Hidup kita, dengan segala pengalaman yang kita alami adalah harta yang sangat berharga. Â Banyak orang yang menyia-nyiakan setiap pengalaman yang ia alami terlewat begitu saja.Â
Ada orang yang hanya menerima untuk melihat pengalaman baik atau manisnya saja, dan menolak atau takut untuk melihat dan merenungkan pengalaman pahit yang pernah ia alami.Â
Tetapi ada juga yang berani untuk melihat semua pengalaman hidupnya, entah yang pahit mau pun yang manis.Â
Orang yang berani melihat semua pengalamannya secara utuh adalah seorang yang kuat, bahkan bisa dikatakan seorang yang dapat bertumbuh menjadi pribadi yang Tangguh dan kuat. Sebab, ia dapat mengenal dirinya sendiri dengan lebih baik.
Untuk mencapai semuanya itu, tidak bisa lepas dari kemauan untuk merenungkan setiap pengalaman hidup. Ada sebuah adagium yang berbunyi, "pengalaman adalah guru terbaik". Bahkan, Albert Enstein pun mengatakan, satu-satunya pengetahuan adalah pengalaman.Â
Memang benarlah demikian. Tetapi itu bukan berarti kita menerima pengalaman begitu saja. Pengalaman itu menjadi guru terbaik dan pengetahuan, ketika kita mampu merefleksikan, atau seperti yang dikatakan sebelumnya, yakni menginternalisasi.Â
Karena dengan merenungkan dan menginternalisasi pengalaman tersebut, kita mampu untuk menemukan nilai-nilai baik yang tersirat di balik pengalaman tersebut.
Maka, janganlah sia-siakan setip pengalaman hidup kita. Jangan biarkan pengalaman-pengalam itu berlalu begitu saja. Setiap pengalaman yang kita alami, apa pun itu, entah yang membahagiakan atau yang sedih, selalu memiliki tujuan, makna seta nilai yang mulia.Â
Oleh sebab itu, cobalah untuk tenang dan mencoba untuk merenungkannya. Karena hanya dalam ketenangan dan keheninganlah kamu dapat menemukan harta yang paling berharga untuk diri dan hidupmu, yang tidak bisa dirampas oleh orang lain.Â
Dan hanya dan melalui jalan permenunganlah kamu akan semakin mengenal siapa dirimu, dengan segala kekuatan, kelebihan serta kekurangan dan kelemahan.
Permenungan atau merenungkan setiap pengalaman hidup merupakan jalan pada kehidupan yang otentik. Hidup tidak layak dihidupi hanya karena kita hidup.Â