Mohon tunggu...
Firman Fadilah
Firman Fadilah Mohon Tunggu... Lainnya - Simple man with a simple love.

Never give up!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ada Cinta di Gedung Teater

19 Juni 2022   01:17 Diperbarui: 19 Juni 2022   01:33 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

oleh Firman Fadilah

Sekolah kami memiliki gedung aula yang besar. Di dalamnya, ada panggung yang biasa digunakan untuk mempertontonkan berbagai macam pertunjukan karya seni. Tari, teater, musik, dan acara-acara besar seperti perayaan perpisahan.

Lampu-lampu kecil menghiasi di setiap sudut. Background dicat dengan warna putih yang mendominasi. Aula itu tertutup yang membuat suara-suara memantul-mantul. Pita warna-warni menggantung di atas daun jendela.

Aku ingat betul pertunjukan teater tokoh pasangan wayang yang melegenda, Rama dan Sinta. Pameran karya setiap setahun sekali yang wajib diadakan sebagai bukti kepada para orang tua bahwa siswa-siswi didikan kami mempunyai prestasi.

Sebelumnya, sebagai guru seni, aku memilih para pemain yang akan melakonkan masing-masing peran. Mereka sangat antusias menyambut pertunjukan teater agung itu. Ada satu siswa yang sangat jenaka, jahil, pula terkenal nakal. Mengingatnya, aku tertawa juga bangga sebab totalitas aktingnya membuat pertunjukan teater itu memesona.

"Kamu yakin dengan anak itu? Apa bisa?" ucap salah satu rekan kerjaku.

Anak itu bernama Juan. Dari awal masa orientasi, hinggga menjelang kenaikan kelas tiga SMA, anak itu terkenal nakal. Dewan guru dibuat ampun, tepuk jidat, mengelus dada berulang-ulang dengan kelakuan nakalnya

Ia sering bolos sekolah. Tidur saat jam pelajaran ialah hal biasa. Rambut gondrong acak-acakan. Pernah sekali ia ketahuan merokok di toilet. Hal itu membulatkan keputusan kepala sekolah untuk mengeluarkannya. Namun, niat itu diurungkan setelah mengetahui bahwa Juan sudah tidak memiliki orang tua. Ia harus kerja paruh waktu untuk membiayai sekolah dan seorang adik laki-lakinya. Pula, mengeluarkan siswa bukan satu-satunya jalan keluar. Hal itu malah menunjukkan kegagalan dewan guru dan sekolah dalam mendidik siswa. Ibarat bengkel, kendaraan rusaklah yang diperbaiki, sama seperti sekolah yang mendidik manusia bodoh menjadi bermartabat.

Sebenarnya, di usianya yang masih remaja, nakal adalah hal yang wajar untuk memperoleh pengakuan dari orang-orang di sekitarnya dan Juan adalah salah satunya. Itu adalah bagian dari aktualisasi diri. Barangkali, ia hanya perlu perhatian yang luput dari orang tuanya. Juan didewasakan oleh keadaan.

Di balik sikap nakalnya itu, aku melihat ada potensi besar yang bersemayam dalam dirinya. Ia seorang lelaki remaja yang berani dan percaya diri. Benar ia nakal, tetapi ia tak pernah membantah dan selalu mengakui kesalahannya. Itulah sikap lelaki.

"Insya Allah, Bu. Aku yakin Juan bisa."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun