7
Pajak penghasilan pasal 21 (PPh Pasal 21) merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi yang merupakan subjek pajak dalam negeri.
Dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan, perlu mengetahui siapa saja pemotong, siapa yang dipotong, apa saja hak dan kewajiban pihak pemotong dan yang dipotong, bagaimana mekanisme pemotongan, serta cara pelaporan PPH Pasal 21. Pemotong PPh Pasal 21/26 terdiri dari : Pemberi kerja, Bendahara dan pemegang kas pemerintah, Dana pensiun, Orang pribadi pembayar honorarium, dan  Penyelenggara kegiatan.
Adapun penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 terdiri dari:
1.Pegawai.
2.Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya juga merupakan wajib pajak PPh Pasal 21.
3.Wajib pajak PPh 21 kategori bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa.
4.Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama juga merupakan Wajib Pajak PPh Pasal 21.
5.Mantan pegawai.
6.Wajib Pajak PPh Pasal 21 kategori peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, meliputi :
*Peserta perlombaan dalam segala bidang;
*Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
*Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;
*Peserta pendidikan dan pelatihan; atau
*Peserta kegiatan lainnya.
Dalam hal merupakan pemberi kerja yang memotong PPh Pasal 21, hal-hal yang harus di lakukan adalah:
*Melakukan pemotongan PPh Pasal 21 sesuai dengan ketentuan tarif PPh yang berlaku;
*Membuat bukti potong PPh Pasal 21 melalui aplikasi e-SPT PPh Pasal 21;
*Melakukan penyetoran PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut menggunakan kode billing dengan kode MAP dan kode jenis setoran 411121-100. Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Misalnya: pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan pada bulan April 2020, maka penyetoran PPh-nya adalah paling lambat dilakukan pada tanggal 10 Mei 2020; dan
*Menyampaikan laporan SPT Masa PPh 21 secara daring melalui saluran efiling Direktorat Jenderal Pajak di laman pajak.go.id atau Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) resmi yang ditunjuk. Â Â
Jika orang pribadi penerima penghasilan dari pemberi kerja yang bertindak sebagai pemotong PPh Pasal 21, perlu melakukan hal-hal sebagai berikut:
*Meminta dan mendapatkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (1721-A1 dan 1721-A2) atas penghasilan yang diterima dan dipotong PPh Pasal 21 secara berkala.
*Apabila berstatus sebagai pegawai tetap dan penerima pensiun yang PPh Pasal 21 nya dipotong oleh pemberi kerja maupun dana pensiun, maka berhak menerima bukti pemotongan setiap awal tahun.
*Apabila berstatus sebagai penerima honorarium, bukan pegawai, dan peserta kegiatan yang penghasilannya dipotong PPh Pasal 21-nya oleh pemberi penghasilan, maka berhak menerima bukti pemotongan PPh Pasal 21 setelah penghasilan dibayarkan.
*Apabila menerima penghasilan dari pemberi kerja, namun PPh Pasal 21-nya tidak dipotong, maka penghasilan tersebut wajib diperhitungkan dan dilaporkan melalui SPT Tahunan PPh Orang Pribadi serta membayar kekurangan pajaknya menggunakan kode billing dengan kode MAP 411125 dan kode jenis setoran 200.
Terkait dengan tarif yang diatur dalam pasal 17 UU HPP Cluster PPh mengubah lapisan tarif PPh terutang sebagai berikut (Mulai berlaku 1 Januari 2022) :
s.d Rp60.000.0005%
Di atas Rp60.000.000 s.d. Rp250.000.00015%
Di atas Rp250.000.000 s.d. Rp500.000.00025%
Di atas Rp500.000.000 s.d. Rp5.000.000.00030%
Di atas Rp5.000.000.00035%
Tarif di atas berlaku bagi wajib pajak yang memiliki NPWP, wajib pajak yang belum memiliki NPWP tersebut akan dikenai tarif yang lebih tinggi dibandingkan yang belum memiliki yaitu sebesar 20%.
Kemudian terkait dengan PTKP yang berlaku yaitu sebagai berikut :
TK0Rp54.000.000
TK1Rp58.500.000
TK2Rp63.000.000
TK3Rp67.500.000
K0Rp58.500.000
K1Rp63.000.000
K2Rp67.500.000
K3Rp72.000.000
K/I/0Rp112.500.000
K/I/1Rp117.000.000
K/I/2Rp121.500.000
K/I/3Rp126.000.000
Batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak OP paling lama 3 bulan setelah akhir tahun pajak, untuk SPT Tahunan  PPh Wajib Pajak Badan batas waktu penyampaiannya paling lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak dan untuk SPT masa batas waktu penyampaian paling lama 20 hari stelah akhir tahun pajak. Sanksi terlambat setor sesuai Pasal 9 ayat (2a) UU KUP, pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyetoran dikenakan sanksi administrasi bunga 2% per bulan.
Batas pembayaran PPH pasal 21 (Pasal 2 PMK 242/PMK.03/2014) adalah tanggal 10 bulan berikutnya, sedangkan batas pelaporannya (sesuai UU Perpajakan) yaitu tanggal 20 bulan berikutnya. Sanksi tidak atau terlambat melapor sesuai pasal 17 UU KUP, apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, maka dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 1.000.000 untuk SPT Tahunan PPh WP Badan dan Rp 100.000 untuk SPT Tahunan PPh WP OP.
Terhadap keterkaitan materi PPh 21 ini dengan salah  satu ajaran tamansiswa yang dicetuskan oleh Ki Hadjar Dewantara yaitu ajaran tamansiswa Tri Nga. Tri Nga sendiri terdiri dari ngerti, ngroso, nglakoni.
Ngerti berarti mengerti atau mengetahui. Ngerti yang dimaksud disini yaitu dengan menunjukkan  pengetahuan dan pemahaman kita terkait bagaimana perhitungan mengenai PPh 21 sendiri, selain itu kita juga di tuntut mengetahui apa maksud dan tujuan dari adanya Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ada di Indonesia ini. Hal ini bertujuan agar kita mampu untuk melaksanakan perhitungan PPh 21 sesuai dengan aturan perpajakan yang berlaku dan sesuai dengan tanggungan masing-masing Wajib Pajak.
Ngrasa berarti merasakan, menghayati, dan memahami. Dengan pengetahuan yang dimiliki kita diharapkan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, maka dari itu kita perlu merasakan dan memahami apa yang menjadi tanggungjawab kita sebagai wajib pajak. Sehingga dapat menjalankan kewajiban sebagai wajib pajak yang baik dengan melakukan perhitungan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan pelaporan dilakukan tepat waktu.
Nglakoni berarti melaksanakan atau mengerjakan. Nglakoni disini kita dimaksudkan untuk melakukan serta mengamalkan apa yang telah dipahami dan dirasakan terkait dengan Pajak Penghasilan pasal 21 ini. Sebagai wajib pajak kita dapat mangamalkan ajaran ini dengan melaksanakan kewajiban kita sebagai wajib pajak yang sudah terdaftar untuk menghitung, melaporkan dan membayar pajak dengan penuh kesadaran untuk taat dan patuh terhadap pajak sesuai dengan ketentuan yang ada. Dengan menghitung, melaporkan, dan membayar pajak tepat waktu, kita sebagai wajib pajak telah ikut andil dalam mendukung peningkatan sarana yang dapat mendukung kestabilan negara.
Diharapkan dengan mengamalkan Ajaran Tamansiswa Tri Nga (ngerti, ngrasa, nglakoni) dalam perhitungan PPh 21 diharapkan dapat melaksanakan usaha dalam melakukan perhitungan, pelaporan, dan pembayaran dengan maksimal yaitu dengan mengerti apa itu PPh 21 dan mengerti aturan atau tata cara perhitungan PPh 21 sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Selain itu juga diharapkan memiliki rasa tanggung jawab dalam menjalankan perhitungan sesuai dengan tanggungannya, dan yang terakhir diharapkan mampu menjalankan apa yang telah dimengerti dan dirasakan yaitu dengan melakukan perhitungan dan pelaporan sesuai dengan ketentuan PPh 21 yang berlaku.
Nama Kelompok 2 :
1.Fita Pramudya Wardani2020017158
2.Fransiska Agnes Setianingrum2020017145
3.Maria G.F. Guterres Riu2020017047
4.Siti Nurmaryanti2020017150
5.Ovia Anggraeni2020017164
6.Vincensia Adelia Bulu2020017047
7.Wendy Kurniadewi F2020017032
Dosen Pengampu : Nur Anita Chandra Putry, SE., M.Si., Ak., CA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H