Mohon tunggu...
Sosbud

Ranub, dari Simbol Pernikahan Adat Aceh hingga Makna yang Terkandung dalam Ilmu Psikologi

26 Desember 2018   22:40 Diperbarui: 27 Desember 2018   01:03 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai keanekaragaman budaya. Seperti tarian, kuliner, destinasi wisata, adat budaya dan hukum yang berlaku di daerah tersebut.

Pasca terjadinya konflik GAM (Gerakan Aceh Merdeka) dan bencana tsunami tahun 2004 silam, membuat Aceh menjadi salah satu provinsi yang memiliki sejarah panjang dan cerita yang pelik untuk dikenang, Namun dengan kegigihan masyarakatnya, Aceh saat ini berkembang pesat menjadi provinsi yang dikenal nusantara.

Selain itu provinsi Aceh merupakan salah satu provinsi yang memiliki otonomi khusus untuk melaksanakan peraturan daerah yang berbasis syariat Islam, tatanan sosial dan adat budaya di Aceh menjadikan masyarakat Aceh menjadi gigih, kuat dan memiliki ciri khas dari masyarakat yang lainnya di Indonesia.

Dengan sejarah, adat dan budaya yang unik, saat ini Aceh dikenal oleh dunia, sehingga saat ini provinsi Aceh menjadi salah satu destinasi wilayah yang menarik untuk dikunjungi.

Salah satu ciri khas dari adat Aceh adalah penggunaan ranub dalam berbagai prosesi penting di Aceh. Penggunaan ranub mempunyai makna yang dalam bagi masyarakat Aceh. Ranub (sirih) merupakan salah satu rempah yang tumbuh di indonesia yang mempunyai manfaat bagi kesehatan.

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia sirih (ranub) adalah tumbuhan yang merambat dipohon lain daunnya terasa pedas, biasa dimakan bersama dengan pinang, kapur, gambir sebagai makanan yang mencandu, penguat gigi dan sebagainya. Namun dalam adat Aceh penggunaan ranub bukan hanya sekedar rempah yang menyehatkan bagi tubuh, melainkan mempunyai makna tersendiri bagi masyarakat Aceh.

Sejarah ranub Aceh

Tradisi makan ranub dalam budaya Aceh merupakan warisan budaya masa silam, lebih dari 300 tahun lalu atau di zaman Neolitik. Pada zaman dahulu, orang tua kita mempunyai tradisi "makan ranub" atau "menyirih".

Konon tradisi makan ranub ini dibawa oleh rumpun bangsa Melayu 500 SM ke beberapa negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Tradisi mengunyah ranub dengan biji pinang, gambir dan sedikit kapur, diyakini mampu memperkuat cengkraman gusi terhadap gigi.

Penggunaan ranub di Aceh dapat ditelusuri dari kajian naskah kuno kitab "Mujarabat". Dalam kitab Mujarabat yang telah dialihaksarakan, ranub dan pinang disebutkan secara bekali-kali sebagai bahan ramuan obat-obatan.

Pada masa kesultanan Aceh, ranub memainkan peranan penting bukan hanya sebagai bahan konsumsi semata, tetapi juga digunakan dalam upacara-upacara besar sultan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun