Mohon tunggu...
Fithri Suffi
Fithri Suffi Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menulis adalah salah satu hobi saya, sebagai bagian dari sebuah proses belajar. Dengan menulis, saya memiliki ruang untuk mengapresiasi apa yang saya lakukan, apa yang saya pikirkan, apa yang saya imajinasikan, apa yang saya pelajari dan apa yang saya inginkan. Menulis bagiku adalah seni dan dunia tanpa batas yang mampu membawa kita dalam berbagai keadaan seperti yang kita mau.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kita Belum Selesai

30 Mei 2024   20:25 Diperbarui: 30 Mei 2024   20:25 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita Belum Selesai

Oleh: Fithri Suffi

Pukul 16.00 WIB. Wanita semampai berparas merah muda itu tepat waktu. Tetapi aku lebih dulu darinya. Kuabaikan dia yang sibuk memanjangkan leher mencari wujudku. Aku yang melihatnya dari sudut ruang, sama sekali tak berniat untuk melambaikan tangan ke arahnya. Memilih menu yang ingin kunikmati, kupikir jauh lebih menarik.

"Gina!"

Akhirnya dia menemukanku. Dengan malas kututup buku menu, dan kutatap sosok menarik yang kini berdiri tepat di seberang meja.

"Hai." Sapaku riang.

"Akhirnya, setelah hampir 15 tahun, kita bisa bertemu lagi." Dia terlihat begitu ramah dengan senyum khas yang menyebabkan lesung pipinya muncul, dan membuat wajahnya semakin menawan. Namun matanya tak lagi ceria seperti dulu. Kupeluk tubuhnya tanpa ragu. Lantas mempersilakan duduk di kursi seberang tempat dudukku.

Aneh rasanya bagiku ketika harus duduk satu meja dengannya. Ada perasaan beku yang sekuat tenaga harus kucairkan, dengan sisa-sisa kesabaran yang telah kupupuk sekian lama.

"Kau pandai memilih tempat." Dia mengedarkan pandangannya ke sekitar. "tempatnya sungguh artistik dan sangat nyaman."

Aku hanya tersenyum dan ikut melihat sekelilingku. Terdapat 15 meja dengan tatanan begitu rupa, hanya dua meja yang terlihat belum berpenghuni. Entah sudah berapa kali aku datang ke tempat ini. Kafe yang merupakan salah satu tempat favoritku. Model bangunannya minimalis dengan dinding bercat putih. Di luar jendela terlihat pohon tabebuya berbaris rapi di pinggir pagar. Bunganya rimbun berwarna pink dan kuning, membuat kafe ini menjadi lebih menarik.

Aku mengangsurkan buku menu padanya. Dia memberi tanda pada beberapa gambar. Aku melambai pada salah seorang pramusaji dan menunjukkan menu yang telah kami pilih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun