Mohon tunggu...
Lia Agustina
Lia Agustina Mohon Tunggu... pegawai negeri -

bukan manusia sempurna....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ada Cinta di Hati Rinjani.... (Bagian 5 - Tamat)

19 Juni 2010   13:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:26 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku tahu kamu sangat mencintai Robby. Tapi... entah mengapa keyakinan itu datang seketika. Aku akan berusaha membuatmu bahagia meski kamu tak pernah peduli pada apa yang kurasa. Melihatmu bahagia itu sudah lebih dari cukup buatku. Maka, apapun keputusanmu untuk rumahtangga kita, aku akan menerimanya dengan lapang dada.

Saat ini aku berharap kamu mulai bisa mengerti apa alasanku menikahimu. Bukan hanya sekedar balas budi atau apapun namanya. Aku hanya berusaha agar bisa membahagiakanmu, melindungi, membuatmu tersenyum... Semua itu karena.... AKU MENCINTAIMU......

Kerinduanku selalu untukmu,

DAFFA

[caption id="attachment_171640" align="alignleft" width="165" caption="Ilustrasi : www.myniceprofile.com"][/caption]

Sepasang mata indah itu masih menatap barisan kata-kata yang baru selesai dibacanya. Ia masih termangu. Tak tahu harus berbuat apa. Yang ia tahu, saat ini ada sebuah rasa perih di dada. Rasa kehilangan yang buatnya nelangsa. Ia memang telah terbangun dari tidur panjangnya, namun entah mengapa ia berharap ini semua hanya mimpi belaka. Ia benar-benar tak siap menghadapi kenyataan yang ada. Kenyataan di mana seseorang yang pernah ia sesali kehadirannya, justru saat ini ia butuhkan kehangatannya.

Sejenak kemudian, jemari lentiknya melipat surat yang telah membuat hatinya bergejolak itu. Lalu, diraihnya kotak merah hati tersebut dengan perlahan. Kotak yang diserahkan ibunya semalam. Ada sepucuk surat yang dibacanya tadi dan sebuah benda cantik sebagai kado ulang tahunnya. Sebuah kalung platina berbandul 'Love' menjuntai indah di sela jari-jarinya. Ada rasa yang mengalir lembut di jiwa, ketika ia coba memakainya di leher jenjangnya. Tampak indah sekali dari pantulan cermin yang menangkap sosoknya.

Entah ada keyakinan dari mana, detik itu juga ia memiliki sebuah kebulatan tekad dari kebimbangannya selama ini. Ia harus segera membuat sebuah keputusan! Ia akan menjemput penawar rindunya, cinta sejatinya...... dan takkan pernah membagi lagi rasa itu pada yang lain.....

***

Munich, Awal Februari....

Langit di luar sana begitu kelabu. Suhu di bawah 0 derajat membuat suasana terasa membeku. Kalau sudah begini, sudah hampir dapat dipastikan semua orang akan lebih merasa nyaman jika meringkuk di dekat pemanas ruangan. Begitupun Daffa, darah tropisnya yang terbiasa hangat harus mencoba beradaptasi di negeri orang tempat ia menimba ilmu. Malah dulu ia sempat mimisan karena belum terbiasa dengan cuaca se-ekstrem itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun