Jogja dengan semua pernak pernik, semua kehidupan didalamnya memang membuat kangen siapa saja yang pernah kesana. Bahkan intensitas tinggal beberapa waktu di Jogja, entah urusan kantor, traveling atau menikmati waktu bersma keluarga membuatnya selalu kangen akan kota ini. Bahkan beberpa foto yang Saya temukan kemarin setelah lupa menyimpannya, membuat Saya berisiniatif menorehkan sebuah tulisan tentang Malioboro sebuah kenangan di tahun 2016.
Malioboro di tahun 2016 memang berbeda seperti saat ini yang sudah berubah total, di tahun 2016 mungkin sama dengan bayangan Anda saat itu, yaitu jalanan yang padat dan ramai dengan berbagai aktivitasnya, mulai dengan penjual souvenir yang memenuhi trotoar, pejalan kaki yang banyak memadati jalanan Malioboro dan berbagai hal yang membuat Anda akan berpikir Malioboro adalah pusatnya keramaian.
Malioboro Pagi Hari sebuah Kenangan Saat Itu
Semenjak wabah pandemi Covid-10 yang muncul tahun 2020 lalu, dan sampai sekarang, Saya memang belum melakukan taveling jauh. Paling jauh itu pun hanya ke Kediri dan Jombang di bagian barat Jawa Timur, dan di timur paling jauh hanya sampai ke Jember.
Berbicara tentang Malioboro, maka banyak kenangan yang bisa dinikmati,apalagi kalau Anda senang menikmati indahnya sepi, suasana pagi, maka datanglah ke Malioboro di pagi hari, Anda akan menemukan sebuah nuansa yang berbeda.
Di pagi hari Anda akan menemukan sejuknya suasana Malioboro, para pedagang masih bersiap membuka lapaknya, atau kalau sempat bisa menimati kopi yang dijual di angkringan di pagi hari dengan menikmati sajian sarapan nasi kucing murah dan mengenyangkan.
Malam di Malioboro, Keriuhan Para Pencari Suasana
Di malam hari, suasana menjadi berubah, Malioboro tak ubahnya lautan manusia yang ingin mencari suasana, healing, menikmati wisata dan berbagai hal yang dilakukan oleh mereka yang sengaja datang berwisata.
Berlokasi di antara Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Tugu Pal Putih, Malioboro sampai sekarang masih menjanjikan hiburan, bahkan menjadi surganya oleh-oleh belanja dan juga wisata kuliner.
Dahulu, Malioboro seperti layaknya suasana jaman dahulu, yang padat dan ramai, yang berbeda adalah jaman dahulu para pedgang masih ada disekitaran trotoar dan tidak ada pedestrian.
Segala keramaian menjadi daya tarik tersendiri, apalagi nongkrong sambil minum kopi di jojokan Jalan Mangkubumi seperti sebuah kesenangan tersendiri sambil melihat turis bule lewat.
Malioboro dan Jogja Satu kesatuan yang Tak Terpisahkan
Malioboro adalah jalan paling dikenal dan paling populerdi Jogja. Keberadaann Malioboro juga karena cerita dan sejarah yang menyertainya dan juga dihubungkan dengan tiga tempat yang merupakan tempat sakral di Jogja, yaitu Gunung Merapi, Keraton dan Pantai Selatan.
Malioboro memiliki makna yang indah bila diartikan dari Bahasa Sanskerta, yang bermakna karangan bunga. Malioboro mulai ramai di era kolonial sekitar tahu 1790 saat Belanda mulai membangun benteng Vredeburg pada tahun 1790, di ujung jalan Malioboro.
Nama Malioboro memang tidak bisa hilang, apalagi Malioboro adalah jantungnya Jogja. Ke Jogja tidak ke Malioboro seperti ada yang kurang. Banyak bangunan bersejarah ada di jalanan ini, bangunan ini menjadi saksi bisu perjalanan kota ini dari masa ke masa.
Menarik sekali mengingat kenangan Malioboro lama, yang menyajikan berbagai aktivitas belanja, mulai dari belanja tradisional sampai modern, semua ada di Malioboro.Semoga memori dalam bentuk tulisan "Malioboro sebuah kenangan di tahun 2016" ini mengingatkan kita tentang keindahan Malioboro di masa lalu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI