Secangkir Espresso hari ini, menemaniku menatap mentari yang perlahan meninggalkan sang bumi. Sama seperti dia yang memilih melepas dariku dan beralih dengan sosok 'impian' nya. Tawa canda mungkin tak akan terasa sama seperti dulu, malah terkesan hambar. Tapi yang pasti kita harus bahagia. Kau telah didatangi bahagiamu, dan tenang aku akan menyusul walau entah dengan siapa. Seperti dengan janjiku dahulu.
" Vin, nanti kalau aku sakitnya masih lama kamu masih mau menunggu? Kasihan jodoh kamu. Kamu yakin tetap sabar menanti waktu tersebut?"
" Apa alasan aku untuk pergi dari kamu? Kamu itu sangat berarti untuk aku. Tolong, jangan buat kamu selalu merasa bersalah, La."
" Tapi, kita hanya sahabat dan kamu tahu kalau aku.."
" Mencintai kakak ku. Lila dengar aku, walaupun kamu mencintai kakak ku, tapi aku tetap sahabat yang telah berjanji pada almarhum ayahmu. Janji yang memastikan kau bahagia. Kamu harus bahagia, aku yang akan mengantarkan kamu ke bahagiamu itu. Aku berjanji."
" Kamu juga harus bahagia, Vin."
   Benar, aku membantunya sembuh dan bahkan sosok yang ditunggunya datang dan mengungkapkan isi hatinya. Aku tahu aku naif, tapi aku sungguh-sungguh dengan janji itu. Aku hanya ingin dia bahagia, meski bahagianya bukan denganku. Mungkin saat aku membuat janji itu terkesan terburu-buru dan mengakibatkan bahagia menghampirinya lebih cepat. Karena pada malam setelah janji itu...
" Arga, mama mau kamu cepat menikah. Umur kamu sudah matang, kamu mau menunggu apalagi? Besok ikut mama menemui anak teman mama. Tidak ada penolakan lagi!"
"Ma, Arga gak mau dijodoh-jodohkan. Arga akan menikah dengan sosok yang aku cintai. Dia adalah... Lila. Kalila Naima sahabatnya Arvin. Aku sudah menyukainya saat papa memutuskan menikah dengan mama Diana dan Arvin mengenalkannya sebagai sahabatnya. Boleh dikatakan aku suka dia pada pandangan pertama, Ma."
Saat itu duniaku seakan runtuh, separuh hatiku luruh dan kian lenyap. Banyak pertanyaan yang beredar dikepalaku. Mengapa aku baru mengetahui kalau Bang Arga menyukai Lila? Bukankah perbedaan umur mereka yang terlihat jelas tidak menjadi pertimbangan Bang Arga? Mengapa dia membiarkan Lila seolah cinta satu sisi? Mengapa dia tidak ada disisi Lila saat dia sakit? Dan jika semua pertanyaanku memiliki alasan, apakah aku sanggup melepas Lila secepat ini? Aku rasa... aku belum sanggup.
" Bang, lo serius mau sama Lila? Kenapa tiba-tiba? Lo tahukan perbedaan umur lo sama dia? Sepuluh tahun bukan jarak yang sedikit, Bang. Sumpah gue gak ngerti sama jalan pikiran lo."