Hidup memang sangat unik, begitu banyak cerita yang bisa disampaikan, termasuk didalamnya saat membicarakan tentang bahagia. Diantara berbagai kisah hidup orang-orang sukses, para pesohor yang bisa mencapai titik puncak sebenarnya yang dicari adalah kebahagiaan, yang menjadi pertanyaan sekarang adalah dimana letak titik bahagia itu?
Sampai saat ini, kata bahagia penuh dengan sesuatu yang misterius dan tidak bisa ditebak, dan hanya orang-orang tertentu saja yang bisa memiliki nikmat bahagia tanpa syarat dan tanpa maksud.
Coba kita lihat disekitar kita, kalau ditanyakan tentang bahagia, semua orang pasti menjawab sesuai dengan keingian dan harapan yang saat ini ingin dicapainya?
Ada yang mengatakan, dikala hidup yang serba cepat dan serba instan ini, maka "Semakin kaya seseorang secara materi maka semakin jauh dirinya dari kebahagiaan. Semakin pintar seseorang secara intelektualitas, semakin rumit hidupnya".
Bahkan sejumlah negara yang bisa dikatakan maju, baik dari sisi ekonomi dan ipteknya, ternyata malah konsumsi pil atau obat tidur per kapitanya tergolong yang tertinggi di dunia.
Bisa saja hal tersebut terjadi, karena ada rasa kurang atas segala sesuatu yang didapatkannya, yang menyebabkan tidak adanya rasa syukur nikmat atas segala karunia yang didapatkannya. Mungkin sebab inilah yang menyebabkan seseorang mau untuk melakukan korupsi, apalagi ditambah dengan adanya peluang untuk melakukan kejahatan tersebut, yaitu tidak adanya rasa puas atas segala sesuatu yang sudah didapatkannya.
Baca juga: Berani Gagal.
Maka dalam perjalanan sejarah tersebut, maka tidak sedikit orang yang mulai bertanya ulang, "Benarkah, semakin banyak materi berarti semakin bahagia? Atau benarkah, semakin pintar seseorang maka lebih mudah baginya untuk menjadi bahagia? Benarkah, semakin maju penguasaan iptek otomatis kebahagiaan akan lebih mudah diraih?" Dan sederet petanyaan yang menghadang kehidupan banyak orang.
Tentunya pertanyaan dengan maksud sama, akan berkebalikan bila pertanyaan tersebut ditujukan pada orang-orang yang hidup serba kekurangan, mungkin kebahagian bagi mereka adalah tercukupinya kebutuhan hidup, bisa cukup makan, bisa menyekolahkan anak, bahkan bisa berkumpul dengan keluarga yang bagi mereka sangat sulit untuk meraihnya.
Maka tidak ada yang salah dengan keinginan dan harapan. Secara lebih khusus, kalau keinginan dan harapan tersebut bisa dikelola dengan baik, maka bisa menjadi sumber energi kemajuan dan kehidupan. Yang harus dicatat sebenarnya adalah sebuah kebahagiaan sebagai harapan akan runtuh begitu keinginan dan harapan menjadi luar biasa besar yang menjadi seperti pecut yang memaksa seseorang menjadi memiliki ambisi untuk berlari, berlari dan berlari, atau menginginkan sesuatu yang lebih dibanding dengan yang diharapkan sekarang.