Mohon tunggu...
Fithriana Widadti
Fithriana Widadti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Sosiologi FISIP UNS

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tinjauan Sosiologi dalam Fenomena Pembatalan Wacana Konversi Kompor Gas ke Kompor Listrik, Keputusan yang Tepatkah?

19 November 2022   22:11 Diperbarui: 19 November 2022   22:23 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Beberapa pekan lalu, publik sempat digemparkan dengan munculnya berbagai pemberitaan mengenai rencana peralihan penggunaan kompor gas elpiji 3 kg ke kompor listrik. Tentunya isu tersebut menuai banyak komentar dan pendapat dari berbagai kalangan, baik dari masyarakat hingga para petinggi negara juga buka suara terkait wacana program tersebut. 

Pasalnya, banyak yang berpikir bahwa nantinya biaya penggunaan kompor listrik akan lebih mahal bila dibandingkan dengan kompor gas.

Dilansir dari kanal berita republika.co.id bahwa program konversi penggunan kompor gas elpiji ke kompor induksi ini merupakan komitmen pemerintah Indonesia dalam rangka mengurangi emisi karbon yang dihasilkan dari kompor gas, selain itu disebutkan pula bahwa program ini telah sejalan dengan salah satu isu prioritas G20 yaitu transisi energi. 

Tidak hanya itu, mantan Direktur Utama PT PLN, Dahlan Iskan, mengungkapkan bahwa peralihan kompor gas ke kompor listrik juga bertujuan untuk menekan biaya impor LPG yang menjadi dua hal paling membebani negara bersama impor BBM. Diperkirakan pada tahun 2024 mendatang, Indonesia akan mengalami peningkatan kebutuhan impor LPG sebesar Rp 67,8 triliun. 

Wacana program peralihan dari kompor gas ke kompor induksi diawali dengan pihak pemerintah yang melakukan uji coba dengan membagikan paket kompor listrik gratis kepada 300 ribu masyarakat Indonesia yang identitasnya terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Uji coba tersebut diketahui hanya akan dilaksanakan di daerah Solo dan Bali.

Berdasarkan pemberitaan yang diinformasikan dalam kanal berita CNBC Indonesia, pada tanggal 14 September 2022 Komisi VII DPR RI bersama Direktur Utama PT PLN, Darmawan Prasodjo, melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang membahas pelaksanaan teknis konversi kompor gas ke kompor listrik. 

Selanjutnya, pada tanggal 23 September 2022, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan konferensi pers dan menginformasikan adanya penundaan wacana program konversi kompor LPG ke kompor listrik pada tahun 2022 ini. 

Tentunya hal tersebut mendapat banyak tanggapan dan masyarakat menilai wacana tersebut masih belum siap direalisasikan. Meskipun adanya pengunduran, namun uji coba penggunaan kompor listrik masih tetap digencarkan.

Sebenarnya program peralihan dari kompor gas ke kompor listrik masih dalam tahap wacana dan uji coba kepada masyarakat, namun realitanya hal tersebut sudah menuai banyak pro dan kontra dari berbagai kalangan.

Seperti yang diungkapkan oleh Mulan Jameela, Anggota Komisi VII DPR RI menilai bahwa kompor listrik kurang pas apabila diterapkan di Indonesia hal ini ditinjau dari jenis masakan yang dianggap sangat tidak relevan apabila harus dimasak menggunakan kompor listrik. Ungkapan tersebut mendapat banyak sambutan positif dari kalangan masyarakat.

Namun, di sisi lain wacana tersebut juga mendapat dukungan, salah satunya dari Pakar Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radi, menyatakan setuju apabila wacana tersebut direalisasikan karena menurutnya penggunaan kompor listrik akan memakan biaya yang lebih murah daripada kompor gas dan dapat menekan pengeluaran negara dalam mengimpor tabung gas elpiji yang dinilai cukup tinggi. 

Selain itu, melalui peralihan ke kompor listrik ini juga merupakan bentuk upaya pemerintah mengurangi subsidi pada tabung gas elpiji 3 kg yang beban subsidinya  memakan anggaran negara yang cukup besar.

Di tengah -- tengah perhelatan pro dan kontra mengenai wacana peralihan kompor gas ke kompor listrik, pada tanggal 27 September 2022 secara resmi PT PLN (Persero) menyampaikan pembatalan wacana program tersebut. 

Pernyataan ini disampikan langsung oleh Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, dengan alasan mempertimbangkan kondisi masyarakat pasca pandemi Covid-19. Tentunya hal ini mengejutkan berbagai pihak, pasalnya di tengah -- tengah informasi penundaan perealisasian, kini wacana tersebut malah dibatalkan sekaligus.

Dalam fenomena ini, wacana peralihan kompor gas ke kompor listrik apabila ditinjau berdasarkan pemahaman Sosiologi dapat dikatakan sebagai sebuah proses pembangunan.. Pembangunan merupakan suatu usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat, yang mana kemajuan dalam hal ini sering dikaitkan dengan kemajuan material yaitu kemajuan yang dicapai suatu masyarakat di bidang ekonomi (Budiman, 2000). 

Hal ini sejalan dengan salah satu tujuan dari wacana peralihan penggunaan kompor gas ke kompor listrik yaitu menekan biaya impor elpiji yang mana pada akhirnya dapat menjadi solusi perbaikan pertumbuhan ekonomi negara.. 

Walaupun konsep mengenai pertumbuhan ekonomi menjadi aspek utama yang diperhatikan, suatu pembangunan juga tidak boleh mengabaikan aspek -- aspek lain terutama yang menyangkut pemerataan dan keadilan sosial bagi masyarakat.

 Penggunaan kompor listrik memang cukup efektif dan merupakan solusi yang strategis, namun perlu diadakan tinjauan ulang apakah kompor tersebut dapat diakses oleh semua kalangan masyarakat Indonesia mengingat besaran listrik pada kompor listrik yang cukup tinggi. 

Selain itu, juga perlu diperhatikan bahwa pemerataan listrik di Indonesia masih belum sepenuhnya merata, hal ini disampaikan sendiri oleh Direktur Utama PT PLN pada tanggal 15 Juni 2022 dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama komisi VI bahwa masih ada lebih dari 4700 desa yang belum dapat menikmati listrik PLN. 

Oleh karena itu, suatu pembangunan seharusnya tidak hanya mementingkan aspek ekonomi. Pembangunan yang hanya mengutamakan ekonomi dapat menimbulkan instabilitas dan dapat menghancurkan hasil -- hasil pembangunan yang telah dicapai sebelumnya (Budiman, 2000).

Selain itu, suatu pembangunan juga dapat diartikan sebagai perubahan menuju hal yang lebih baik yang di dalamnya terdapat perubahan karakter suatu bangsa dengan menjadikan negara -- negara industri maju sebagai kiblatnya (Nasrullah, 2016). Hal inilah yang menjadi penting untuk menilai apakah penggunaan kompor listrik saat ini tepat untuk masyarakat Indonesia.

Sebagai negara berkembang, Indonesia tidak selalu bisa dipaksakan untuk meniru negara -- negara maju yang memiliki perbedaan kondisi dan kultur budaya. Indonesia dirasa masih belum mampu menerapkan penggunaan kompor listrik secara serentak karena ketidaksiapan infrastruktur dan daya beli bagi keseluruhan kalangan masyarakat Indonesia.

Meskipun wacana peralihan penggunaan kompor gas ke kompor listrik menjadi salah satu alternatif yang dapat dilakukan negara dalam menyelesaikan permasalahan subsidi dan impor LPG, namun hal tersebut perlu mendapat kajian ulang  agar perealisasiannya tidak memberatkan salah satu pihak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun