Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki luas wilayah lautan yang mencapai 2/3 dari seluruh luas Indonesia yang seluas 6,32 juta kilometer persegi (km2). Yang didalamnya tersimpan beraneka ragam ikan dan biota laut (KKP, 2018).Â
Menurut data dari United Nations Development Programme (UNDP) disebutkan, perairan Indonesia merupakan habitat bagi 76% terumbu karang dan 37% ikan karang dunia Hal ini menjadikan negara Indonesia memiliki potensi akan sumber daya alam lautnya yang sangat melimpah ruah di laut nusantara.
Letak Indonesia yang berada diantara dua samudera, yaitu samudera Hindia dan Samudera Pasifik, serta diapit oleh dua benua, yaitu benua Australia dan Benua Asia. Â
Dengan jumlah pulau lebih dari 17500 pulau, dan memiliki garis pantai terpanjang ke dua di dunia setelah Kanada, serta dengan ditunja tiga alur pelayaran kepulauan Indonesia (ALKI), yaitu ALKI I, ALKI II, dan ALKI III. Hal ini menjadikan negara Indonesia menjadi negara yang dilewati jalur perdagangan di dunia, dengan 40% jalur perdagangan dunia melewati perairan Indonesia (KEMENHUB, 2015).
Potensi kekayaan sumber daya kelautan Indonesia mencapai angka 1.772 trilliun (LIPI, 2018), yang terdiri dari atas: (1) Sumber daya ikan , (2) Ekosistem terumbu karang, (3) Ekosistem Mangrove, dan (4) Â Ekosistem Lamun.Â
Dilansir dari kumparan.com(2019), sumber daya ikan Indonesia mencapai 12,5 juta ton, terumbu karang 25 ribu kilometre persegi, mangrove 32,4 ribu meter persegi lamun 2,9 ribu kilometre persegi serta berjuta jenis biota laut lain, dengan berdasarkan perhitungan kasar yang dilakukan oleh tim peneliti Oseanografi LIPI potensi laut Indonesia meliputi perikanan RP 312 triliun, mangrove RP 21 triliun, lamun RP 4 triliun, kekayaan wilayah pesisir mencapai RP 560 triliun, bioteknologi RP 400 triliun, wisata bahari RP 20 triliun, potensi kekayaan alam dari minyak bumi RP 210 triliun dan transportasi laut RP 200 triliun.
Dengan kekayaan alam dan poteni laut yang melimpah, laut Indonesia menjadi salah satu sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia, dengan rata-rata pendapatan nelayan dalam satu bulan diatas RP 2 Juta pada tahun 2018 (KKP, 2019).Â
Tak hanya nelayan Indonesia saja yang tergiur dengan potensi laut Indonesia namun nelayan asing juga mulai memasuki wilayah Indonesia untuk menangkap ikan di perairan Indonesia secara illegal (illegal fishing).Â
Berdasarkan data dari KKP (2018) pada tahun 2017 sampai 2018 di perairan Indonesia Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Ilegal (SATGAS 115) telah menangkap kapal asing yang terdapat sedang melakukan illegal fishing di wilayah perairan Indonesia berjumlah 134 kasus. Dan pada tahun 2016-2017 SATGAS 115 ini telah menenggelamkan kapal asing berjumlah 314 kapal (KKP).
Kerugian Indonesia akibat penangkapan ikan secara illegal telah dihitung oleh World Bank dan Food and Agriculture Organization (FAO) kurang lebih 20 miliar dollar AS atau setara RP 260 triliun per tahun.Â
Dan dikonfirmasi oleh presiden Jokowi (2016)  yang menyatakan praktik penangkapan ikan secara illegal atau illegal fishing  selama ini sangat merugikan Indonesia dengan nilai kerugian yang ditimbulkan akibat pencurian ikan mencapai 20 milliar US dollar atau sekitar 260 triliun. Dan dilansir dari katadata.co.id (2016) akibat dari illegal fishing ini juga menurunkan eksploitasi ikan di Indonesia sekitar 30-35 persen.
Dengan terus terjadinya illegal fishing di perairan Indonesia tiap tahunnya, pemerintah Indonesia memperkuat sistem pertahanannya dengan menggunakan teknologi Vessel Monitoring System (VMS) atau Sistem Pemantauan Kapal Perikanan. VMS merupakan sistem pemantauan dan pengawasan kapal perikanan yang menggunakan satelit yang dipasang pada kapal.Â
Namun penggunaan VMS ini masih memiliki kekurangan seperti teknologi VMS dapat dimatikan oleh awak kapal (finance.detik.com, 2014). Hal ini disebabkan teknologi VMS juga masih kurang bermanfaat bagi nelayan.Â
Untuk itu solusi yang ditawarkan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menggunakan VDMPS (Vessel Detection Monitoring and Protection System) atau teknologi sistem pengawasan, pendeteksian dan penjagaan kapal perikanan.Â
Teknologi ini merupakan teknologi dengan memanfaatkan Radar dan AIS (Automatic Identification System) maka kapal kapal asing tidak akan mudah keluar dan masuk perairan Indonesia, karena VDMPS ini akan terpasang bersama AIS di setiap kapal-kapal perikanan Indonesia, dimana dengan penambahan radar akan mendeteksi setiap kapal-kapal asing yang masuk ke wilayah Indonesia, serta dengan menggunakan VDMPS keamanan dan keselamatan kapal perikanan Indonesia terhadap kapal asing akan terjaga. Karena sistem VDMPS ini juga akan terintegrasi langsung ke Badan Keamanan Laut Indonesia (BAKAMLA).
Cara kerja dari VDMPS ini adalah radar dan AIS yang dipasang di kapal akan menyala terus-terus untuk memberikan informasi bagi kapal tersebut.Â
Ketika radar mendeteksi adanya kapal lain yang masuk wilayah radar. Maka posisi tersebut akan diolah dalam perangkat pengolah data.Â
Perangkat pengolah data ini bekerja secara otomatis untuk mengirimkan sinyal kepada stasiun pemantauan (Server) yang ada di darat, menggunakan satelit.Â
Di server data dari kapal diolah kembali, jika kapal yang terdeteksi merupakan kapal illegal dengan menggunakan perangkat AIS sebagai acuan, maka kapal tersebut akan dikontak langsung oleh server untuk memeringatkan kapal tersebut, dan mengirimkan data hasil olahannya kepada kapal yang mengirimkan data, dan terhadap kapal patroli BAKAMLA dan juga TNI AU untuk menindak lanjuti kapal asing atau illegal tersebut.
VDMPS ini akan terpasang pada kapal-kapal ikan yang telah diberikan izin untuk berlayar dan menangkap ikan di wilayah Indonesia dan kapal patroli BAKAMLA. Pada kapal akan terpasang radar, AIS, alat pengolah data, transmitter dan receiver. Dan untuk tahap lanjutnya VDMPS ini dapat terpasang di semua kapal yang berbendera Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H