Sistem pengoperasian jalan tol ada 2 (dua) jenis yaitu terbuka dan tertutup. Ciri sistem operasi terbuka adalah pengguna jalan tol membayar di gerbang tol masuk dan dapat keluar di exit manapun.Â
Biasanya sistem ini dipakai di jalan-jalan tol dalam kota. Sedangkan jalan-jalan tol luar kota biasanya menggunakan sistem operasi tertutup, dimana pengguna jalan tol mengambil tiket / kartu tol di gerbang masuk dan melakukan pembayaran di gerbang keluar. Besarnya tarif selain tergantung golongan kendaraan, juga tergantung jauh dekatnya perjalanan.
Standar Pelayanan Minimal
BUJT selama masa konsesi terikat pada apa yang disebut Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang sudah ditetapkan oleh BPJT. SPM meliputi kondisi jalan, kapasitas dan kecepatan gardu tol dalam melayani pengguna jalan, pengamanan jalan tol, kecepatan penanganan terhadap gangguan di jalan tol dan beberapa parameter yang lain.
Ketika beberapa orang mengeluhkan soal kondisi jalan tol yang macet (terutama di Jakarta atau di jalan-jalan tol luar kota tertentu saat weekend), harus dilihat apa yang menjadi sumber penyebab kemacetan.Â
Jika kemacetan diakibatkan transaksi di gerbang tol yang terlalu lama (SPM mensyaratkan maksimal 8 detik), atau karena kondisi jalan yang rusak atau karena penanganan kendaraan mogok yang terlalu lama (lebih dari 30 menit) maka hal ini menjadi kewajiban BUJT untuk mengatasinya.Â
BUJT juga harus terus berinovasi dengan mengupayakan mengurangi antrian di gerbang tol misal pembayaran dengan e-payment(berkoordinasi dengan perbankan) baik dengan kartu prepaid atau perangkat OBU - On Board Unit - berbasis Radio Frequency Identification (RFID) yang dipasang di mobil.
Tetapi jika sumber kemacetan terjadi di jalan arteri yang terhubung dengan exitjalan tol, maka BUJT tidak bisa serta merta sepihak disalahkan, karena jalan arteri bukan kewenangan BUJT tetapi kewenangan pemerintah (jika jalan arteri tersebut adalah jalan nasional maka menjadi kewenangan Dirjen Bina Marga Kementerian PU, tetapi jika jalan tersebut adalah jalan propinsi atau kabupaten/kota maka menjadi kewenangan Dinas Bina Marga Propinsi/Kota/Kabupaten).
Untuk mengatasi kemacetan, dibutuhkan solusi yang lebih komprehensif terutama menyangkut sistem jaringan jalan. Selain pemerintah menggenjot segera beroperasinya jalan-jalan tol, secara simultan pemerintah juga harus melakukan perbaikan jalan arteri yang terkoneksi dengan jalan tol (baik dari sisi lebar/kapasitas dan kondisi jalan) ataupun pembangunan jalan-jalan arteri baru untuk memecah kepadatan lalu lintas.
Tentu saja hal ini akan sangat lebih baik jika diiringi dengan perbaikan sistem transportasi umum. Jika kapasitas angkutan umum sudah memadai, murah, nyaman dan terintegrasi dengan sistem jaringan jalan yang ada, ujungnya dibutuhkan kebijakan industri dan niaga otomotif yang tidak memicu mudahnya pembelian atau kepemilikan atas kendaraan pribadi (misal: naiknya biaya pajak kendaraan, naiknya biaya parkir, atau harga BBM untuk kendaraan pribadi tidak lagi disubsidi). Diharapkan nantinya stimulus kebijakan transportasi umum yang murah dan nyaman akan menggerus jumlah pengguna kendaraan pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H