Mohon tunggu...
Firmino Botan
Firmino Botan Mohon Tunggu... Lainnya - Mencoba dengan harapan. Dan berharap untuk terus mencoba

Kesuksesan bukan hanya milik orang-orang yang pintar, melainkan juga milik mereka yang tekun

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Tentang Kebahagiaan"

22 September 2021   18:10 Diperbarui: 22 September 2021   18:16 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setiap manusia yang hidup dan sedang berziarah di dunia ini tentunya mempunyai cita-cita dan dambaan untuk bahagia. Apa pun situasi hidup kita saat ini, tentunya kita semua mendambakan hidup yang bahagia. 

Bahkan orang sudah sukses dan kaya sekali pun terus menerus berjuang untuk bahagia, tidak terkecuali juga mereka yang sedang dalam penderitaan, difabel dan miskin pun berjuang untuk bisa mengalami kebahagiaan. 

Maka dapat dikatakan bahwa, bahagia itu bukan pertama-tama tentang kaya atau miskin, senang atau sedih, sehat atau sakit, menjadi manusi normal atau berkebutuhan khusus, dan lain-lain. Atau juga bukan tentang perasaan-perasaan senang dan nikmat sesaat. 

Tetapi tentang disposisi hati dan diri kita dalam perjuangan hidup setiap hari, memaknai dan belajar dari setiap pengalaman dan tindakan kita, berperilaku etis serta terus berproses dalam setiap waktu untuk menjadi manusia yang utuh. Dengan kata lain, kebahagiaan adalah sebuah proses menjadi yang terus-menerus diperjuangkan oleh setiap manusia untuk dimiliki selama-lamanya.

Aristoteles, seorang filsuf Yunani merefleksikan bahwa tujuan tertinggi (ultimate) dari segala tindakan manusia adalah kebahagiaan (bhs. Yunani, eudaimonia). Istilah eudaimonia yang digunakan Aristoteles ini tidak cukup jika hanya diterjemahkan dengan kata kebahagiaan yang kita gunakan dalam bahasa sehari-hari. 

Bagi Aristoteles, eudaimonia adalah sebuah pencapaian jangka panjang yang tidak hanya menyangkut perasaan yang nyaman atau menyenangkan sesaat, namun berkaitan dengan upaya untuk hidup secara baik. 

Dengan demikian, eudaimonia menekankan pada suatu jenis kebahagiaan setelah suatu proses panjang yang telah dilalui oleh seseorang.

Eudaimonia adalah kepenuhan karena seseorang tahu bahwa ia telah melakukan usaha-usaha yang terbaik dengan melibatkan seluruh kemampuan yang terbaik yang ia miliki. Orang tersebut telah menggunakan segala kesempatan yang ada secara baik dengan segala talenta dan kapasitasnya.

Akan tetapi, eudaimonia yang dipahami oleh Aristoteles bukanlah sesuatu yang eksklusif atau sesuatu yang egosentris. 

Ia meyakini bahwa, jika kebahagiaan adalah soal menggunakan kemampuan terbaik kita, maka hal itu tidaklah mungkin terjadi jika kita hanya menggunakan kemampuan terbaik kita, untuk kepentingan diri kita sendiri, atau untuk berkompetisi mengalahkan orang lain. 

Oleh karena itu, eudaimonia itu selalu mengandaikan keutamaan. Aristoteles menyatakan bahwa kebahagiaan adalah bentuk aktivitas jiwa yang sejalan dengan keutamaan. 

Maksudnya adalah; keutamaan bukanlah sarana untuk mencari kebahagiaan, seakan-akan kebahagiaan adalah konsekuensi dari keutamaan atau hadiah yang kita terima karena telah mengembangkan keutamaan.  

Sebaliknya, kebahagiaan ditentukan oleh keutamaan karena keutamaan membuat kita menjadi manusia sebagaimana seharusnya manusia diciptakan. 

Dapat dianalogikan sebagai berikut, hanphone atau laptop dibelikan oleh orang tua untuk mendukung pendidikan anaknya, tetapi anak tersebut lebih mengunakannya untuk bermain games atau sibuk dengan chatingan sampai larut malam serta mengabaikan tanggung jawabnya untuk belajar. 

Disini hanphone dan laptop menjalankan fungsinya sebagai alat komunikasi mau pun hiburan tetapi ia tidak digunkana secara proposianal sesuai dengan tujuan yang dimaksudkan oleh kedua orang tua. 

Dapat dikatakan juga bahwa, keutamaan dapat mentransformasi seseorang. Caranya adalah melatih dan menjalankan keutamaan tersebut secara terus-menerus. 

Hingga akhirnya kebahagiaan dihayati sebagai kepenuhan hidup manusia. Dan ketika kita telah memperolehnya, kita secara bersama-sama dalam nada yang sama berseru EUREKA, yang artinya aku telah menemukan kebahagiaan sejati tersebut.

Botan Firmino

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun