Mohon tunggu...
Firman Hidayat
Firman Hidayat Mohon Tunggu... -

Pernah bekerja di bank asing dan mengajar di salah satu universitas di Jakarta. Profesi terakhir sebagai peneliti ekonomi, dan merupakan alumni dari University of Illinois-USA, program Master of Science in Policy Economics. Meluangkan waktu senggang untuk menemani istri, membaca buku, dan nonton film.

Selanjutnya

Tutup

Money

Dialog dengan Wong Cilik

7 Januari 2010   10:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:35 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

[caption id="attachment_49944" align="alignleft" width="300" caption="Sumber:www.inilah.com"][/caption] Sudah terlalu sering rasanya kita mendengar, menyaksikan, dan membaca ulasan ekonomi-politik yang dikemukakan oleh mereka yang mengatakan dirinya ahli, pakar, politikus, dan pengamat. Seringkali kita dibuat bingung karena pendapat mereka saling bertolak belakang dan sebagian dari mereka hanya asal ngomong tanpa disertai bukti yang kuat.

Sikap mereka terkadang tidak konsisten dan cenderung tendensius. Kemarin bilang merah, sekarang bilang biru. Tingkah laku mereka bak seorang komentator sepak bola. Mereka berkomentar seolah-olah mereka lebih jago bermain bola dari para pemain yang ada di lapangan.

Bosan dengan pendapat orang-orang tersebut, aku tergerak untuk mengetahui pandangan wong cilik tentang isu ekonomi-politik yang terjadi di tanah air. Kebetulan, sudah seminggu ini aku berlibur di Kota Tegal, sebuah kota kecil yang terletak di dekat perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat. Di sela-sela liburan itu, aku berinteraksi dengan masyarakat dari berbagai berprofesi, mulai dari pengusaha chrome hingga tukang pijat refleksi kaki.

Gayung pun bersambut. Aku memanfaatkan kesempatan ini untuk bertanya-jawab dengan mereka tentang kasus Bank Century dan free trade area yang akan dihadapi Indonesia. Dialog ini menggunakan bahasa lokal, dan berikut cuplikan dialog yang telah dialih bahasakan:

Dialog dengan pengusaha crhome (PC):

Aku: Gimana pesanan chrome akhir-akhir ini pak?

PC: Alhamdulillah mas, walaupun tidak sebanyak dulu, tapi orderan masih lumayan.

Aku: Tahu ga pak kalo Indonesia akan menghadapi free trade?

PC: Tahu mas.

Aku: Trus, kira-kira usaha Bapak nanti gimana?

PC: Sudah pasti makin banyak pesaing karena makin banyak barang murah masuk ke Indonesia.

Aku: Apa strategi Bapak menghadapi free trade?

PC: Tidak ada strategi khusus mas. Dihadapi saja karena saya tidak tahu persis dampaknya seperti apa.

Aku: Ada pengarahan/bantuan dari dinas ga pak?

PC: Ga ada mas. Tapi saya sudah terbiasa begini kok.

Aku: Tahu kasus Bank Century ga pak?

PC: Jelas mas, wong kasus itu sekarang lagi heboh.

Aku: Apa pandangan bapak tentang kasus Bank Century?

PC: Saya sedih mas, uang Rp6,7 trilliun lenyap begitu saja. Uang segitu kan bisa buat bantuan modal pengusaha kecil seperti saya.

Aku: Menurut bapak, kondisi ekonomi tahun 2009 gimana?

PC: Bagus mas. Saya merasakan nilai tukar Rupiah tidak banyak berfluktuasi dan cenderung menguat terhadap dollar sehingga harga bahan-bahan kimia (untuk chrome) menjadi lebih murah.

Di kesempatan lain, aku berdialog dengan seorang tukang pijat refleksi kaki (TPRK). Dialog ini terjadi ketika aku mencoba layanan pijat refleksi kaki di salah satu Mal Kota Tegal. Berikut cuplikannya:

Aku: Kota Tegal makin ramai saja ya pak?

TPR: Iya mas. Sejak Presiden-nya SBY, Kota Tegal makin ramai dan banyak Mal yang dibangun (tiba-tiba dia menyebutkan nama SBY).

Aku: Pernah dengar kasus Bank Century pak?

TPRK: Pernah mas.

Aku: Menurut bapak kasus Bank Century gimana?

TPRK: Saya tidak terlalu mengerti kasus Bank Century mas. Tapi, kalau lihat figur pak Boediono keliatan orangnya jujur dan tidak macem-macem.

Aku: Loh, kok bapak tahu kalau pak Boediono orangnya jujur dan tidak macem-macem?

TPRK: Ya tahu mas, saya pernah lihat tayangannya di televisi. Pak Boediono itu anak seorang yang warga desa yang tidak punya, rumahnya saja sederhana sekali.

Aku: Kalau Bu Sri Mulyani gimana pak?

TPRK: Kalau Bu Sri Mulyani saya nggak tahu mas.

Itulah cuplikan dialogku dengan beberapa warga kalangan ekonomi menengah kebawah. Meskipun dialog ini tidak mewakili pendapat wong cilik secara keseluruhan, aku bisa merasakan kepolosan dan ketulusan dari jawaban yang mereka sampaikan. Yang pasti, mereka tidak punya agenda tertentu dalam menyampaikan pendapat tersebut.

Dari dialog ini aku menyimpulkan beberapa hal, pertama, terkait dengan kasus Bank Century, hati wong cilik telah terluka karena uang Rp6,7 trilliun menguap begitu saja tanpa memberikan manfaat bagi rakyat. Namun demikian, mereka mengakui pemerintah telah berhasil menjaga kondisi ekonomi sehingga kondisi dunia usaha relatif terjaga, dan mereka relatif masih percaya dengan integritas Boediono.

Kedua, pelaku usaha kelihatannya sudah aware dengan tantangan yang akan dihadapi dengan adanya free trade area. Namun, mereka tidak memiliki strategi yang antisipatif dan cenderung menunggu. Selain itu, belum ada kebijakan pemerintah yang difokuskan untuk membantu pelaku usaha dalam mempersiapkan dirinya menghadapi free trade area.

Khusus untuk poin kedua, pemerintah seharusnya lebih serius dalam membantu pelaku usaha karena dalam tahap awal pelaksanaan free trade area diperkirakan banyak pelaku usaha lokal yang akan tersingkir karena seleksi alam. Oleh karena itu, sudah menjadi tugas pemerintah untuk mengarahkan pelaku usaha ke sektor-sektor ekonomi yang mempunyai keunggulan komparatif.

Mudah-mudahan, dalam jangka panjang, implementasi free trade area dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mengurangi kesenjangan pendapatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun