Mohon tunggu...
Firyal Az Zahra
Firyal Az Zahra Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Tugas di Kompasiana SMAN 28 Jakarta Deky Septiandaris Bahasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senandika Lara

21 November 2020   13:30 Diperbarui: 21 November 2020   14:30 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

      Secangkir Espresso hari ini, menemaniku menatap mentari yang perlahan meninggalkan sang bumi. Sama seperti dia yang memilih melepas dariku dan beralih dengan sosok 'impian' nya. Tawa canda mungkin tak akan terasa sama seperti dulu, malah terkesan hambar. Tapi yang pasti kita harus bahagia. Kau telah didatangi bahagiamu, dan tenang aku akan menyusul walau entah dengan siapa. Seperti dengan janjiku dahulu.


" Vin, nanti kalau aku sakitnya masih lama kamu masih mau menunggu? Kasihan jodoh kamu. Kamu yakin tetap sabar menanti waktu tersebut?"


" Apa alasan aku untuk pergi dari kamu? Kamu itu sangat berarti untuk aku. Tolong, jangan buat kamu selalu merasa bersalah, La."


" Tapi, kita hanya sahabat dan kamu tahu kalau aku.."


" Mencintai kakak ku. Lila dengar aku, walaupun kamu mencintai kakak ku, tapi aku tetap sahabat yang telah berjanji pada almarhum ayahmu. Janji yang memastikan kau bahagia. Kamu harus bahagia, aku yang akan mengantarkan kamu ke bahagiamu itu. Aku berjanji."


" Kamu juga harus bahagia, Vin."


      Benar, aku membantunya sembuh dan bahkan sosok yang ditunggunya datang dan mengungkapkan isi hatinya. Aku tahu aku naif, tapi aku sungguh-sungguh dengan janji itu. Aku hanya ingin dia bahagia, meski bahagianya bukan denganku. Mungkin saat aku membuat janji itu terkesan terburu-buru dan mengakibatkan bahagia menghampirinya lebih cepat. Karena pada malam setelah janji itu...


" Arga, mama mau kamu cepat menikah. Umur kamu sudah matang, kamu mau menunggu apalagi? Besok ikut mama menemui anak teman mama. Tidak ada penolakan lagi!"


"Ma, Arga gak mau dijodoh-jodohkan. Arga akan menikah dengan sosok yang aku cintai. Dia adalah... Lila. Kalila Naima sahabatnya Arvin. Aku sudah menyukainya saat papa memutuskan menikah dengan mama Diana dan Arvin mengenalkannya sebagai sahabatnya. Boleh dikatakan aku suka dia pada pandangan pertama, Ma."


Saat itu duniaku seakan runtuh, separuh hatiku luruh dan kian lenyap. Banyak pertanyaan yang beredar dikepalaku. Mengapa aku baru mengetahui kalau Bang Arga menyukai Lila? Bukankah perbedaan umur mereka yang terlihat jelas tidak menjadi pertimbangan Bang Arga? Mengapa dia membiarkan Lila seolah cinta satu sisi? Mengapa dia tidak ada disisi Lila saat dia sakit? Dan jika semua pertanyaanku memiliki alasan, apakah aku sanggup melepas Lila secepat ini? Aku rasa... aku belum sanggup.


" Bang, lo serius mau sama Lila? Kenapa tiba-tiba? Lo tahukan perbedaan umur lo sama dia? Sepuluh tahun bukan jarak yang sedikit, Bang. Sumpah gue gak ngerti sama jalan pikiran lo."


" Vin maaf, gue terlalu pengecut untuk ungkapkan hati gue ke Lila. Gue cuma takut kalau Lila cintanya sama lo. Tapi sekarang gue gak akan mundur lagi, gue akan terus berjuang untuk Lila. Izinin gue sama Lila ya? Tolong jaga Lila sebentar lagi sampai mama papa mendampingi gue melamar dia? Mau kan, Vin?"


Cukup lama aku terdiam, bingung dan kosong. Apakah ini saat yang tepat? Akankah ku bersedia merelakan Lila? Dan apakah hatiku masih cukup tangguh saat melihat mama papa melamar Lila tapi bukan untuk aku?


"Iya, Bang. Gue bersedia jaga Lila untuk lo. Tolong jangan buat Lila menunggu terlalu lama! Lila sudah seperti... adik gue sendiri. Tolong jaga dia!"


" Pasti, pasti Vin."


      Aku tahu, mulai detik itu Lila hanya untuk ku jaga bukan tuk menjadi milikku. Lila pasti bahagia, karena cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Demi bahagianya Lila, aku berjanji tidak akan egois untuk mementingkan perasaanku.


      Hingga waktu tersebut tiba, Lila bahagia ketika mama dan papa datang memintanya menjadi istri Bang Arga. Rona wajahnya memancarkan cahaya yang tak pernah kulihat sebelumnya. Sebuah cincin bermata berlian sangat menawan di jari manisnya. Benar, mereka melangsungkan pertunangan bersamaan dengan lamaran resmi. Dan rona bahagia Lila bertambah ketika dia mendapat kabar bahwa ada seseorang yang ginjalnya cocok untuknya. Jujur saat itu aku terharu, bahkan air mata ini begitu saja mengalir. Entah karena terlalu bahagia atau menutupi hati ini yang lukanya telah berlubang terlalu dalam? Aku harap ini karena bahagia.


      Waktu bergulir sangat cepat, bahagianya Lila benar-benar sempurna. Saat Bang Arga mengucapkan ijab qobul dalam satu tarikan nafas. Saat itu, semua hadirin bahagia. Para tamu bergantian menjabat tangan kepada mempelai. Saat bagianku menjabat tangan ke Bang Arga...


" Vin, gue benar-benar terima kasih sama lo. Lo yang selalu jadi pelindung, penguat bahkan sahabat rasa kekasih buat Lila. Maaf kalau gue egois yang seolah enggak tahu kalau lo suka sama Lila. Maafin keegoisan gue."


      Deg! Ternyata Bang Arga tahu aku memang selalu mencintai Lila. Disini aku yang terlalu menutupi perasaan atau Bang Arga yang terlalu peka? Dengan nada sedikit bergetar.


" Udah, Bang. Sekarang yang terpenting bahagiakan Lila. Jangan buat gue menyesal melepas Lila untuk lo. Jangan buat dia sedih dan lo harus bisa menjaga dia lebih dari gue. Gue harap lo mampu bang."


      Saatnya aku menghampiri Lila untuk terakhir kalinya dengan perasaan suka, besok tidak akan lagi. Demi apapun, Lila terlihat cantik sempurna. Tiara yang memperindah sanggulnya serta kebaya putih seolah menyorot bahwa hanya dia yang sempurna hari ini. Sampai lamunanku buyar oleh suaranya.


" Vin, terima kasih untuk semuanya. Terima kasih sudah menjadi pengganti ayah. Terima kasih karena telah merelakan aku bersama Bang Arga. Maafkan aku, karena aku seolah buta akan semua rasa yang kamu beri ke aku. Aku kira kau akan menjauh saat tahu aku hanya ingin Bang Arga. Tapi kamu tetap ditempat dan malah aku yang menjauh. Maafkan aku Arvin, aku terlalu egois untuk kamu yang terlalu tulus. Sekali lagi, maafkan aku."


      Deg! Dua kali dalam satu hari aku merasa terbodohi. Ternyata Lila juga mengetahui aku menyukainya. Apa ini alasan mengapa dia terlalu takut membahas masa depan denganku, karena dia yakin aku tak akan merajut rumah tangga bersama. Aku pikir aku sudah cukup egois karena membiarkan perasaan suka ini terus bermekaran. Ternyata, Lila pun egois karena dia berpura-pura tak tahu perasaanku agar aku tak pergi sebelum bahagianya tiba. Jujur, pikiranku kosong saat itu, tak tahu harus berkata apa. Dan hanya kalimat 'konyol' yang malah keluar dari bibirku.


" Kamu bahagia kan? Berarti aku berhasil jaga kamu, kan? Maafin aku yang belum bisa menolak suka dari pesonamu. Aku janji, janji ingin memeluk dirimu sebagai ayah yang berhasil membahagiakan anaknya? Boleh?"


      Dan tanpa ada persiapan, Lila langsung merengkuh ku. Isakanya, entah pilu atau bahagia seakan menghujam jantungku kembali. Saat itu pula air mataku luruh kembali. Tuhan, inikah akhir dari rasa cinta ku? Inikah akhir dari aku untuk menjadi sayap pelindungnya? Kuatkan aku, Ya Tuhan.


      Benar bukan, mengingat itu semua air mataku luruh kembali. Kejadian tiga bulan lalu selalu menghadirkan air mataku untuk luruh. Katakan aku lelaki lemah yang tak dapat mengenang itu semua menjadi perjalanan hidup yang menyenangkan.

      Sudahlah ku seka air mata ini. Aku yang sudah tak melihat mentari lagi menyadari sudah berapa lamakah aku mengulang semua memori itu? Sudahlah, aku harus bersiap untuk penerbanganku ke Mallibu. Iya, aku akan menata hari baruku disana. Tanpa kenangan Bang Arga dan Lila yang tengah menanti buah hati kembarnya, calon keponakanku. Selamat tinggal Jakarta, selamat tinggal kisah cinta pertamaku, Lila.


' Cinta tak harus memiliki, memastikan orang yang kamu cintai bahagia adalah definisi cinta yang sesungguhnya. Rasa cinta itu merelakan dan bukan hanya bisa mengekang. Jika bahagianya bukan bersama kita, mungkin ada sosok lain yang tengah menunggu bahagia bersamamu.'

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun