Maka yang menjadikan banyak karyawan resign dari semua level, faktor terbesar ternyata penyebabnya bukanlah gaji yang kurang atau tidak sesuai, namun faktor lingkungan pekerjaan yang pada akhirnya menjadi timbulnya suasana yang membahagiakan.
Dari berbagai referensi dan studi, ternyata karyawan yang bahagia cenderung lebih produktif dibanding mereka karyawan yang tidak atau kurang bahagia.Â
Bahkan riset terkini menemukan, bahwa kebahagian ternyata berpengaruh positif bukan saja sebatas pada lingkungan perusahaan saja, namun juga pada level negara.
Bila Anda sering bertemu orang, entah di tempat nongkrong, di warung, di poskamling atau dimana pun, maka Anda bisa menanyakan apa 'tujuan hidup mereka' sebenarnya, meskipun dengan berbagai alasan, maka pada ujung-ujungnya jawaban pasti menjawab dengan hal yang sama, yaitu 'bisa mencapai kebahagian'.
Tidak dapat dipungkiri sejak jaman dahulu sampai saat ini, setiap orang tidak henti mencari makna dari kebahagiaan. Namun yang ironis sebenarnya, semakin dikejar, kebahagiaan seolah semakin tidak jelas kemana arahnya.
Ada yang menarik dengan kebahagiaan ini, bahkan sebuah riset yang memadukan pendekatan neuro science, psikologi dan ilmu ekonomi (informasinya bisa dilihat di Harvard Business Review, pada Bulan Januari sampai Februari 2012).
Perusahaan yang para karyawannya bekerja dengan bergairah dan bahagia terbukti berpengaruh besar terhadap meningkatnya kinerja perusahaan.Â
Semakin banyak karyawan dalam suatu perusahaan yang merasa bahagia, maka semakin bagus kinerja perusahaan yang bersangkutan.
Bila ditarik dalam skala yang lebih luas, maka riset tersebut menemukan, bahwa kebahagiaan ternyata bisa berpengaruh positif, yang tidak saja di tingkat organisasi yang kecil seperti pada perusahaan, namun juga memiliki dampak positif di skala yang lebih besar seperti di tingkat negara.
Karyawan Resign, Tanda Bahwa Tidak Bahagia dan Perusahaan Tidak Baik-baik SajaÂ
Sejak zaman dahulu, mulai dari Aristoteles, ternyata kebahagiaan menjadi salah satu kata yang banyak dicari maknanya, namun juga menjadi kata yang paling tidak bisa dimengarti, karena katanya, kebahagiaan itu hanya bisa dirasakan bukan didiskusikan saja.
Tentu hal ini didukung juga oleh Carol Graham, seorang pengarang buku 'The Pursuit of Happiness: An Economy of Well-Being' yang memberi sedikit statement menarik, "Happiness is, in the end, a much more complicated concept than income'.