Mohon tunggu...
Firyal Az Zahra
Firyal Az Zahra Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Tugas di Kompasiana SMAN 28 Jakarta Deky Septiandaris Bahasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senandika Lara

21 November 2020   13:30 Diperbarui: 21 November 2020   14:30 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


      Saatnya aku menghampiri Lila untuk terakhir kalinya dengan perasaan suka, besok tidak akan lagi. Demi apapun, Lila terlihat cantik sempurna. Tiara yang memperindah sanggulnya serta kebaya putih seolah menyorot bahwa hanya dia yang sempurna hari ini. Sampai lamunanku buyar oleh suaranya.


" Vin, terima kasih untuk semuanya. Terima kasih sudah menjadi pengganti ayah. Terima kasih karena telah merelakan aku bersama Bang Arga. Maafkan aku, karena aku seolah buta akan semua rasa yang kamu beri ke aku. Aku kira kau akan menjauh saat tahu aku hanya ingin Bang Arga. Tapi kamu tetap ditempat dan malah aku yang menjauh. Maafkan aku Arvin, aku terlalu egois untuk kamu yang terlalu tulus. Sekali lagi, maafkan aku."


      Deg! Dua kali dalam satu hari aku merasa terbodohi. Ternyata Lila juga mengetahui aku menyukainya. Apa ini alasan mengapa dia terlalu takut membahas masa depan denganku, karena dia yakin aku tak akan merajut rumah tangga bersama. Aku pikir aku sudah cukup egois karena membiarkan perasaan suka ini terus bermekaran. Ternyata, Lila pun egois karena dia berpura-pura tak tahu perasaanku agar aku tak pergi sebelum bahagianya tiba. Jujur, pikiranku kosong saat itu, tak tahu harus berkata apa. Dan hanya kalimat 'konyol' yang malah keluar dari bibirku.


" Kamu bahagia kan? Berarti aku berhasil jaga kamu, kan? Maafin aku yang belum bisa menolak suka dari pesonamu. Aku janji, janji ingin memeluk dirimu sebagai ayah yang berhasil membahagiakan anaknya? Boleh?"


      Dan tanpa ada persiapan, Lila langsung merengkuh ku. Isakanya, entah pilu atau bahagia seakan menghujam jantungku kembali. Saat itu pula air mataku luruh kembali. Tuhan, inikah akhir dari rasa cinta ku? Inikah akhir dari aku untuk menjadi sayap pelindungnya? Kuatkan aku, Ya Tuhan.


      Benar bukan, mengingat itu semua air mataku luruh kembali. Kejadian tiga bulan lalu selalu menghadirkan air mataku untuk luruh. Katakan aku lelaki lemah yang tak dapat mengenang itu semua menjadi perjalanan hidup yang menyenangkan.

      Sudahlah ku seka air mata ini. Aku yang sudah tak melihat mentari lagi menyadari sudah berapa lamakah aku mengulang semua memori itu? Sudahlah, aku harus bersiap untuk penerbanganku ke Mallibu. Iya, aku akan menata hari baruku disana. Tanpa kenangan Bang Arga dan Lila yang tengah menanti buah hati kembarnya, calon keponakanku. Selamat tinggal Jakarta, selamat tinggal kisah cinta pertamaku, Lila.


' Cinta tak harus memiliki, memastikan orang yang kamu cintai bahagia adalah definisi cinta yang sesungguhnya. Rasa cinta itu merelakan dan bukan hanya bisa mengekang. Jika bahagianya bukan bersama kita, mungkin ada sosok lain yang tengah menunggu bahagia bersamamu.'

20201121-002217-0000-5fb8b3afd541df24085d60d2.png
20201121-002217-0000-5fb8b3afd541df24085d60d2.png

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun