Mohon tunggu...
Firmanda Taufiq
Firmanda Taufiq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S3

Hobi membaca, menulis, berdiskusi, berdialektika dan travelling.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kedaulatan Indonesia dan Sengketa Laut China Selatan: antara Konflik dan Kepentingan

27 Mei 2024   09:42 Diperbarui: 27 Mei 2024   09:42 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Republika.co.id

Laut China Selatan merupakan kawasan penting bagi Indonesia karena memiliki posisi strategis. Meski Indonesia bukan negara yang ikut serta dalam menuntut klaim atas kepemilikan wilayah di Laut China Selatan. Akan tetapi, Laut China Selatan memiliki peran krusial bagi Indonesia. Hal ini karena dipengaruhi oleh beberapa hal, yakni pertama, perairan di Laut China Selatan merupakan wilayah penting dalam aktivitas ekspor impor Indonesia. Kedua, konflik dan instabilitas di wilayah tersebut bakal berdampak bagi perdagangan dan stabilitas ekonomi di kawasan. Ketiga, kawasan Laut China Selatan menjadi jalur masuk ke wilayah Indonesia dari utara. Keempat, kawasan utara adalah alur yang disepakati oleh Indonesia sebagai alur laut kepulauan Indonesia (Sendow 2023).

Sementara itu, hak berdaulat Indonesia atas wilayah Laut China Selatan yakni pada Hak Ekonomi Eksklusif, di mana Indonesia memiliki hak untuk memanfaatkan potensi sumber daya alam didalamnya. Dalam hal ini, alasan utama negara-negara yang terlibat dalam konflik Laut China Selatan karena berkepentingan dalam berebut wilayah tersebut, termasuk kandungan sumber kekayaan alam, seperti halnya minyak dan gas bumi. Selain itu, wilayah Laut China Selatan juga merupakan jalur perlintasan kapal-kapal internasional dan jalur perdagangan lintas laut yang terhubung antara Eropa, Amerika, dan Asia. Apalagi Asia menjadi salah satu kawasan dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat. Hal ini pula yang membuat beberapa negara ingin menguasai dan mampu mengontrol atas wilayah Laut China Selatan.

Berdasarkan konteks di atas, konflik Laut China Selatan sangat berpengaruh dalam aktivitas perdagangan internasional, termasuk negara-negara Association of South East Asiam Nation (ASEAN). Kondisi tersebut juga menjadi perhatian Indonesia dalam mempertahankan stabilitas keamanan negara, termasuk berupaya melindungi pulau Natuna. Jika mengacu pada Zona Ekonomi Eksklusif dan pemanfaatan sumber daya alam yang berpotensi pada sektor perdagangan, maka Indonesia juga telah memiliki Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 terkait Zona Ekonomi Eksklusif dan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1984 tentang Pengelolaan Sumber Hayati Laut di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (Kaunang 2022).

Lebih lanjut, pada masa pemerintahan Joko Widodo, konflik Laut China Selatan juga menguat. Untuk itu, strategi dan upaya Joko Widodo dalam menyikapi dan mencari solusi terbaik dalam persoalan tersebut juga akan berpengaruh dalam penyelesaian kasus Laut China Selatan. Apalagi sengketa di Laut China Selatan juga berdampak pada perairan Natuna. Oleh karena itu, Indonesia berupaya melakukan berbagai upaya agar stabilitas keamanan wilayah perbatasan Indonesia dapat dijaga, terlebih dari tindakan illegal fishing (Hanifahturahmi 2020).

Peran Indonesia atas Konflik Laut China Selatan

Laut China Selatan menjadi salah satu persoalan besar bagi stabilitas keamanan dan politik di kawasan. Apalagi sengketa ini menyangkut beberapa negara yang berbatasan dengan Laut China Selatan, seperti Brunei Darussalam, Kamboja, Tiongkok, Indoensia, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam (Sulistyani, Pertiwi, dan Sari 2021). Dalam hal ini, Indonesia berupaya memastikan bahwa perdagangan internasional di kawasan tersebut harus aman dan stabilitas keamanannya dapat dijaga (Saragih, 2018). Indonesia juga memiliki peran dan kontribusi strategis dalam berbagai forum di Asia Tenggara. Artinya, Indonesia juga berperan aktif dalam menjaga stabilitas ekonomi, politik, dan keamanan di kawasan tersebut.

Sementara itu, untuk merespon dan menyikapi persoalan di Laut China Selatan, presiden Joko Widodo melakukan kunjungan pertama ke Natuna dan mengadakan rapat kabinert terbatas di atas kapal, meluncurkan peta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan versi terbaru yakni penamaan atas Laut Natuna Utara, mengupayakan peningkatan aktivitas ekonomi di wilayah Natuna, dan pengiriman nota diplomatik ke PBB (Sulistyani, Pertiwi, dan Sari 2021). Selama ini Indonesia juga telah mengirimkan nota protes ke Tiongkok, yakni pada tahun 2016, 2019, dan 2020 atas pelanggaran kegiatan illegal fishing yang dilakukan oleh kapal-kapal nelayan dan pelanggaran kedaulatan coast guard Tiongkok di wilayah perairan Natuna.

Selanjutnya, pasca mengirimkan nota protes, pemerintah Indonesia juga menunjukkan sinyal kepada Tiongkok, yakni presiden Joko Widodo melakukan kunjungan ke Natuna pada 23 Juni 2016. Upaya diplomasi Indonesia juga berfokus pada penguatan posisi Indonesia dalam mengembangkan Kepulauan Natuna dari sisi pembangunan ekonomi dan manusianya. Jika aktivitas di Laut Natuna Utara ramai, hal ini juga diharapkan mampu meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar dan menjadi bukti bahwa pemerintah hadir di wilayah tersebut, serta mempertegas bahwa Natuna menjadi bagian tidak terpisahkan bagi Indonesia. Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia atas konflik Laut China Selatan tidak lain untuk menjaga stabilitas keamanan wilayah tersebut dan menunjukkan keberatan atas klaim Tiongkok, serta menunjukkan konsistennya Indonesia dalam penyelesaian sengketa Laut China Selatan. Situasi ini juga memperlihatkan Indonesia sangat serius dalam menegaskan hak berdaulat penuh atas Zona Ekonomi Eksklusif di perairan Natuna, di mana wilayah ini berbatasan langsung dengan Laut China Selatan.

Memang, sengketa Laut China Selatan menjadi perhatian utama bagi pemerintah Indonesia karena di wilayah tersebut sumber energi yang melimpah. Selain itu, Laut China Selatan merupakan salah satu Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan menjadi cadangan minyak dan gas alam terbesar Indonesia berada di Laut Natuna. Oleh karena itu, eksistensi Indonesia di Laut Natuna sangat berdampak bagi ekonomi nasional dan terjaganya keutuhan wilayah, terutama dari gangguan dan klaim negara-negara tetangga (Akmal dan Pazli, 2015).

Peran Indonesia dalam konflik Laut China Selatan sangat diharapkan oleh beberapa negara yang bersengketa. Apalagi Indonesia juga menjadi salah satu negara di ASEAN yang disegani dan berkontribusi dalam stabilitas keamanan dan politik di kawasan. Tentu hal ini akan membawa dampak besar bagi penyelesaian konflik di Laut China Selatan. Meski persoalan ini menjadi konflik antar kepentingan masing-masing negara yang berbatasan maupun memiliki kewenangan dalam melakukan upaya negosiasi dan menguasai Laut China Selatan. Akan tetapi, stabilitas keamanan suatu wilayah negara harus menjadi prioritas mutlak. Untuk itu, berbagai strategi dan upaya terus dilakukan untuk meminimalisir terjadinya konflik yang berkepanjangan antar berbagai pihak yang terlibat.     

Masa Depan Konflik Laut China Selatan

Sengketa di Laut China Selatan menjadi perhatian dunia internasional, terutama bagi negara-negara yang terlibat didalamnya. Apalagi perairan Natuna menjadi kawasan milik Indonesia, tetapi oleh China diklaim secara sepihak kedalam peta Nine Dash Line-nya. Bahkan pada tahun 2009, China mengeluarkan peta dengan mencantumkan perairan Natuna kedalam klaimnya atas Laut China Selatan (Umar dan Naya, 2020). Tentu hal ini menjadi bahan pertimbangan pemerintah Indonesia dalam merespon persoalan tersebut. Selain itu, kepentingan Indonesia atas Laut China Selatan adalah upaya menjaga stabilitas di kawasan Asia Tenggara.

Lebih lanjut, Indonesia juga memiliki kepentingan untuk menjaga integritas hukum laut internasional yang telah diatur dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Kepentingan Indonesia atas sengketa di Laut China Selatan juga terkait dengan kepentingan ekonomi. Dalam hal ini, nilai perdagangan yang melintasi Laut China Selatan yakni senilai US$ 5,3 triliun. Apalagi Indonesia juga memiliki pangsa pasar yang sangat besar, di mana ekspor impor ke China dan Jepang semua melintasi Laut China Selatan. Sementara China tidak hanya mengklaim wilayah di Laut China Selatan, tetapi juga mengelola dan mengeksploitasi pulau-pulau dan sumber daya alamnya. Bahkan, China telah membangun wilayah terseut dengan kekuatan pertahanannya. Dalam hal ini, China berupaya memperkuat hegemoninya di Laut China Selatan.

Menyikapi hal di atas, maka masa depan sengketa Laut China Selatan sangat fluktuatif dan berbagai kemungkinan yang bakal terjadi. Berbagai indikator dan faktor bakal mempengaruhi konflik Laut China Selatan. Indonesia juga telah melakukan berbagai upaya dan strategi untuk mempertahankan keamanan dan kepentingan nasionalnya melalui diplomasi preventif. Hal ini juga terlihat dari usaha Indonesia untuk meminimalisir keberadaan Tiongkok di Laut China Selatan (Tandy,  2021). Sektor maritim dan ekonomi menjadi target utama pemerintah Indonesia. Dalam konteks Indonesia sebagai salah satu negara ASEAN yang memiliki posisi krusial di Asia Tenggara, yakni pada stabilitas keamanan dan pengelolaan aktivitas ekonomi. Apalagi Indonesia juga ikut serta dalam beberapa kerjasama, seperti ASEAN Outlook on Indo-Pacific (AOIP), Belt Road Initiative (BRI), dan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Melalui beberapa kerjasama tersebut dapat dimanfaatkan oleh Indonesia untuk meredam atau meminimalisir tensi ketegangan di Laut China Selatan. Tentu situasi ke depan konflik Laut China Selatan akan sangat ditentukan oleh beberapa negara yang berkepentingan didalamnya. Laut China Selatan yang memiliki nilai strategis dalam eksplorasi sumber daya didalamnya menjadi rebutan untuk menguasainya. Kita tengah menunggu bagaimana solusi konkret untuk menyelesaikan sengketa yang berkepanjangan tersebut.

Referensi

Akmal, Akmal, dan Pazli Pazli. 2015. "Strategi Indonesia Menjaga Keamanan Wilayah Perbatasan terkait Konflik Laut Cina Selatan pada Tahun 2009-2014". Journal Article, Riau University. https://www.neliti.com/publications/32728/.

Diplomasi Pertahanan Indonesia dalam Konflik Laut China Selatan | Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi". n.d., diakses 16 Mei 2024. https://ojs.unikom.ac.id/index.php/jipsi/article/view/880.

Hanifahturahmi, Hanifahturahmi. 2020. "Komunikasi Internasional Indonesia dalam Menghadapi Ancaman Sengketa Laut China Selatan di Natuna Utara". JDP (Jurnal Dinamika Pemerintahan) 3 (2): 147--59. https://doi.org/10.36341/jdp.v3i2.1380.

Kaunang, Riyan Bahari. 2022. "Penegakan Hukum di Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (Perairan Natuna Utara) sebagai Kawasan Klaim Laut China Selatan". Lex Administratum, 10 (1). https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/38307.

Sendow, Abriel Martir. 2023. "Dampak Hukum Konflik Laut China Selatan terhadap Perdagangan Lintas Batas menurut Hukum Laut Internasional". Lex Privatum, 11 (3). https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexprivatum/article/view/46868.

Sulistyani, Yuli Ari, Andhini Citra Pertiwi, dan Marina Ika Sari. 2021. "Respons Indonesia Terhadap Sengketa Laut China Selatan Semasa Pemerintahan Joko Widodo [Indonesia's Responses toward the South China Sea Dispute During Joko Widodo's Administration." Jurnal Politica Dinamika: Masalah Politik Dalam Negeri dan Hubungan Internasional 12 (1): 85--103. https://doi.org/10.22212/jp.v12i1.2149.

Tandy, Michelle Nagakanya Putrika, Elbert Gerardo Chen, Alana Maria, Cut Hasya Arrumaisha, Vanessa Eustacia Jackson, dan Brigitta Valerie. 2021. "Analisis Signifikansi Keterkaitan Geopolitik dalam Pelaksanaan Diplomasi Preventif Indonesia pada Kasus Laut Cina Selatan." Jurnal Sentris, October, 270--84.

Umar, Harun, dan Cemara Gita Naya. 2020. "Upaya Pemerintah Indonesia dalam Menghadapi Hegemoni China di Kawasan Laut China Selatan pada Pemerintahan Joko Widodo Tahun 2016-2019." Ilmu dan Budaya 41 (71). https://doi.org/10.47313/jib.v41i71.958.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun