Mohon tunggu...
Firman Rahman
Firman Rahman Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger Kompasiana

| Tertarik pada finance, digital marketing dan investasi |

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Karyawan Bahagia, Kinerja Perusahaan Meningkat, Jangan Ada Resign antara Kita

27 Mei 2023   13:02 Diperbarui: 9 Juni 2023   03:46 910
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi karyawan bahagia (Sumber gambar: Shutterstock dalam Kompas.com)

"Karyawan Bahagia, Kinerja Perusahaan Meningkat, Jangan Ada Resign di Antara Kita", menjadi pembahasan menarik, apalagi setelah beberapa kejadian yang viral beberapa waktu lalu, karena pemotongan gaji UMR pabrik, yang membuat para karyawan memutuskan tidak mau masuk kerja lagi.

Tentu hal ini menjadi sebuah kejadian yang perlu dipikirkan lagi, bagaimana efek perusahaan ke depan, bagaimana efek orderan produksi yang sudah dikerjakan. atau hal terburuk.

Tidak hanya itu, manajemen perusahaan sengaja membuat skema seperti itu agar karyawan keluar dan membuat perusahan tidak memberi pesangon, dan kemudian manajemen membuka lowongan lagi dengan penawaran gaji yang lebih rendah dari sebelumnya.

Bagi seorang pemilik bisnis, maka yang menjadi bahagia adalah saat bisnis yang dibangunnya menjadi sukses dengan omset yang selalu naik dan profit yang didapatkan sesuai dengan yang diharapkan.

Bagi pebisnis banyak hal yang membuat bisnisnya sukses, salah satunya adalah dengan menjaga karyawan sehingga bisa merasa nyaman. 

Bisa dikatakan butuh dan tidak butuh akan karyawan, tetapi tidak dipungkiri kehadiran mereka sangat dibutuhkan agar operasional usaha dalam perusahaan tetap bisa berjalan.

Makna di Balik Sebuah Kata 'Bahagia' yang Bisa Meningkatkan Kinerja Perusahaan

Sebenarnya apa sih yang dicari dalam bekerja selain tentunya uang untuk memenuhi kehidupan sehari-hari? Tentunya kenyamanan dalam bekerja bukan?

Masih ingat dengan ayam broiler di sebuah peternakan, untuk bisa membuat ayam-ayam ini berproduksi dengan baik, maka harus dibuat kandang yang sedemikian rupa agar ayam-ayam ini tidak stress. 

Baca juga: Menjadi Seorang

Begitu pula saat masa panen, pengiriman ayam ini ke tempat tujuan, harus dijaga jangan sampai kepanasan dan hal yang membuat ayam ini tidak nyaman, sehingga mati di jalan.

Begitu pula dengan karyawan dalam perusahaan, dari pembicaraan dengan berbagai teman sejawat dari semua level.

Maka yang menjadikan banyak karyawan resign dari semua level, faktor terbesar ternyata penyebabnya bukanlah gaji yang kurang atau tidak sesuai, namun faktor lingkungan pekerjaan yang pada akhirnya menjadi timbulnya suasana yang membahagiakan.

Dari berbagai referensi dan studi, ternyata karyawan yang bahagia cenderung lebih produktif dibanding mereka karyawan yang tidak atau kurang bahagia. 

Bahkan riset terkini menemukan, bahwa kebahagian ternyata berpengaruh positif bukan saja sebatas pada lingkungan perusahaan saja, namun juga pada level negara.

Bila Anda sering bertemu orang, entah di tempat nongkrong, di warung, di poskamling atau dimana pun, maka Anda bisa menanyakan apa 'tujuan hidup mereka' sebenarnya, meskipun dengan berbagai alasan, maka pada ujung-ujungnya jawaban pasti menjawab dengan hal yang sama, yaitu 'bisa mencapai kebahagian'.

Tidak dapat dipungkiri sejak jaman dahulu sampai saat ini, setiap orang tidak henti mencari makna dari kebahagiaan. Namun yang ironis sebenarnya, semakin dikejar, kebahagiaan seolah semakin tidak jelas kemana arahnya.

Ada yang menarik dengan kebahagiaan ini, bahkan sebuah riset yang memadukan pendekatan neuro science, psikologi dan ilmu ekonomi (informasinya bisa dilihat di Harvard Business Review, pada Bulan Januari sampai Februari 2012).

Perusahaan yang para karyawannya bekerja dengan bergairah dan bahagia terbukti berpengaruh besar terhadap meningkatnya kinerja perusahaan. 

Semakin banyak karyawan dalam suatu perusahaan yang merasa bahagia, maka semakin bagus kinerja perusahaan yang bersangkutan.

Bila ditarik dalam skala yang lebih luas, maka riset tersebut menemukan, bahwa kebahagiaan ternyata bisa berpengaruh positif, yang tidak saja di tingkat organisasi yang kecil seperti pada perusahaan, namun juga memiliki dampak positif di skala yang lebih besar seperti di tingkat negara.

Karyawan Resign, Tanda Bahwa Tidak Bahagia dan Perusahaan Tidak Baik-baik Saja 

Sejak zaman dahulu, mulai dari Aristoteles, ternyata kebahagiaan menjadi salah satu kata yang banyak dicari maknanya, namun juga menjadi kata yang paling tidak bisa dimengarti, karena katanya, kebahagiaan itu hanya bisa dirasakan bukan didiskusikan saja.

Tentu hal ini didukung juga oleh Carol Graham, seorang pengarang buku 'The Pursuit of Happiness: An Economy of Well-Being' yang memberi sedikit statement menarik, "Happiness is, in the end, a much more complicated concept than income'.

Ilustrasi suasana kerja yang nyaman (Sumber gambar: IKEA Business  dalam Kompas.com)
Ilustrasi suasana kerja yang nyaman (Sumber gambar: IKEA Business  dalam Kompas.com)

Tentu saja kebahagiaan ternyata memiliki makna yang lebih kompleks bila dibandingkan pendapatan atau gaji yang menjadi alasan seseorang mengajukan resign. Dan faktanya, memang uang memang bukan menjadi alasan utama. 

Dari survey yang penah dilakukan Majalah SWA, khususnya survey di tempat kerja, maka suasana nyaman menjadi nomor utama (43%), sedangkan pengaruh gaji berada di ranking 4 (12,08%).

Hal ini ditunjukkan sebagai berikut (faktor-faktor utama yang membuat responden bahagia di lingkungan kerja):

  • Suasana kerja yang nyaman, kekeluargaan, saling menghargai, bekerjasama dan saling mengisi. (Sebanyak 43%, di ranking 1).
  • Berhasil mencapai prestasi atau goal yang ditargetkan (12,56%).
  • Dapat mengerjakan tugas atau pekerjaan dengan baik. (12,56%).
  • Gaji, tunjangan-tunjangan dan fasilitas-fasilitas standar terpenuhi. (12,08%).
  • Sistem jenjang karir yang jelas dan memotivasi. (4,83%).
  • Mendapatkan pekerjaan yang menantang. (3,86%).
  • Standar gaji di atas rata-rata industri. (2,90%).
  • Menikmati proses (perasaan nyaman/tanpa tekanan) bila menerima tantangan. (2,90%).
  • Perusahaan memfasilitasi aktivasi/kegiatan yang menyenangkan (olahraga, outbound, familiy gathering, dan lain-lain). (2,42%).
  • Sistem penggajian dan insentif yang jelas dan fair. (1,93%).
  • Mendapatkan pelatihan/ kesempatan belajar/ pengalaman untuk pengembangan diri. (0,97%).

Maka bisa dipahami bahwa secara fakta di tempat kerja yang sepertinya nyaman dengan pekerjaan yang bergaji besar ternyata tidak menjamin kebahagiaan. Ada yang menyebut bahwa kenyamanan workplace social life merupakan faktor yang lebih determinan.

Memaknai Kebahagiaan Menjadi Sebuah Kunci Sukses

Terdapat suatu penelitian menarik yang mungkin bisa menjadi pertimbangan bagi manajemen perusahaan untuk bisa menjadikan tempat bekerja sebagai tempat yang nyaman, yang dilakukan oleh Michael Norton, seorang Guru Besar Harvard School:

We are doing with our money that make us happy in the moment, but that's not always the best strategy for long-term well-being.

Dari hal tersebut bisa dipahami bahwa kebahagian sejati itu ternyata didapat dari pekerjaan itu sendiri. Pekerjaan yang membuat seseorang bermakna, pekerjaan yang membuat bahagia, pekerjaan yang menemukan siapa diri Anda. Dan tentu saja ini adalah sebuah faktor job. 

Pekerjaan yang menantang yang membuat orang merasa larut, yang tentu saja menghasilkan meaning bagi yang bersangkutan yang memberi kebahagiaan.

Hal ini dtegaskan oleh Arvan Pradiansyah, seorang motivator dan juga penulis buku '7 Law of Happiness', "Kalau orang itu bahagia, melihat pekerjaannya bermakna, maka inner beauty-nya akan keluar, semua energi terbaik dan kemampuan terbaiknya juga akan keluar. Semua hambatan dan tantangan tersebut akan mengecil. Karena energi yang begitu besarnya, bisa mengalahkan semuanya."

Dalam konteks bisnis, maka kebahagiaan ini akan mendongkarak produktivitas bisnis. Hal ini ditunjukkan dengan berbagai riset yang ingin mengetahui hubungan positif antara orang bahagia dengan produktivitas.

Salah satunya yang dilakukan oleh John Helliwell, seorang Guru Besar Emeritus, dan juga seorang ekonom University of British Columbia yang mengungkapkan studinya pada lebih dari 100 ribu orang di berbagai negara.

Temuannya yang menarik dan bisa mempengaruhi korporasi untuk membenahi workplace-nya adalah hubungan yang positif antara kebahagiaan karyawan dengan produktivitas, bahkan bos (pimpinan) yang membuat nyaman dalam bekerja sangat berpengaruh besar bagi produktivitas bawahannya.

Dan hal ini senada dengan yang disampaikan D.G. Myers, melalui bukunya The Pursuit of Happiness, yang memberi pernyataan menarik yang bisa menjadi pertimbangan bagi semua manajemen perusahaan, antara lain:

Dibanding mereka yang tertekan atau tak bahagia, happy employee memiliki catatan biaya kesehatan yang rendah, kerja yang efisien, dan juga lebih jarang tidak masuk kerja.

Semoga catatan tentang "Karyawan Bahagia, Kinerja Perusahaan Meningkat, Jangan Ada Resign Di Antara Kita" ini bermakna karena pada dasarnya kesejahteraan dan kebahagiaan karyawan merupakan nilai dasar yang bisa menentukan sebuah kesuksesan bisnis. 

Karyawan yang bahagia dan sejahtera, motivasi kerjanya akan terpacu dan juga berdampak pada peningkatan produtivitas dan juga pertumbuhan bisnis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun