Walau teknik akupunktur tradisional dan medik sepintas mirip, namun berdasarkan sudut pandang keilmuan, teori praktis, dan bukti ilmiah, keduanya memiliki perbedaan konkrit.
Pada akupunktur medik, pembuktian klinis selalu dilakukan hingga saat ini. Peneliti di bidang kedokteran menguji akupunktur dalam berbagai perawatan kondisi medis. Terapi akupunktur bersifat konvensional dan invasif. Invasif artinya treatment menggunakan jarum tanpa memasukan cairan atau obat ke dalam tubuh. Jarum yang digunakan berukuran kecil dan tipis.Â
Pada penelitian Han, dkk (2024) mengenai uji akupunktur governor vessel pada stroke dengan gangguan kognitif. Penelitian ini menganalisis 39 jurnal eksperimental dengan total pasien 2044. Pembagian kelompok treatment dan kontrol dengan masing-masing 1022 pasien. Pada kelompok treatment (akupunktur governor vessel) terbukti efektif meningkatkan skor rasio kuratif, kognitif, status mental, dan aktivitas sehari-hari penderita stroke gangguan kognitif. Beberapa peneliti menguji tikus sebagai model untuk melihat mekanisme efektivitas uji klinis ini. Akupunktur governor vessel dapat menghambat apoptosis neuron hippocampal dengan level NGB dan HIF-1 pada regio hippocampal, sehingga meningkatkan kemampuan belajar dan memori. Peneliti lain menerangkan bahwa akupunktur governor vessel mengurangi kerusakan area cerebral pada tikus, meningkatkan  sinyal VEGF dan reseptornya Flt-1 pada jaringan hippocampal, dan meningkatkan perbaikan pada kerusakan intraserebral dan meningkatkan fungsi kognitif pada penderita stroke gangguan kognitif.
Valois, dkk (2024) menuliskan jurnal mengenai rekomendasi keamanan pemberian akupunktur pada perawatan kanker. Pemberian akupunktur pada penderita kanker harus memperhatikan perawatan kanker itu sendiri (operasi, SACT, radioterapi). Situasi pemberian akupunktur harus memperhatikan kontra indikasi, penyebab, dan risiko dari perawatan kanker. Pemberian akupunktur harus dihindari jika pasien menolak akupunktur, gangguan imunitas, gangguan infeksi lokal karena efek tusukan jarum, pasien sering mendapat terapi radioaktif oral, atau terapi intravenous.
Seiring berkembangnya ilmu kedokteran dan rehabilitasi fisik, metode terapi fisik pada profesi Fisioterapi melahirkan metode pengobatan sindroma nyeri otot yang menyebar (miofascial trigger point) menggunakan pendekatan jarum kering yang dikenal dengan teknik dry needling. Banyak masyarakat berspekulasi bahwa dry needling terkait dengan akupunktur. Sebenarnya tidak ada kaitannya dry needling dan akupunktur. Dry needling merupakan konsep tunggal yang berdiri sendiri dengan pemahaman bahwa teknik ini diaplikasikan pada gangguan muskuloskeletal (sistem otot skeletal) dan nyeri. Persamaan konsep akupuntur dan dry needling yaitu menggunakan jarum.Â
Penerapan konsep dry needling pertama kali oleh Dr. Janet Travell dan Dr. David Simmons. Pada 1940, Dr. Janet sebagai dokter kepercayaan gedung putih yang sangat dihormati merawat presiden dan keluarganya. Pada kala itu, dalam perawatan nyeri myofascial otot, Dr. Simmons menyarankan untuk menyuntikan jarum berisi garam/kortikosteroid/ analgesik ke titik picu miofasial (titik hiper-iritasi otot) untuk mengobati nyeri dan radang.Â
Para dokter ini melakukan terapi suntik pada trigger point otot yang ternyata efektif menurunkan nyeri dan mengurangi ketegangan otot. Terapi suntikan ini kemudian mengarah ke berbagai penelitian yang menggunakan plasebo yaitu jarum kosong. Pada 1979, Dr. Karel Lewit menyimpulkan bahwa suntikan lebih pada efek mekanis yang merangsang titik picu dari efek jarum, bukan dari isi suntikan yang dimasukan. Sejak saat itu, tenik menusuk jarum kering (dry needling) pada titik picu miofascial pada otot mulai banyak diterapkan dalam klinis yang terus berkembang dalam berbagai gangguan neuromuskuloskeletal (sistem saraf dan otot skeletal) hingga saat ini.
Dry needling merupakan metode perawatan klinis menggunakan jarum kering tipis dengan ukuran panjang bervariasi mulai dari 1cm hingga 12cm. Dry needling melibatkan jarum tipis, fillform, monofilamen, jarum ke dalam otot target tanpa memasukkan zat obat apapun ke dalam tubuh. Dry needling digunakan untuk memicu titik miofascial trigger point otot, yang merupakan penebalan serabut otot yang mengeras/ tautband. Dalam memicu titik otot, praktisi memasukan jarum berulang kali hingga otot menimbulkan respon kedutan dengan gerakan keluar masuk jarum yang cepat. Biasanya kedutan otot atau twitch sebanyak 2 hingga 3 kali.Â
Terapi dry needling diberikan pada kasus miofascial syndrome, trigger point syndrome, tension headache, stroke, HNP lumbal, dan sebagainya. Teknik ini menggunakan konsep dan mekanisme anatomi, fisiologi, dan biomekanik pada gangguan neuromuskuloskeletal. Tujuan pemberian dry needling yaitu mengurangi nyeri, menurunkan ketegangan otot, meningkatkan sirkulasi otot, serabut otot, dan fleksibilitas jaringan.Â
Bahasa mudahnya, terapi dry needling yaitu langsung pada otot yang bermasalah. Jarum yang ditusukan pada area otot yang mengalami masalah. Titik tusuk ditentukan dari pemeriksaan tekan dan raba pada otot. Penekanan pada area otot memicu nyeri lokal atau menyebar pada kondisi miofascial.Â