Mohon tunggu...
Fiter Antung
Fiter Antung Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Lebih senang disebut sebagai pemerhati Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Aco Lundayeh", Eksistensi Identitas Kultural Dayak Sebagai Daya Tahan Peradaban Global

3 Juli 2018   19:49 Diperbarui: 3 Juli 2018   20:15 1202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengenal budaya dan adat istiadat masyarakat Dayak saat ini tentu lebih mudah, berkat kemajuan tehnologi, yang memungkinkan setiap peselancar di dunia maya memiliki akses untuk membaca dan melihat berbagai tampilan kebudayaan masyarakat. Tanpa harus ke lokasi, setiap orang akan dengan cepat mendapatkan informasi terkait kebudayaan. Berbanding lurus dengan perkembangan kemajuan tersebut, maka arus globalisasi juga semakin menyebar ke segenap penjuru dunia. Penyebarannya berlangsung secara cepat dan

meluas, tak terbatas pada negara-negara maju dengan pertumbuhan ekonomi tinggi, tapi juga melintasi batas negara-negara berkembang , termasuk Indonesia, yang memiliki jumlah pengguna internet terbesar ke enam di dunia (2014, www.kominfo.go.id).

Kemajuan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi seiring derasnya arus globalisasi merupakan dua proses yang saling terkait satu sama lain. Keduanya saling mendukung. Tidak ada globalisasi tanpa kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, dan tentu sebaliknya. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi juga berjalan lambat jika masyarakat tidak berpikir secara global. 

Manusia, suka atau tidak suka, harus menyadari dan menerima kenyataan bahwa globalisasi merupakan sebuah keharusan yang bisa berpengaruh positif dan bahkan negatif. Secara positif, tentu globalisasi akan mendukung perkembangan kemajuan jaman yang memberikan kemudahan bagi umat manusia, namun disisi yang berseberangan, bisa berakibat buruk pada pudarnya eksistensi budaya-budaya lokal, karena globalisasi diusung oleh negara-negara western yang memiliki budaya berbeda dengan negara-negara berkembang, maka nilai-nilai Barat bisa menjadi ancaman bagi kelestarian nilai-nilai kultural di negara-negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia.

Tentu saja bagi bangsa Indonesia, merasuknya westernisasi yang mengiringi arus global di masyarakat Indonesia adalah ancaman bagi budaya asli yang mencitrakan kekhasan kultur lokal di negeri ini. Eksistensi budaya daerah sedang menghadapi ancaman serius dari merasuknya nilai-nilai budaya Barat, yang diminati masyarakat karena dianggap lebih modern. 

Nilai konvensional yang menempatkan sikap elegan budaya timur yang berisikan nilai-nilai toleransi, keramahtamahan, penghormatan pada yang lebih tua juga digempur oleh sikap  individualistik yang dibawa oleh arus globalisasi. Dalam situasi demikian, kesalahan ketika merespon globalisasi dapat mengakibatkan lenyapnya budaya lokal. Kesalahan pada saat merumuskan strategi mempertahankan eksistensi budaya lokal juga bisa mengakibatkan budaya lokal semakin ditinggalkan masyarakat yang kini kian gandrung pada budaya yang dibawa arus globalisasi.

Jika tidak disikapi secara apik dengan memanfaatkan globalisasi tersebut, maka secara cepat akan menimbulkan berbagai masalah, secara khusus penulis garis bawahi pada bidang kebudayaan. Budaya asli suatu bangsa dan nilai-nilai kultur lokal akan memudar, terjadi erosi kultural, hingga kemungkinan akan menurunkan rasa nasionalisme dan patriotisme. 

Menghalaunya tentu tidak mudah, perlu disiasat secara baik dan berstrategi dengan benar, karena saat ini, kita tengah menghadapi berbagai gempuran arus modernitas dan hedonisme. Strategi dalam bentuk eksistensi kultur dengan menghidupkan atau menampilkan corak budaya lokal yang sebenarnya, tentu berdampak dan dapat dikatakan sebagai on the right track,  tepat sasaran serta bernilai daya saing.

Aco Lundayeh (Hari Lundayeh)

Pada tanggal 9 hingga 15 Juli 2018 mendatang, masyarakat Kabupaten Malinau, dan Kalimantan Utara umumnya, akan disuguhi berbagai macam kesenian dan adat istiadat budaya Dayak Lundayeh di Desa Wisata Pulau Sapi, Kecamatan Mentarang, Kabupaten Malinau, dalam bentuk gelaran "Aco Lundayeh" atau "Hari Lundayeh". Terpapar kegiatan seni dan budaya yang disajikan selama seminggu penuh. 

Desa wisata Pulau Sapi sendiri berbenah dan mempersiapkan dirinya dengan maksimal. Keseluruhan rumah-rumah warga diukir menonjolkan gaya khas motif Dayak Lundayeh. Tampilan cantik nan menarik rumah warga sangat elok dipandang mata. Terlebih lagi jika memperhatikan jalan sekitar, mata kita akan disuguhkan pemandangan menakjubkan. Sudut-sudut jalan desa dihias dengan taman-taman berbagai rupa, juga bercorak Lundayeh. Apalagi kesan tertib, bersih, rapi, indah dan harmonis dibalut dengan keramahtamahan warga setempat, menambah semarak jelang pelaksanaan Aco Lundayeh.

Selama hampir dua bulan belakangan, masyarakat Dayak Lundayeh di Kecamatan Mentarang melakukan gotong royong memperindah tampilan desanya serta mempersiapkan gelaran upacara adat yang akan ditampilkan. Segenap kekuatan dikerahkan. Keterlibatan seluruh masyarkaat sangat terasa. Kepedulian serta merta muncul, karena penulis yakin, masyarakat Dayak Lundayeh menyadari bahwa "Hari Lundayeh" adalah  sarana mengokohkan kearifal lokal sebagai jati diri bangsa yang memiliki nilai identitas masyarakat Lundayeh, untuk dibangun secara kokoh dan diinternalisasikan secara mendalam pada seluruh masyarakat Dayak Lundayeh secara khusus, dan bagi pondasi kekuatan budaya bangsa Indonesia.

Menanamkan nilai-nilai kearifan Dayak Lundayeh kepada lintas generasi sejak dini adalah cara tepat menangkal penggerusan nilai-nilai kultural. Harus dipahami, bahwa nilai-nilai kearifan lokal bukanlah nilai usang yang ketinggalan zaman, tetapi dapat bersinergi dengan nilai-nilai universal dan nilai-nilai modern yang dibawa globalisasi. Kita mengetahui bahwa dunia internasional sangat menuntut demokrasi, hak asasi manusia, dan lingkungan hidup yang menjadi agenda pembangunan di setiap negara. 

Namun seyogyanya kita dapat memanfaatkan isu-isu tersebut agar bersinergi dengan aktualisasi dari filosofi budaya Lundayeh yang diusung pada kegiatan Aco Lundayeh 'Lundayeh Ferurum, Lundayeh Ngekem Idi Mere Luk Do' yang artinya bahwa masyarakat Lundayeh bersatu, Lundayeh bekerja dan memberi kebaikan. Menurut penulis, langkah tersebut akan mengajarkan masyarakat untuk berbersikap serta berperilaku yang selalu mengutamakan harmoni, keselarasan, keserasian dan keseimbangan hubungan antara manusia dengan alam, manusia dengan manusia dan manusia dengan Tuhan dalam melaksanakan hidup dan kehidupan.

Penulis menilai bahwa kegiatan "Aco Lundayeh" adalah bentuk dari lokalitas budaya yang efektif sebagai tameng dari gempuran modernitas yang masif. 

Menghidupkan nilai-nilai tradisionil yang mulai jarang dimunculkan dengan menggelar kegiatan budaya selama tujuh hari adalah bagian dari pembangunan budaya yang berkarakter sebagai penguatan jati diri dan kearifan lokal serta menjadi dasar pijakan dalam pelestarian dan pengembangan budaya. Upaya memperkuat jati diri Dayak Lundayeh yang dilakukan melalui penanaman nilai-nilai budaya pada kegiatan "Aco Lundayeh" adalah salah satu langkah yang bernilai positif. Dapat dikatakan bahwa "Aco Lundayeh" juga merupakan bentuk revitalisasi budaya lokal dan penguatan budaya daerah.

"Aco Lundayeh" membentuk perilaku dan pembangunan budaya yang berkarakter pada penguatan jati diri dan sifat interdependensi masyarakat . Penulis juga memaknai bahwa Karakter pembangunan budaya tersebut secara efektif merangkul dan menggerakkan seluruh elemen dalam menghadapi arus homogenisasi, yang membuka proses lintas budaya dan silang budaya yang secara berkelanjutan akan mempertemukan nilai-nilai budaya satu dengan lainnya. 

Kemudian Sebagai tindak lanjut pembangunan jati diri bangsa melalui revitalisasi budaya daerah, "Aco Lundayeh" adalah jalan untuk  memberikan pemahaman atas falsafah budaya Lundayeh. Menurut penulis, langkah ini harus dijalankan berkelanjutan dan konsisten, tidak hanya berhenti pada satu tahapan pelaksanaan gelaran budaya "Aco Lundayeh" saja. Harus ada kontinuitas yang juga  menonjolkan nilai-nilai khas lokal demi memperkuat budaya nasional. Karena itu, pembenahan dalam pembelajaran kebudayaan mutlak dilakukan, tidak hanya secara formal namun juga non formal. Langkah penting untuk melakukannya adalah dengan meningkatkan kualitas para pemangku budaya secara berkelanjutan. 

Sumber Daya Manusia yang berkompeten dan pemangku budaya yang menjiwai nilai-nilai budayanya adalah aset penting dalam proses pemahaman falsafah budaya. Pengembangan kesenian tradisional, menggalakan pentas-pentas budaya di berbagai wilayah mutlak dilakukan oleh para pemangku budaya. Sejatinya, kajian budaya juga perlu dilakukan. Tetapi, semua itu tidak akan menimbulkan efek meluas tanpa adanya penggalangan jejaring antar pengembang kebudayaan di berbagai daerah. Jejaring itu juga harus diperkuat oleh peningkatan peran media cetak, elektronik dan visual dalam mempromosikan budaya lokal.

Pada era global, siapa yang menguasai teknologi informasi memiliki peluang lebih besar untuk menguasai peradaban. Karena itu, strategi penguatan identitas kultural Lundayeh, selain pergelaran "Aco Lundayeh", perlu juga memperhatikan pemanfaatkan akses kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, sebagai pelestari dan pengembang nilai-nilai budaya lokal. 

Kultur Lundayeh yang khas dapat menjadi sebuah produk yang memiliki nilai tambah tinggi apabila disesuaikan dengan perkembangan media komunikasi dan informasi. Penulis menyarankan kepada pemangku budaya Lundayeh, untuk menjadikan media sebagai alat memasarkan budaya lokal ke seluruh dunia. Jika ini bisa dilakukan, maka daya tarik budaya Lundayeh akan semakin tinggi sehingga dapat berpengaruh pada daya tarik lainnya, termasuk ekonomi dan investasi.

Globalisasi mungkin saja mendatangkan musibah kepada seni dan kebudayaan daerah, tetapi dari sudut pandang yang berbeda, pelaku kebijakan dan praktisi budaya lokal harus bepikir dan bertindak global pula, agar arus peradaban baru dapat menjadi ruang serta memberikan kesempatan kepada kebudayaan lokal untuk menyebar ke luar batas negara dan memberikan pengaruh kepada dunia. Dengan kata lain, identitas kultural Dayak Lundayeh akan terus bertahan dan menjadi benteng pertahanan identitas serta tradisi masyarakat.

Telah terbit di Harian Radar Tarakan tanggal 3 Juli 2018 (Kolom Opini)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun