembeda inilah yang diharapkan melekat terus di benak para atlet dan wisatawan, sehingga mereka akan terus mengingat Indonesia karena nation brand yang diciptakan.

Di Eropa atau Amerika Serikat, orang-orang justru lebih mengenal Bali ketimbang Indonesia. Bahkan, yang lebih "nggeregetin", mereka ternyata lebih tahu tentang Malaysia tetapi tidak kenal dengan Indonesia --negara yang jauh lebih besar ketimbang negeri jiran tersebut.

Tapi apa daya, Malaysia lebih dulu sadar akan pentingnya pencitraan atau branding. Malaysia ke mana-mana selalu mengklaim negaranya sebagai Truly Asia. Cukup ke Malaysia saja, Anda sudah bisa lihat semua.

Jadi kini persaingan terjadi bukan hanya antarpebisnis, tapi juga antar penyelenggara negara. Setiap negara berlomba-lomba ingin lebih dikenal, dan lebih disukai investor, lebih mampu menyediakan lapangan kerja yang berkualitas, dan lebih ramai transaksi perdagangannya. Itu semua akan membuat uang yang datang dan beredar di negara tersebut menjadi lebih banyak. Dalam konteks inilah nation brand menjadi penting.

Berbicara tentang taktik mengenalkan potensi bangsa kepada dunia luar, tidaklah bijak jika kita hanya fokus pada prestasi olahraga dan event-nya saja, namun perlu disadari bahwa pada akhirnya nation brand tetaplah akan menjadi sekedar kosmetik saja. Sifatnya cuma semu alias palsu.

Padahal tren ke depan, ketika penghuni bumi ini satu-sama-lain makin saling terkoneksi, tak ada lagi tempat untuk menyembunyikan yang palsu. Takkan ada pencitraan dan kebohongan yang sulit ketahuan, sebab semua informasi kini bisa ditelusuri.

Semua klaim sepihak bisa diperiksa ulang. Semua data rekayasa bisa diteliti dan dibandingkan. Dan segala kepalsuan akan mudah terbantahkan. Semakin kita sibuk menutupi kepalsuan dengan pencitraan baru, semakin berkurang pula, kepercayaan dunia kepada Indonesia.

Jika kita kurang yakin, mungkin Buku Anholt tentang nation branding yang berjudul "Competitive Identity: The New Brand Management for Nations, Cities and Regions" bisa menjadi jawabannya.

Dari hasil kajian nation branding di berbagai negara, Anholt menyimpulkan adanya mis-informasi sekaligus miskonsepsi. Banyak penyelenggara pemerintahan mengira, ukuran tertinggi pencitraan negara mereka adalah menjadi the best secara nation brand. Sehingga yang kemudian dilakukan adalah beramai-ramai untuk menutupi kekurangan dan keburukan masing-masing, sementara substansi masalahnya, tak sungguh-sungguh ditangani.

Selama beberapa tahun Anholt menyusun peringkat Country Branding Index, ia memakai MARSS Model. MARSS adalah singkatan dari Morality, Aesthetics, Relevance, Sophisticationserta Strength. Kesemua itu sering disebut sebagai "the five drivers of national reputation".

Nah, dari beberapa kali penelitiannya, pada akhirnya Anholt menyimpulkan, bahwa dari lima aspek penentu reputasi suatu negara, yang dianggap paling berpengaruh secara signifikan, adalah moralitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun