Di era globalisasi seperti saat ini persaingan SDM sifatnya sangat terbuka, persiapan sejak “dini” dan membekali diri dengan keunikan yang kompetitif perlu dilakukan agar tidak kalah bersaing di dunia luar, terutama bagi mahasiswa ilmu sosial. Selalu membuka diri dan mau belajar berbagai perspekif dan tidak gegabah melakukan judegment adalah hal yang perlu diperhatikan.
Dengan ilmu yang telah diperoleh, ia ingin mengajak anak didiknya, para mahasiswa FISIP, untuk banyak membaca literatur (buku, jurnal, majalah, koran) konvensional/tradisional sehingga dapat memperkaya pengetahuan dan wawasan. “Internet adalah era kegelapan apabila kita tidak bisa mengatur atau menyaring informasi yang kita konsumsi,” jelasnya.
Sedangkan Desideria C.W. Murti, S.Sos., M.A., Ph.D menempuh pendidikan S3-nya di Curtin University, Perth, Western Australia, dan resmi dinyatakan lulus pada 5 Mei 2020. Program doktor yang ditekuni Desi ialah Doctor of Media Culture and Social Affair dengan spesifikasi pada Media Tourism and Nation Branding.
Tidak jauh berbeda dari Bambang, menurut Desi, pendidikan Doktor itu sangat up and down dan erat kaitannya dengan kehidupan personal. Waktu yang ditempuh untuk menyelesaikan studi juga tidaklah singkat, banyak peristiwa-peristiwa yang tidak terduga yang bisa saja terjadi.
“Waktu saya menjalani pendidikan doktor ayah saya meninggal dunia, lalu dua nenek saya juga meninggal dunia,” jelasnya.
“Di lain sisi, saya juga melahirkan anak kedua saat menempuh pendidikan S3,” tambah Desi yang sudah bekerja menjadi dosen di UAJY sejak 2010.
Walaupun demikian, banyak hal yang dapat Desi pelajari dari pendidikan doktornya di Australia seperti belajar bagaimana menulis, bagaimana melakukan pendekatan interpersonal dan menjaga hubungan yang baik dengan pembimbing, belajar budaya-budaya di Australia, dan sistem pendidikan yang ada di sana. Tantangan-tantangan tersebut dapat Desi lalui dengan semangat yang besar, menurutnya semakin cepat menyelesaikan studi maka semakin cepat dia dapat bertahan, bersaing, dan mengembangkan karir dalam dunia akademik.
Dengan ilmu doktor yang diperolehnya, Desi dapat membagikan pengalaman dan tips-tips kuliah di luar negeri terutama bagi mahasiswa yang memiliki keinginan ke sana. Selain itu juga dapat memberikan penjelasan mengenai bagaimana melakukan penelitian kualitatif dan juga cross culture understanding yang dibangun Indonesia maupun Australia. Menurutnya, mahasiswa Indonesia perlu mengembangkan self-learning (belajar sendiri), tidak hanya menunggu dosen untuk penjelasan materi. Cara berpikir kritis juga perlu diasah agar tidak melihat sesuatu dari satu sudut pandang saja.
“Jangan pernah berhenti untuk belajar karena belajar itu an endless discovery and it will bring you to places” pesannya.
Penulis: Reza Takririyah
Editor: Vita Astuti